Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

Resensi: Tragedi Nasional; Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesia

Saat beberapa tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) tampak mengalami perkembangan yang pesat. Dari partai kecil dengan latar belakang yang diragukan itika d baiknya karena peristiwa Pemberontakan Madiun tahun 1948. PKI tumbuh menjadi partai massa yang hebat dan memiliki pengaruh dalam segala bidang. Bidang politik pengaruhnya hingga pada kekuasaan parlementer. Pengaruhnya juga terasa dibidang so s ial, pendidikan hingga kesenian. Semua itu berkat kepemimpinan D.N. Aidit sebagai ketua Partai pada tahun 1951. Salah satu fa k tor yang menunjang keberhasilan itu adalah persahabatannya dengan Presiden Soekarno. Dengan kharismatik Presiden Soekarno PKI mendapat perlindungan dalam menghadapi musuh-musuhnya. Salah satu musuh PKI yang paling utama adalah golongan agama karena alasan ideologis yang berlawanan. Namun Angkatan Darat lebih dianggap musuh yang terpenting bukan karena ancaman terhadap fisik, tetapi juga terdapat alasan ideologis. Angkata

Resensi: Sunnah Sedirham Surga

Terkisah dalam Al-Muntaqo’ min Akhbaril Ashmu’i , buah pena Dhiya’ Al-Maqdisi, bahwa ada seorang Arab Badui masuk Islam pada masa Sayyidina ‘Umar bin Khoththob ra. Sang Kholifah lalu mengajarinya sholat. Beliau berkata, “Sholat zhuhur 4 roka’at, ‘Ashr juga 4, Maghrib 3 roka’at, ‘Isya’ 4 roka’at lagi, dan Shubuh 2 roka’at.” Akan tetapi saking tidak akrabnya dengan angka-angka, Si Arabi ini rupanya sangat kesulitan untuk menghafal jumlah-jumlah tersebut, sehingga ‘Umar mengulanginya lagi, dan tetap saja dia tidak hafal, bahkan terbalik-balik. Yang empat dibilang 3, dan yang tiga dikira 4. Akhirnya sang Amirul Mukminin membentaknya, “Orang Arab Dusun, biasanya cepat hafal syair. Coba ulang ucapanku! Sesungguhnya sholat itu empat disusul empat, Kemudian tiga dan setelahnya empat roka’at, Lalu sholat Shubuh dua, janganlah terlewat. ” Hanya sekali simak, lelaki Badui itu langsung bisa mengulang lantunan syairnya. “Sudahkah kau menghafalnya sekarang?” tanya Sayyidina ‘Uma

Resensi: Sistem Kedokteran Nabi

Kebiasaan di lingkungan kita ketika membesuk si sakit adalah memberikan kiriman makanan ―terlepas si sakit suka atau tidak dengan jenis makanan kiriman tersebut. Padahal si sakit tak berselera makan. Hilangnya selera makan itu bukan tanpa maksud. Hal itu karena kekuatan tubuhnya sedang diarahkan untuk melawan penyakit yang dideritanya. Dalam keadaan demikian, maka tidak boleh memaksanya untuk makan. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani, ia berkata: “Rosululloh saw bersabda, ‘Jangan kamu paksa orang yang sakit diantara kamu untuk makan dan minum. Sesungguhnya Alloh ‘Azza wa Jalla yang memberi mereka makan dan minum.’ ” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Majah) Jika si sakit merasakan lapar, hal itu karena tubuh membutuhkan (meminta) makanan untuk mengganti energi yang keluar, di mana otak menyampaikannya kepada perut (tempat sumber energi) maka perut pun meminta makanan karena lapar. Dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya Nabi saw mengunjungi seorang laki-laki (yang sakit) lalu beliau berkata