Psikologi dan pendidikan memiliki benang merah utama, yaitu manusia. Psikologi pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari kompleksitas manusia. Sementara pendidikan adalah produk yang dikembangkan manusia untuk mencapai tujuan tertentu berkaitan dengan sumber daya manusia itu sendiri.
Bab
1. Pendahuluan
•
Psikologi pendidikan bertujuan untuk memberi bekal bagi guru maupun calon guru
mengenai aspek-aspek psikologi yang perlu dipahami dalam proses
belajar-mengajar, sehingga guru memiliki kemampuan untuk terus mengevaluasi dan
memperbaiki cara mengajarnya dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
•
Psikologi memberikan kontribusi melalui kajian-kajian dan penelitian ilmiah
dalam berbagai topik, seperti perkembangan individu, metode dan pendekatan
mengajar, evaluasi pendidikan, dan berbagai permasalahan yang muncul seiring
perkembangan zaman.
•
Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang berupaya memahami
proses pengajaran dan pembelajaran dalam konteks pendidikan (Stantrock,
2010:2).
•
Ruang lingkupnya meliputi proses pembelajaran, pelajar, dan lingkungan.
•
Tujuan psikologi pendidikan untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat
dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode-metode (Chaplin).
•
Manfaat psikologi pendidikan bagi pendidikan: peka terhadap perilaku dan
kebutuhan, menjadi manusia pembelajar, mengetahui teknik-teknik, dan mampu
menganalisis.
•
Manfaat psikologi pendidikan bagi siswa: memahami perilaku, meningkatkan
motivasi, mengembangkan diri, dan mengenali diri.
•
Psikologi memberi kontribusi melalui kajian-kajian dan penelitian ilmiah dalam
berbagai topik, seperti perkembangan individu, metode dan pendekatan mengajar,
evaluasi pendidikan, dan berbagai permasalahan yang muncul seiring perkembangan
zaman.
Bab
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta
Didik
•
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam perjalanan
waktu tertentu.
•
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan meliputi faktor sebelum dilahirkan,
faktor saat dilahirkan, dan faktor setelah dilahirkan serta faktor-faktor
psikologis. Perkembangan merupakan hasil dari proses fisik (physical process), proses kognitif (cognitive process), dan proses
sosial-emosional (socio-emotional process)
•
Menurut Langeveld terdapat 4 (empat) asas dalam perkembangan individu, yaitu
asas biologis karena manusia adalah makhluk hidup, asas ketidakberdayaan karena
pada saat dilahirkan manusia dalam keadaan tidak berdaya, asas keamanan karena
untuk bisa bertumbuh kembang dengan baik manusia memerlukan bantuan orang lain,
dan asas eksplorasi karena secara fenomenologis perkembangan dapat digambarkan
sebagai eksplorasi atau penjelajahan anak dalam dunianya.
•
Perkembangan manusia mengikuti hukum-hukum tertentu, yaitu hukum cephalocaudal,
hukum proximodistal, hukum tempo dan ritme, hukum perkembangan dari umum ke
khusus, serta tahapan-tahapan perkembangan, di mana dalam setiap tahapannya
memiliki ciri-ciri atau karakteristik tersendiri.
Bab
3. Karakteristik Perkembangan
•
Menurut Piaget, perkembangan kognitif terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
tahapan sensori motorik (0 s.d. 1,5 tahun); pada tahap ini anak belum mengalami
permanensi objek. Tahapan operasional (1,5 s.d. 7 tahun); pada tahap ini anak
memiliki kemampuan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan objek yang ada
di sekitarnya, namun masih bersifat egosentris. Tahapan rasional konkret (7
s.d. 11 tahun); anak sudah mulai mampu berpikir logis, mampu memperhatikan
lebih dari satu aspek sekaligus dan juga dapat menghubungkan aspek satu dengan
yang lain. Sifat egosentris sudah mulai menurun, namun masih belum bisa
berpikir abstrak. Tahapan operasional formal (11 s.d. dewasa); pada tahap ini
anak sudah mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis masalah.
• Teori Vygotsky merupakan teori yang lebih
mengacu pada konstruktivisme, yakni konsep Zona Perkembangan Proksimal, konsep
Scaffolding Bahasa dan Pemikiran. Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu siswa mencapai
keberhasilan dengan baik, siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, dan siswa
gagal meraih keberhasilan.
Bab 4.
Motivasi dan Emosi
• Motivasi merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran. Karena motivasi dapat mendorong seseorang melakukan tindakan yang
terarah dalam mencapai tujuan.
• Terdapat dua tipe teori motivasi, yaitu content theories yang menekankan pada
pemenuhan kebutuhan individu yang memotivasi dan mengarahkan tingkah laku
seseorang serta process theories yang
menekankan pada proses yang digunakan dalam membuat pilihan.
• Motivasi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal,
antara lain dengan adanya penguat dan hukuman. Penguatan dan hukuman harus
diberikan dalam situasi yang tepat dan diberikan dengan konsisten pada perilaku
yang spesifik.
• Pemberian informasi mengenai manfaat yang
diperoleh dalam belajar dapat membantu siswa dalam menemukan tujuan belajar
bagi dirinya yang dapat memotivasi dirinya.
• Motivasi intrinsik adalah melakukan suatu
tindakan untuk mencapai tujuan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik adalah
melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain sebagai sebuah cara yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi ekstrinsik seringkali dapat
dipengaruhi oleh adanya penguatan atau hukuman.
• Efikasi diri dapat menentukan prestasi siswa,
sehingga guru dan lingkungan sekolah dapat memberi dukungan agar siswa memiliki
efikasi yang baik.
• Reinforcement
yang efektif adalah penguatan yang dapat diberikan untuk menjadikan siswa
termotivasi dalam belajar.
Bab 5.
Intelegensi
• Intelegensi merupakan kemampuan mental dalam
berpikir secara abstrak memecahkan suatu permasalahan, beradaptasi, bertindak
dalam suatu tujuan tertentu yang dimiliki oleh individu berasal dari faktor
bawaan (nature) dan proses belajar (nurture) yang dapat dinilai melalui
hasil yang telah dicapai.
• Intelegensi berbeda dengan bakat. Bakat
merupakan kemampuan khusus yang dimiliki individu pada suatu bidang tertentu.
Apabila individu memiliki bakat pada bidang tertentu, maka ia cenderung sukses
pada bidang tersebut.
• Beberapa tokoh mendefinisikan konsep
intelegensi. Spearman mengungkapkan definisi intelegensi ditunjukkan dalam
teorinya mengenai kemampuan mental yang populer, yaitu teori dua faktor (two factor theory). Cattel
mengklasifikasikan kemampuan mental menjadi dua macam, yaitu intelegensi fluid yang merupakan faktor bawaan
biologis dan intelegensi crystallized
yang di dalamnya terdapat pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam
diri individu. Gardner mengemukakan teori intelegensi ganda (multiple
intelligences).
• Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi:
pengaruh faktor bawaan, pengaruh faktor lingkungan, stabilitas intelegensi dan
IQ, pengaruh faktor kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan yang khas,
serta kebebasan.
• Konsep kecerdasan ganda —bila dipahami dengan
baik— akan membuat semua pendidik memandang potensi anak lebih positif.
Terlebih lagi, para pendidik pun dapat menyiapkan sebuah lingkungan yang
menyenangkan dan memberdayakan di sekolah.
Bab 6.
Teori-teori Belajar
• Belajar adalah perubahan perilaku dan mental
yang relatif permanen disebabkan oleh pengalaman seseorang ketika berinteraksi
dengan lingkungan. Segala perubahan diri yang diakibatkan oleh warisan genetis
yang dibawa sejak lahir —seperti pertumbuhan dan kematangan fisiobiologis—
tidak dapat disebut sebagai belajar. Karena bukan hasil pengalaman berinteraksi
dengan lingkungan.
• Perspektif dari behavioristik memandang belajar
sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati. Perubahan bersifat mental (emosi
dan kognisi) bukanlah belajar. Karena tidak bisa dijamin apakah perubahan
mental tersebut akan menyebabkan munculnya perilaku. Hukum perilaku yang
menentukan belajar adalah hubungan (asosiasi) sebab-akibat antara stimulus dan
respons.
• Bentuk dan intensitas stimulus dari lingkungan
akan menentukan respons apa yang muncul dari seseorang. Perilaku belajar
seseorang dapat dibentuk dan dikendalikan dengan menggunakan mekanisme
penguatan (reinforcement) positif
maupun negatif dan hukuman (punishment).
Hukuman sebagai cara untuk mengubah perilaku tidak terlalu dianjurkan karena
efeknya bersifat sementara, menimbulkan emosi negatif, dan tidak mendorong ke
arah perilaku yang benar.
• Perspektif teori kognitif memandang belajar
sebagai proses yang bersifat mental melibatkan upaya kognitif dalam menerima
dan memproses informasi yang diterima.
• Perspektif teori konstruktivistik memandang
belajar sebagai proses mengonstruksi atau membentuk pengetahuan. Siswa memiliki
kapasitas untuk membentuk dan membangun pengetahuannya sendiri selama menjalani
pembelajaran. Belajar akan lebih efektif jika pengetahuan baru yang akan
dipelajari berada sedikit di atas kemampuan aktual siswa.
Bab 7.
Kesulitan Belajar
• Kesulitan belajar dapat terjadi pada siswa dengan
kapasitas intelegensi normal maupun tidak. Guru perlu memiliki kepekaan untuk
dapat mengenali kesulitan belajar dan kemungkinan penyebabnya. Deteksi dini
pada kesulitan belajar dapat mempengaruhi efektivitas intervensi yang akan
diberikan.
• Kesulitan belajar secara umum terbagi menjadi 2
(dua) macam, yaitu kesulitan belajar khusus dan kesulitan belajar yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan. Masing-masing memiliki bentuk maupun
karakteristik masing-masing. Secara umum, kesulitan belajar yang disebabkan
oleh gangguan perkembangan lebih sulit diatasi.
• Guru maupun calon guru perlu memahami berbagai
jenis kesulitan belajar maupun gangguan perkembangan untuk meningkatkan
kepekaan terhadap permasalahan yang kerap muncul dalam proses belajar-mengajar.
• Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang
bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik yang
memiliki kebutuhan atau kondisi khusus dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
• Pendidikan inklusif memiliki kelebihan sekaligus
kendala dalam implementasinya.
Bab 8. Anak
Berkebutuhan Khusus
• Anak ber-IQ rendah seringkali disebut anak yang
mengalami retardasi mental atau tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental, memiliki IQ di
bawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi, maupun sosial, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.
• Ciri-ciri anak ber-IQ rendah adalah penampoilan
fisiknya tidak proporsional, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan
usianya, kelopak matanya tebal sehingga mata terlihat sipit, perkembangan
bicara atau bahasanya terhambat, tidak ada atau kurang sekali perhatiannya
terhadap lingkungan, koordinasi gerakan kurang, dan sering ngiler.
• Dalam mempelajari keterampilan membaca, motorik
dan keterampilan lainnya anak tunagrahita sama seperti anak lain pada umumnya.
Tetapi berbeda pada tingkat kemahirannya, generalisasi dan transfer
keterampilan yang baru diperolehnya serta perhatiannya terhadap tugas yang
diemban.
• Kesulitan yang dihadapi anak tunagrahita
mengalami kelemahan dalam berhitung, bahasa, ingatan, dan kurang dapat
mengontrol lingkungan dan kesulitan-kesulitan secara umum, tidak bisa mencapai
kematangan intelektual setara anak seusianya serta kurang mampu memahami norma
yang ada.
• Perubahan fisik anak sangat mempengaruhi proses
mental dan pergaulan anak. Perubahan atau perkembangan fisik yang optimal
berpengaruh pada kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan. Konsep diri yang
baik akan lebih mudah terbentuk dengan kondisi fisik yang baik. Sebaliknya,
anak-anak yang mengalami cacat fisik mungkin akan memiliki rasa percaya diri
yang rendah.
• Terdapat beberapa program pendidikan bagi anak
yang mengalami kelainan fisik, intelektual, sosial emosional, gangguan
perseptual, gangguan motorik yang biasanya disebut sebagai anak berkebutuhan
khusus atau anak difabel.
• Anak berbakat adalah mereka yang oleh
orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai
prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul.
Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau
pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan
sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri.
• Karakteristik anak berbakat menurut Renzulli
adalah anak yang memiliki keunggulan di bidang kemampuan umum, kreativitas, dan
pengikatan diri pada tugas. Konsep ini dikenal dengan three rings of Renzulli.
• Ohio’s
State Board of Education telah melakukan penelitian berkaitan dengan
masalah anak berbakat yang hasilnya menunjukkan, bahwa banyak anak ke bakat
mengalami drop out dari sekolah, anak
berbakat yang tidak mendapatkan tantangan atau stimulasi yang dapat
mengembangkan potensinya cenderung kurang siap menerima tantangan, 85% anak
berbakat mengalami underachiever karena mereka tidak memperoleh layanan
pendidikan yang diharapkan. Mereka sering mengalami rasa bosan, kurang
bersemangat, tertekan, dan merasa tidak dihargai.
• Anak berbakat membutuhkan kurikulum
berdiferensiasi, yaitu kurikulum yang mengacu pada peningkatan kehidupan mental
anak berbakat melalui berbagai program yang akan dapat menumbuhkan
kreativitasnya serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual pada
tingkat tinggi.
• Untuk penyelenggaraan pendidikan anak berbakat
diperlukan penerapan kurikulum berdiferensiasi yang dapat mengakomodasi, baik
para siswa normal maupun siswa berbakat.
Bab 9.
Pengelolaan Kelas
• Pengelolaan kelas pada dasarnya adalah
pengaturan orang dan barang, serta suasana yang memungkinkan terciptanya dan
terpeliharanya kondisi belajar yang optimal. Kondisi belajar yang optimal
sangat menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru
perlu menguasai keterampilan untuk menciptakan kondisi yang optimal tersebut.
• Masalah yang terjadi di kelas dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu masalah instruksional dan masalah pengelolaan kelas. Guru
harus dapat membedakan kedua masalah tersebut agar dapat menanganinya secara
tepat. Masalah instruksional harus diselesaikan secara instruksional. Sementara
masalah pengelolaan kelas diselesaikan secara pengelolaan.
• Komponen keterampilan mengelola kelas terdiri
dari keterampilan yang bersifat preventif dan keterampilan yang bersifat
represif. Keterampilan yang bersifat preventif berkaitan dengan usaha mencegah
kebijakan gangguan yang dapat ditunjukkan dengan sikap tanggap, membagi
perhatian, memusatkan perhatian, kelompok, memberikan petunjuk yang jelas,
menegur, memberi penguatan.
• Keterampilan mengelola kelas terdiri dari
keterampilan yang bersifat represif, berkaitan dengan usaha mengatasi gangguan
yang muncul yang dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu modifikasi
perilaku, pengelolaan kelompok atau diskusi kelompok, dan menemukan serta
memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Bab 10.
Bimbingan dan Konseling
• Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan. Sementara itu, konseling merupakan hubungan yang
bersifat profesional dan pribadi antara konselor dan klien untuk maksud
mendorong perkembangan pribadi klien dan membantu memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya.
• Kegiatan Bimbingan dan Konseling merupakan satu
kesatuan keduanya memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan itu terletak pada
prosedur yang digunakan dan tenaga yang melaksanakanny. Dilihat dari prosedur
yang digunakan, bimbingan dapat diberikan melalui layanan informal dan
orientasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan kelompok, dan
layanan konsultasi. Sedangkan konseling menggunakan berbagai pendekatan
konseling.
• Secara umum, tujuan layanan Bimbingan dan
Konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat, dan kemampuannya serta
memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan pendidikan dan merencanakan
karir yang sesuai dengan tuntutan kerja. Sedangkan secara khusus, layanan
Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai
tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi sosial, belajar, dan karir.
• Sasaran khusus dari pelayanan Bimbingan dan
Konseling, yaitu bidang akademik, bidang karir, bidang pribadi dan bidang
sosial. Peran guru mata pelajaran terkait dengan pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling adalah aktif membantu melaksanakan kegiatan program BK, memberi
informasi tentang siswa kepada staf BK, memberikan pelayanan instruksional, berpartisipasi
dalam studi kasus.
• Memberikan informasi kepada siswa terkait dengan
mata pelajaran yang diampu.
• Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.
Bibliografi
Judul: Psikologi Pendidikan
Penulis:
• Dr. Mochamad Nursalim, M.Si;
• Dra. Hermien Laksmiwati, M.Psi;
• Meita Santi Budiani, S.Psi, M.Psi;
• Riza Noviana Khoirunnisa, S.Psi, M.Si;
• Muhammad Syafiq, S.Psi, M.Sc;
• Siti Ina Savira, S.Psi, M.Ed.C.P;
• Yohana Wuri Satwika, S.Psi, M.Psi.
Tebal: viii+240 hlm.
Genre: Pendidikan, Psikologi
Cetakan: I, Agustus 2019
ISBN: 978-602-446-364-9
Penerbit: Remaja Rosdakarya, Bandung
0 Komentar