Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2023

Resensi: Sekolah Nir Kekerasan

Siapa sih yang tidak menginginkan iklim belajar di sekolah anak-anak kita yang menyenangkan? Menjadi sebuah impian banyak orangtua ketika mendapati anaknya sangat bersemangat untuk hadir ke sekolah dan pulangnya selalu menularkan cerita keasikan saat belajar bersama teman-teman dan guru di sekolah. Penggambaran suasana semacam itu terwakili dengan ungkapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014-2016; “Sekolah yang baik itu sekolah yang membuat anak-anak datang dengan senang hati, berada di sekolah dengan senang hati, dan pulang dengan berat hati. Bukan sebaliknya.” —Anies Rasyid Baswedan Perwujudan suasana sekolah semacam itu dipaparkan dalam buku ini; “Sekolah Nir Kekerasan”; dengan beragam kekhasannya masing-masing. Sayangnya, suasana sekolah yang menyenangkan tersebut masih sangat langka di temui di Indonesia. Sebab, buku ini ditulis para diaspora Indonesia yang mengungkapkan rasa kagumnya saat mereka menyekolahkan anak-anak mereka di belahan dunia lain. Setidaknya ad

Resensi: Peristiwa Mandor Berdarah

Dari dunia entertainment kita mendapat secuplik sisi perih saat Jepang menduduki Indonesia —terutama di Kalimantan Barat. Dituturkan Ahmad Najmi Hidayat yang lebih tenar dengan nama panggung Ebel Cobra atau Ebel Castanyo, bahwa puting nenek beliau dipotong oleh tentara Jepang saat menduduki Kalimantan Barat. Barangkali apa yang dilakukan tentara Jepang tersebut masih tergolong ‘ringan’. Mandor. Istilah tersebut bukanlah profesi pengawas kerja, tetapi nama sebuah kecamatan di bilangan Pontianak. Tempat yang dijadikan ladang pembantaian massal tokoh-tokoh feodal lokal dan simpul-simpul massa saat itu oleh tentara pendudukan Jepang. Peristiwa yang menjadi catatan kelam sejarah masyarakat Kalimantan Barat akibat kekerasan dan kekejaman tentara Jepang yang luar biasa. Dalam buku “ Djakarta 1945 ” dijelaskan secara singkat sejarah —lebih tepatnya mitos— yang diciptakan pihak Jepang terkait “Saudara Tua” (Jepang) dan “Saudara Muda” (Indonesia). Doktrin itu pula yang digaungkan pihak Jepan

Resensi: Djakarta 1945; Awal Revolusi Kemerdekaan

“ Saya lebih suka mendengar kalimat atau pernyataan-pernyataan yang menunjukkan kegagalan sang tokoh daripada kalimat-kalimat sarat sanjungan serta pujian .” —Mochammad Hatta   Jakarta. Secara keseluruhan, buku ini menyoroti peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan dan apa yang terjadi di Jakarta saat itu. Membaca buku ini, kita seolah dibawa pada kondisi di masa itu dan menghayati situasi saat itu melalui tuturan yang runut dan detail. Terlebih, penulis sengaja menyuguhkan tulisan dengan ejaan lama. Selain pada kisah naratif, penulis juga senantiasa mengenalkan sekilas profil tokoh yang akan dibicarakan pada paragraf berikutnya. Sehingga, kita mendapatkan informasi lebih untuk dapat memahami situasi yang dialami sang tokoh. Jika sejauh ini kita mendapati buku-buku berkisah tentang seputar Proklamasi, Perang Surabaya, Agresi Militer, Palagan Ambarawa, buku ini seolah merangkum semua peristiwa-peristiwa beragam judul di atas. Dalam buku ini, kita akan menjumpai t