"90% investigasi insiden mengidentifikasi kegagalan dalam manajemen risiko. Kegagalan manajemen risiko berarti kurangnya perencanaan, waktu, sumber daya, pemeriksaan, penilaian, kompetensi, dan pelatihan."
Selama ini, metode untuk mengenali potensi kegagalan dalam kegiatan perkemahan boleh dikatakan hampir selalu menggunakan metode tradisional, yaitu dengan pengalaman yang diperoleh dari cerita pelaku dan insting. Kedua hal ini bukanlah merupakan suatu yang salah dan tidak memiliki sumbangsih dalam sebuah perencanaan. Hanya saja, kondisi yang dihadapi dalam perkembangan zaman yang cepat dan ajaib terkadang membuat pengalaman kegiatan di masa lalu menjadi usang.
Pelaksanaan kegiatan perkemahan harus memiliki program yang sistematis dan menyeluruh guna menjamin terlaksananya kegiatan secara aman. Potensi risiko berkemah yang notabene bergiat di alam terbuka lebih besar daripada saat kita berkegiatan di dalam ruangan, dikarenakan kondisi lingkungan alam terbuka yang lebih bervariasi. Sehingga potensi terjadinya bahaya atau kondisi tidak aman cukup terbuka. Pengelolaan risiko tidak dapat diserahkan hanya kepada instruktur atau fasilitator pada saat pelaksanaan kegiatan. Penanganan risiko haruslah dengan manajemen yang sistematis dan menjadi tanggung jawab semua elemen yang berpartisipasi dalam kegiatan, bahkan peserta pun memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan manajemen risiko dalam kegiatan alam terbuka.
Manajemen risiko bukanlah merupakan one time event; kegiatan sekali jadi. Namun merupakan sebuah aktivitas berkelanjutan yang penuh dinamika. Manajemen risiko berkembang beriringan dengan kondisi lingkungan dan SDM yang terlibat dalam sebuah persiapan kegiatan. Bisa jadi nilai sebuah risiko ketika di awal persiapan tinggi menjadi rendah dengan pengelolaan sumber risiko atau sebaliknya. Hal tersebut sangat mungkin terjadi. Manajemen risiko harus bisa beradaptasi seiring dengan dinamika lingkungannya.
Manajemen risiko adalah proses untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang dapat muncul pada kegiatan organisasi. Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak risiko dan meningkatkan nilai bagi pemangku kepentingan organisasi.
Ada empat pilar penegak manajemen risiko dalam berkegiatan di alam terbuka:
- Komitmen. Komitmen ini perlu dipegang teguh oleh pemangku kepentingan, didukung dengan kompetensi peserta dan pelaksana, partisipasi peserta, dan budaya keselamatan di perkemahan.
- Memahami Risiko. Syarat terpenuhinya kepahaman terhadap risiko adalah kemampuan memahami proses, kemampuan mengidentifikasi risiko, memahami klasifikasi risiko, dan mampu menganalisis risiko.
- Mengelola Risiko. Paham tentang prosedur standar (standard operating procedures), memahami risk management hierarchy, mampu mengoperasikan aplikasi pengelolaan risiko, dan memiliki kemampuan administrasi.
- Keberlanjutan. Penanganan atau pencegahan terhadap potensi risiko akan dapat dilaksanakan ketika dapat mengukur hasil penanganan atau pencegahan terhadap potensi risiko, ada audit yang dilaksanakan, dan evaluasi.
Untuk sebuah panduan, buku ini tergolong langka. Karena belum banyak buku yang mengulas dengan sangat rinci terkait pengelolaan potensi risiko oleh penulis dalam negeri. Sehingga, buku ini layak dijadikan pegangan dan bahan kajian bersama. Tetapi pada sisi lain, penulisan dalam buku ini perlu dirapikan kembali, dan space jilid terlalu banyak memakan tempat. Sehingga untuk membaca tulisan pada sisi dalam, pembaca mesti menegangkan buku yang berpotensi pada sampul buku yang ‘patah’ atau rawan sobek.
Bibliografi
Judul: Manajemen Risiko Kegiatan Alam Terbuka
Penulis: Ditra Ayi Kurniawan
Tebal: vi+77 hlm.
Genre: Manajemen
Cetakan: I, Juli 2023
ISBN: 978-623-448-579-0
Penerbit: Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia, Tasikmalaya
0 Komentar