Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2019

Resensi: Kronik Peralihan Nusantara; Liga Raja-raja Hingga Kolonial

“Nenek moyangku seorang pelaut”. Barangkali sebagian kita menisbatkan gelar itu pada suku Bajo. Terlepas dari itu, salah satu kronik Cina yang diterjemahkan J. Takakusu ( A Record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago , 1896), I Tsing beberapa kali menyebut nama San-fo-tsi (mula-mula disebutnya Che-li-fo-tsi ) sebagai penguasa lalu lintas perdagangan di Selat Malaka. Nama Che-li-fo-tsi dan San-fo-tsi itu sendiri digunakan oleh Dinasti Sung (960-1279) dan Yuan (1279-1368), juga Ming (1368-1644), untuk merujuk ke sebuah kerajaan di “Laut Selatan” yang terletak antara Chen-la (Kamboja) dan She-po (Jawa), yakni Sriwijaya. Dalam pengelanaannya (671-695) mencari “pohon pencerahan” hingga ke India, I Tsing mencatat bahwa Sriwijaya adalah kerajaan penting di bidang maritim, perdagangan, dan penyebaran agama (Buddha). Kebesaran penguasa “Laut Selatan” ini bukan sekadar imbas dari runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina, tetapi juga berkat pol

Resensi: Jabir ibnu Hayyan

Sejarah telah menjadi saksi, bahwa Islam pernah mengalami masa keemasan yang gilang gemilang. Zaman kejayaan tersebut, salah satunya ditandai dengan menyuburnya berbagai kajian ilmiah dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga pada masa itu, dari kalangan umat Islam banyak lahir para pakar, cerdik cendekia yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan. Di saat yang sama, keadaan bangsa Eropa tengah diliputi kegelapan. Berbagai kajian ilmiah mengalami hambatan karena dijegal oleh fatwa-fatwa dari pihak gereja. Bahkan tidak hanya itu, tindakan gereja ternyata sampai pada pembantaian besar-besaran terhadap kalangan cendekiawan pada masa itu. Maka pantaslah jika daratan Eropa diliputi suasana gulita yang teramat pekat sekali. Daratan Eropa mulai tersibak saat Pasukan Salib Kristen melakukan bumi hangus dan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam di Cordova. Padahal pada saat itu Cordova merupakan kiblat ilmu pengetahuan. Maka akibat dari penyerbuan yang tak kenal perike

Resensi: Ghibah

Ketika aku dimi’rojkan, aku bertemu dengan sekelompok manusia yang mencakar-cakar mukanya dan mencabik-cabik dadanya dengan kukunya yang terbuat dari tembaga. Maka aku bertanya kepada Jibril, “Siapakah mereka, wahai Jibril?” Ia menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang suka makan daging orang lain dan suka membicarakan cela orang lain,” demikian tutur anak angkat Nabi Muhammad saw bernama Anas bin Malik ra saat mengenangkan kisah Sang Rosul dan diabadikan dengan kuat oleh Abu Dawud dan Imam Ahmad. Definisi Ghibah “Ghibah adalah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Bagaimana jika yang diceritakan itu sesuatu hal yang memang benar adanya? “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak, berarti engkau berbuat buhtan (dusta).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad) Perbedaan Ghibah dengan Buhtan “Dan mengapakah tiada kamu katakan ketika kamu mendengarnya bahwa kita tidak sepatutnya bercakap-cakap tentang hal ini. Mahasuci

Resensi: Sekitar Walisanga

Konon, masjid Demak sudah berdiri, namun ternyata para wali masih berdebat tentang arah kiblat. Karena soal penentuan itu tidak dibahas sebelum membangun. Mereka saling mengajukan pendapat, sementara masjid sudah berdiri. Perdebatan pun riuh, karena terjadi banyak pendapat yang saling bertentangan. Namun, kemudian dengan bijak Sunan Kalijogo tampil memberikan penyelesaian. Sunan Kalijogo bersedia menentukan arah kiblat dengan cara tangan kanan memegang Ka’bah di Makkah sementara tangan kirinya memegang puncak masjid Demak. Peristiwa itu mestinya jangan dipahami begitu saja kejadiannya. Apa makna dari kisah ini? Ia adalah sebuah kiasan yang sarat pemaknaan pembelajaran. Bahwa perihal perdebatan soal kiblat, adalah perlambang dari persoalan iman. Sebab kiblat Ka’bah adalah tempatnya Muslim menghadapkan wajah ketika sholat. Sedangkan masjid Demak menjadi perlambang orang Islam di Jawa. Sementara puncak masjid Demak dimaksudkan sebagai pemukanya pamong praja, atau penguasa. Deng