Langsung ke konten utama

Resensi: Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba


“Setiap bangsa yang ingin menguasai dunia, pasti akan memasukkan Baitul Maqdis dalam daftar wilayah taklukkannya. Prof. Abd al-Fattah al-Awaisi


Buku ini secara singkat menceritakan sejarah dunia secara khusus Israel yang dimulai dengan masa pemerintahan Aleksander Agung yang dikenal dengan masa Helenisme. Aleksander Agung yang memerintah selama 10 tahun membawa perubahan besar dalam sejarah dunia. Masa Helenisme ini ditandai dengan tingginya tempat bagi bahasa Yunani dan peradaban Yunani dalam kehidupan masyarakat.


Aleksander Agung menaklukkan banyak daerah seperti Palestina, Siria, Mesir, hingga India. Kebijakan politik dan ekonomi yang dilakukan oleh Aleksander Agung untuk memberikan kesejahteraan bagi kerajaannya.


Setelah Aleksander Agung meninggal, tahtanya kemudian diperebutkan oleh para diadokh selama kurang lebih 22 tahun yakni dari tahun 323-301 SM sehingga terbagi menjadi 3 bagian yakni negara wangsa Ptolemei, negara wangsa Seleukid di Siria-Palestina, negara wangsa Antigonid di bagian Eropa.


Wangsa Ptolemei berkuasa sejak tahun 301-198 SM di Mesir. Orang-orang yang berkuasa pada masa kekuasaan wangsa Ptolemei adalah Ptolemeus I Soter (323-283 SM) berkuasa dan berpengaruh pada bidang sosial dan ekonomi yang menjadi negara terkaya di Asia Barat Daya pada abad ke-3 SM dengan berbagai politik yang dijalankan untuk memperkokoh kedudukan di Palestina dalam bidang militer dan ekonomi. Ptolemeus II Filadelfus (283-246 SM) membawa wangsa Ptolemei pada puncak kejayaan dan pada masa pemerintahan raja ini terjadi perang Siria pertama (274-272 SM) dan perang Siria kedua (260-241 SM) yang berdampak sangat besar dalam bidang ekonomi dan sosial di Palestina.


Ptolemeus III Euergetes (246-241 SM) dan pada masa pemerintahan Ptolemeus III terjadi Perang Siria yang ketiga (246-241 SM) dan membuat Onias II Imam di Yerusalem tidak mau membayar upeti kepada raja Ptolemeus III dan ditengahi oleh Yusuf anak Tobiade yang kemudian berpengaruh besar sebagai pelopor Helenisme di Yerusalem.


Ptolemeus IV Filopator (221-204 SM) tidak memiliki pengaruh besar karena kekuasaan berada di tangan Perdana Menteri Sosibus dan terjadi perang Siria keempat (221-217 SM) yang dimenangkan oleh Ptolemeus, namun Antiokhus III dibiarkan pergi. Pada masa perang Siria keempat ini warga Palestina mengalami penderitaan karena perang tersebut.


Ptolemeus V Epifanes (204-180 SM) naik tahta pada usia lima tahun dan pada masa ini Antiokhus III mengalami kesuksesan dalam perebutan wilayah termasuk Palestina dan Ptolemei tidak melawan. Perang Siria kelima (202-198 SM) ini menyebabkan kerusakan parah Bait Alloh. Dan setelah perang Siria kelima ini, maka berakhirlah kekuasaan Ptolemei di Palestina.


Palestina kemudian berada di bawah pemerintahan wangsa Seleukid sejak tahun 198-175 SM. Pada masa Antiokhus III (222-187 SM), ia berkuasa di Roma secara politik, dan Roma menang melawan Antiokhus III di Magnesia pada 190 SM.


Kekalahan ini membuat Antiokhus III sangat rugi dalam berbagai aspek sehingga mengharuskan untuk merampok uang-uang kuil dan dibunuh oleh masyarakat. Seleukus IV Filipator memerintah untuk mengatasi persoalan yang ada dan meninggal, sehingga digantikan oleh saudaranya; Antiokhus IV Epifanes. Antiokhus IV Epifanes berkuasa sejak tahun 175-164 SM yang merupakan pengganti yang tidak sah dengan persetujuan Romawi.


Antiokhus IV kemudian berperang melawan Mesir. Namun di suruh oleh Romawi untuk meninggalkan Mesir. Pada masa pemerintahan ini terjadi pembaruan, yakni Antiokhus IV memberi dirinya kultus theos epiphanes dan mengganti gambar Apolos Seleukid dengan Zeus Olympus pada sisi belakang mata uang tetradrachme Antiokhia.


Selama masa pemerintahan wangsa Seleukid di Palestina, ada juga Imam Besar di Yerusalem; Simeon II; yang menjabat pada tahun 220-190 SM berusaha hidup dalam ajaran agama tanpa dipengaruhi oleh politik Helenisme. Hirkanus; anak Simeon II; mendukung wangsa Ptolemei memiliki konflik dengan anak Yusuf Tobiade yang mendukung wangsa Seleukid.


Simeon II digantikan oleh Onias III yang menjabat sejak 190-174 SM dan terjadi pertentangan politik di Yerusalem. Yason; saudara Onias III; membeli jabatan Imam Besar dari raja dan berakhir pada tahun 171 SM. Menelaus kemudian diangkat oleh Antiokhus IV sebagai Imam Besar pada tahun 172-161 SM. Yason kemudian memberontak terhadap Menelaus namun kalah. Golongan yang sangat berpengaruh dalam pemberontakan terhadap Antiokhus IV adalah golongan Makabe dan golongan Asidea.


Pemberontakan ini dimulai oleh Matatias pada tahun 166/165 SM dilanjutkan oleh Yudas; anaknya Matatias; yang sangat berhasil dalam misinya. Tahun 165 SM Antiokhus IV memerintahkan menteri Lisias untuk mengatasi pemberontakan Yudas, dan pada tahun 164 SM terjadi pembersihan dan pentahbisan Bait Alloh. Yudas kembali mengepung benteng Akra di Yerusalem dan membuat perjanjian damai dengan Yudea dengan pemulihan bangsa Yudea.


Golongan Asidea sudah menganggap bahwa hal ini telah sampai pada tujuan. Namun menurut Yudas dan pengikutnya masih belum. Yudas kemudian berhubungan dengan Romawi dan meninggal dalam pertempuran di sekitar Yerusalem.


Roma mulai berperan di Yudea dengan membuat perang saudara antara Demetrius I dan Aleksander Balas. Yonatan menggunakan bantuannya pada Aleksander Balas untuk meminta jabatan Imam Besar, panglima perang, gubernur provinsi, dan berbagai politik yang menguntungkan Yonatan. Berbagai permasalahan politik dan sosial yang terjadi sebelumnya menyebabkan muncul beberapa golongan seperti golongan Saduki, Farisi, Eseni, Paguyuban Qumron.


Setelah Yonathan ditangkap, maka Simon yang menjadi pemimpin golongan Makabe dan meminta kepada Demetrius II untuk membebaskan pajak di Yudea. Simon kemudian diangkat menjadi Imam Besar, penguasa, dan panglima perang. Sejak saat itu, Palestina berada di bawah kekuasaan wangsa Hasmoni. Yohanes Hirkanus I mulai berkuasa pada 135-104 SM berhasil memerdekakan Yudea dan menjadi raja dan menaklukkan Idumea dan Sikhem. Yohanes Hirkanus memiliki hubungan baik dengan Roma dan raja Ptolemei di Mesir. Beberapa raja yang kemudian berkuasa di Yudea dari wangsa Hasmoni adalah Aristobulus I (104-103 SM), Aleksander Yaneus (103-76 SM), Salome Aleksandra (76-67 SM), dan Aristobulus II.


Perebutan kekuasaan antara dua bersaudara Aristobulus II dan Hirkanus II kemudian meminta bantuan Roma untuk saling mengalahkan, sehingga mulai saat itu Roma berperan penting di tanah Yudea. Roma menjadi bangsa yang kuat dan dengan taktik penjajahannya mampu menguasai banyak daerah termasuk Yudea dan menjadi penguasa di bidang politik internasional.


Campur tangan Roma menjadi akhir kekuasaan dinasti Hasmoni yang memerintah menjadi boneka Roma dan hilangnya kemerdekaan Yudea. Hirkanus II kemudian menjadi bawahan Antipater dan kekuasaan di bawah Antonius. Setelah terjadi perang, maka Antigonus dinobatkan sebagai raja oleh orang Partia (40-37 SM).


Yudea kemudian berada di bawah kekuasaan Romawi sejak tahun 37 SM dan Antonius menjadi penguasa, namun kemudian direbut oleh Oktavianus yang menjadi penguasa tunggal dalam kekaisaran Romawi dan mendapat gelar Agustus yang mulia. Pada masa pemerintahan Oktavianus ini, Herodes mendapat posisi yang baik sehingga menjadi raja di Yudea. Herodes menguasai Yudea sampai pada tahun 4 SM dan meninggal dunia. Setelah Herodes meninggal, Agustus memutuskan bahwa Arkhelaus sebagai ethnark mendapat wilayah Yudea, Samaria, dan Idumea. Herodes Antipas sebagai tetrarkh mendapat wilayah Galilea dan Perea. Filipus juga sebagai tetrarkh berkuasa di Auranitis, Trakhoniitis, dan Iturea.


Setelah Herodes Agung meninggal dunia terjadi beberapa perubahan seperti dalam bidang perpajakan yang memuat dua macam pajak, yakni pajak langsung dan bea cukai. Muncul juga tuan-tuan tanah dan penggarap-penggarap tanah, banyaknya orang-orang miskin seperti buruh, budak, dan pengemis.


Selain itu, juga berkembang pengrajin yang diturunkan kepada anak dan para pedagang yang terkenal adalah orang-orang Kanaan. Beberapa tempat penting lain adalah Bait Alloh di Yerusalem dan Sinagoge. Sementara itu orang-orang yang berperan penting adalah Sanhedrin dan para pemimpin kerohanian seperti orang Farisi, Saduki, ahli Taurat, Imam Besar, dan lain sebagainya.


Pada masa ini juga Yesus berkarya dan hidup dalam masa pemerintahan kaisar-kaisar Romawi Agustus dan Tiberius. Informasi tentang kelahiran Yesus dalam Injil juga tidak terjadi kesamaan sehingga sulit menentukan secara tepat kapan Yesus lahir. Yesus diperkirakan berkarya selama sekitar tiga tahun. Yesus tinggal di Galilea dan sekitar Nazaret. Yesus hidup di tengah berbagai aliran seperi orang-orang Farisi, Saduki, dan ahli Taurat. Yesus disalibkan kira-kira bulan April tahun 30 atau 33 M.


Setelah kaisar Agustus meninggal, kekaisaran Romawi dipimpin oleh kaisar Tiberius (14-37 M), Caligula (37-41 M), Klaudius (41-54 M), Nero (54-68 M). Agripa diangkat oleh Klaudius menjadi raja tempat Herodes Agung dulu dan memisahkan Siria dengan Yudea dan Samaria. Perjanjian Baru mencatat bahwa Agripa adalah penganiaya orang Kristen pertama.


Setelah Agripa meninggal, Klaudius menggabungkan seluruh Palestina dan mengangkat Klaudius Kuspius Fadus sebagai wali negeri pertama. Selanjutnya adalah Tiberius Julius Aleksander (46-48), Venditus Cumanus (48-56), Antonius Feliks (52-60), Porkius Festus (60-62), Albinus (62-64), dan Gessius Florus (64-66).


Pada tahun 66 terjadi perang Yahudi pertama yang disebabkan oleh pemerintahan yang buruk dan benci masyarakat terhadap Romawi. Perang ini menghancurkan Bait Alloh di Yerusalem dan kembali dimenangkan oleh Romawi. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perang ini sangat besar yakni banyak korban nyawa, agama Yahudi tidak dipandang remeh, kehancuran Bait Alloh, Yudea menjadi provinsi yang mandiri, Yerusalem dijadikan markas besar tentara Romawi, dan banyak tanah yang disita dan diberikan pada orang Romawi.


Setelah perang Yahudi pertama keadaan politik Roma sangat maju dan makmur, Palestina mengalami perubahan kependudukan, sebutan orang Farisi mulai menghilang digantikan istilah para rabi, di Yamnia didirikan mahkamah dan penetapan kanon Perjanjian Lama, Sinagoge mendapat tempat yang lebih luas. Pada tahun 115-117 terjadi pemberontakan kembali yang disebut Perang Quietus di Kirene, Siprus Mesir, dan Mesopotamia dan diperkirakan hingga Palestina.


Pemberontakan Bar Kokhba yang terjadi pada tahun 132-135 disebabkan oleh masalah politik seperti pendudukan tentara mempengaruhi hubungan Yudea dan Partia, ekonomi memburuk terjadi pada masa pemerintahan Hadrianus di mana para penggarap tanah selalu menjadi lebih sengsara, Hadrianus merencanakan pembangunan kembali Yerusalem menjadi kota Yunani-Romawi dengan nama Aelia Capitolina, Hadrianus melarang sunat, Hadrianus menarik janji membangun Bait Alloh, dan golongan Yahudi yang membantu politik Helenis Hadrianus dan golongan yang pro-Roma. Tokoh pemimpin Yahudi yang memimpin pemberontakan ini adalah Simon bin Kosiba atau Simor Bar Kokhba yang dikaitkan dengan harapan mesianik. Bar Kokhba sangat berpengaruh dalam bidang militer, sosial, ekonomi, dan agama.


Perang ini terjadi di Galilea, Samaria, dan daerah seberang Yordan yang dimulai pada tahun 132. Pemberontakan ini kemudian dituntaskan oleh Julius Severus dan banyak korban nyawa termasuk Bar Kokhba dan rabi Aqiva. Akibat dari perang ini sangat parah sekali, yakni orang-orang Yudea banyak dijual menjadi budak, Yerusalem menjadi kota orang kafir Aelia Capitolina, orang Yudea dilarang masuk Yerusalem dengan ancaman hukuman mati, orang dilarang bersunat, dilarang menghormati hari Sabat, dilarang mempelajari Taurat, dan diusir dari Yerusalem.


Secara keseluruhan buku ini sangat bagus dan nyaman untuk dibaca dan dipelajari. Banyak informasi-informasi penting yang dimuat dalam buku ini membatu pembaca menemukan latar belakang peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dunia secara khusus bangsa Israel pada masa antar perjanjian dan pada masa Perjanjian Baru yang mempengaruhi paradigma berpikir penulis-penulis Perjanjian Baru.


Peristiwa-peristiwa yang dalam buku ini juga secara lengkap memuat sejarah-sejarah yang sangat jarang dibicarakan atau dibahas, sehingga dapat menjadi referensi sejarah yang penting. Buku ini juga tidak hanya buku sejarah yang hanya membahas sejarah berdasarkan penemuan penelitian dokumen biasa, namun juga memberi penilaian dan pertimbangan dari beberapa ayat Alkitab, secara khusus kitab Daniel dan kitab Makabe (Deuterokanonika).


Pembahasan yang diberikan sangat mendalam dan detail karena buku ini fokus pada Israel atau Palestina secara khusus Yerusalem, Yudea, dan Samaria yang cocok menjadi pengantar dalam memahami konteks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.


Selain itu, setiap peristiwa juga dijelaskan mengenai latar belakang yang memicu terjadinya peristiwa tersebut. Pembahasan yang detail dari penulis buku sangat menolong pembaca untuk memahami konteks Perjanjian Baru dengan baik, seperti dalam bidang politik, sosial, ekonomi, agama, dan pemerintahan pada masa itu.


Fokus lain dari buku ini adalah agama Yahudi dan kekristenan yang mengalami berbagai masalah dan untuk memahami perkembangan bangsa Israel selama kurun waktu tertentu selama masa intertestamental yang berpengaruh dalam Perjanjian Baru, misalnya dalam Perjanjian Baru disebutkan beberapa golongan Yahudi seperti ahli Taurat, orang Farisi, orang Saduki, dan lain sebagainya. Selain itu, pembaca juga memahami ketakutan yang dialami oleh Herodes Agung ketika mendengar Yesus Sang Mesias Raja orang Yahudi, karena Herodes Agung bukan keturunan yang sah untuk menduduki jabatan raja Yudea.


Pemilihan jangka waktu yakni dari tahun 330 SM-135 M menurut penulis sangat tepat karena Helenisme merupakan awal baru dalam sejarah yang memiliki pengaruh dalam Perjanjian Baru bahkan hingga saat ini. Helenisme yang dibawa oleh Aleksander Agung juga mempengaruhi dalam perkembangan Agama Yahudi di masa Perjanjian Baru.


Masa antar perjanjian ini menghubungkan dua masa yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang memiliki hubungan secara historis. Kesenjangan historis yang terjadi terkadang membuat orang-orang yang belajar Perjanjian Baru sedikit bingung apabila tidak mempelajari masa antar perjanjian.


Selain masa antar perjanjian, buku ini juga menyajikan tentang masa kelahiran Yesus, masa pelayanan Yesus, masa jemaat mula-mula, masa penulisan Perjanjian Baru, termasuk respon pemerintah terhadap agama Yahudi dan Kristen dan banyak hal hingga berakhir pada pemberontakan Bar Kokhba yang menolong pembaca untuk dapat memahami Perjanjian Baru dengan baik.


Buku ini lebih fokus pada sejarah-sejarah suatu peristiwa serta keadaan politik, sosial, ekonomi yang terjadi sehingga mempengaruhi kehidupan beragama masyarakat secara khusus agama Yahudi dan Kristen. Buku ini menyajikan latar belakang sosial, ekonomi, pemerintah, dan budaya yang ada pada masa Perjanjian Baru untuk membantu pembaca memahami konteks latar belakang masyarakat.


Penulis buku sangat hati-hati dalam mengutip karya-karya dari penulis lain dan sangat objektif dan sebagai contoh adalah karya Josefus. Penulis buku berani mengkritik Josefus yang terkadang melebih-lebihkan atau menonjolkan diri sendiri, seperti pada 16.2.1. (halaman 200) penulis buku menyatakan bahwa Josefus terkesan membesar-besarkan dengan melihat dari tindakan-tindakan Josefus yang tidak ingin berhubungan dengan Agripa II maupun Roma.


Selain itu dalam 9.1.1. (halaman 92) penulis buku memberikan opini mengenai Josefus dan hal-hal yang dituliskan oleh Josefus berkaitan dengan golongan Saduki tersebut dan meminta pembaca buku untuk berhati-hati dalam menerima informasi Josefus tersebut. Penulis buku juga dengan berani menyatakan bahwa tulisan Josefus keliru pada 5.1.2. (halaman 38) dalam menempatkan urutan peristiwa.


Penulis buku menggunakan berbagai referensi yang mendukung untuk menentukan tahun-tahun peristiwa yang terjadi atau alasan-alasan suatu peristiwa, sehingga buku ini memberikan banyak pandangan berpikir yang membantu pembaca menemukan berbagai pertimbangan untuk mempercayai suatu hasil analisis dari berbagai penulis dan pembaca dapat membuat analisis sendiri berdasarkan analisis beberapa penulis.


Buku ini juga memuat banyak pertimbangan berdasarkan keterangan dari Perjanjian Lama dan Deuterokanonika seperti kitab Daniel dan Makabe. Penulis buku menceritakan peristiwa sejarah dengan sangat apik, sehingga semua bagian dijelaskan dengan berbagai alasan. Penulis buku terlihat sangat netral dan tidak memihak pada satu golongan atau satu sisi sehingga hasil analisis penulis bersifat objektif.


Penulis buku secara jujur menyatakan apabila informasi yang disajikan dapat saja salah atau pembaca diingatkan untuk berhati-hati menerima informasi, atau bahkan menyatakan bahwa tidak ada informasi-informasi yang mendukung suatu pernyataan. Misalnya pada Bab 9 tentang beberapa golongan terkemuka dan perkembangan golongan-golongan tersebut seperti golongan Saduki, Farisi, Eseni, dan Paguyuban Qumron yang dinyatakan oleh penulis buku bahwa tidak dapat dipastikan sejarah awal munculnya golongan-golongan ini. Namun penulis buku sangat berusaha untuk dapat memberikan jawaban yang memuaskan dengan memberikan beberapa kemungkinan-kemungkinan yang bisa menjadi bahan pertimbangan pembaca untuk menemukan dan menganalis informasi yang salah atau tidak lengkap.


Beberapa peristiwa dipaparkan dengan tidak sistematis dan terkadang membingungkan bagi pembaca, terutama apabila tidak dapat menemukan benang merah antara berbagai peristiwa. Namun kelemahan buku ini ditolong oleh rangkuman peristiwa pada bagian akhir buku yakni rangkuman peristiwa sejarah yang ada dalam buku, sehingga meskipun beberapa bagian tidak dijelaskan dengan berurutan, namun tetap dapat dipahami. Menurut penulis pribadi, bagian ini penting dalam sebuah buku sejarah. Karena tidak semua dapat memahami runtutan peristiwa sejarah panjang dengan sangat baik, karena itu adanya rangkuman peristiwa di akhir buku dapat membantu para pembaca untuk dapat memahami rentetan peristiwa dengan baik termasuk juga kesejajaran peristiwa satu dengan yang lain.


Beberapa istilah-istilah bahasa Indonesia sulit yang tidak dijelaskan, sehingga sambil membaca harus sambil mencari tahu dari sumber lain misalnya istilah wangsa dan beberapa istilah lain yang tidak familiar. Namun menurut penulis, beberapa kata yang tidak familiar ini justru membuat pembaca merasa penasaran dan mencari tahu lebih banyak tentang banyak hal. Istilah yang tidak familiar ini membuat pembaca tidak terpaku pada satu buku bacaan, namun lebih banyak mencari tahu dari banyak sumber dan membantu pembaca untuk mempelajari banyak hal. Pada Bab-bab terakhir buku ini juga semakin sedikit memberikan informasi dan pembahasan.


Peta di muat pada bagian akhir buku dan hanya berwarna hitam putih. Peta yang tanpa warna sangat tidak menarik pembaca dan peta yang dimuat juga hanya ada empat. Peta yang di muat tidak memuat peta pada masa Aleksander Agung memerintah yang merupakan awal dari segala sesuatu dalam buku ini dimulai. Peta wilayah kekuasaan Aleksander Agung menurut penulis sangat penting, karena dengan informasi itu para pembaca dapat mengenal dengan baik wilayah kekuasaan Aleksander Agung dan pembagian wilayah pada masa setelah Aleksander Agung meninggal. Peta pembagian wilayah kerajaan Yunani setelah Aleksander Agung tidak dicantumkan dan peta kekaisaran Romawi tanpa nama tempat, sehingga tidak semua informasi yang dibutuhkan oleh pembaca ditemukan dalam buku ini dan informasi pendukung seperti peta sangat perlu untuk membantu pembaca memahami buku dengan baik.


Penulis secara pribadi memberi saran bagi penerbit untuk memperhatikan informasi tambahan seperti ini. Karena peta merupakan informasi pendukung yang sangat penting dalam berbagai peristiwa sejarah. Informasi-informasi sumber data yang digunakan oleh penulis buku di muat secara lengkap di bagian pendahuluan dan footnote. Menurut penulis sendiri, informasi seperti ini sangat penting, mengingat bahwa buku yang ditulis berkaitan dengan sejarah yang rumit. Sehingga apabila pembaca merasa kurang masuk akal atau ingin mencari informasi lebih, dapat menelusuri sumber-sumber yang digunakan oleh penulis buku. Informasi-informasi yang digunakan juga sangat berkualitas.


Bibliografi

Judul Buku: Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba: Sejarah Israel dari + 330 SM-135 M 

Judul Asli: Geschiedenis van Israel van Aleksander de Grote tot Bar Kochba

Nama Penulis: Prof. Dr. H. Jagersma

Penerjemah: Soeparto Poerbo

Tebal: xiv+276 hlm

Genre: Sejarah

Cetakan: VI, 2016

ISBN: 978-979-415-634-6

Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi: Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim

Kalau ada buku yang amat mempengaruhi saya untuk segera menulis adalah buku yang tengah saya buat resensinya ini, ada begitu banyak alasan mengapa buku ini juga yang telah memberikan sentuhan tersendiri bagi saya tatkala menikmati dan mencoba tenggelam dalam lautan buku-buku yang berkutat tentang masalah identitas keislaman seseorang di tengah masyarakat atau masyarakat itu sendiri yang tengah bertransformasi menuju masyarakat I slami. Identitas selalu menjadi kebangg a an tiap orang, identitas yang meliputi simbol, slogan-slogan, bendera, dan lain-lain tanpa jelas bagaimana hakikatnya yang kabur atau bahkan merupakan simbol-simbol yang merupakan penghinaan terhadap agama All o h dan R o sulNya . Buku yang berjudul “Saksikan b ahwa Aku Seorang Muslim ” ini menurut yang menulisnya , yakni Salim A. Fillah pada mulanya merupakan karya pertama yang ia buat sebelum karya-karya lain muncul dan berinduk pada buku ini. Mungkin bagi sebagian pembaca yang telah lebih dahulu membaca b

Resensi: Sejarah Peradaban Islam

Buku Sejarah Per a daban Islam yang dikarang oleh Dr. Badri Yatim , MA ini membahas sejarah perkembangan atau peradaban Islam mulai zaman klasik (Nabi Muhammad), pertengahan (Khulafaurr o syidin dan tabi’in), dan modern (saat ini). Pada masa klasik, peran b angsa Arab sangat dominan , sebab memang Islam lahir di Arab. Pada masa pertengahan , muncul tiga kerajaan besar yang mewakili tiga kawasan budaya, yaitu Kerajaan ‘ U t smani di Turki, kerajaan S y afawi di Persia, dan kerajaan Mugh o l di India. Pembahasan pada masa pertengahan ini dititikberatkan pada persaingan politik yang terjadi. Pada masa modern , yang dibahas adalah kerajaan Islam di Nusantara (Indonesia). Perlu diketahui bahwa pembahasan kerajaan Islam di Indonesia walaupun mendapat porsi besar di dalam buku ini tetapi sebenarnya Islam di Indonesia belum termasuk dalam satu kesatuan kajian sejarah peradaban Islam. Buku menitikberatkan pada masalah percaturan politik karena politik adalah salah satu ikon penting adan

Resensi: Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri

Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia adalah Mesir. Demikian tertulis dalam buku sejarah kemerdekaan Indonesia. Tapi, buku-buku sejarah umumnya tak menjelaskan lebih lanjut, mengapa dan bagaimana Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan dari negara lain, merupakan syarat penting berdirinya sebuah negara. Dan untuk itu, bangsa ini pantas berterima kasih kepada tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin. Sebab, merekalah yang melobi agar pemerintahnya mendukung kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Ikhwanul Muslimin yang saat itu jaringannya telah tersebar, juga menggalang dukungan negara-negara Arab lainnya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Dan setelah Mesir, negara-negara Timur Tengah lain pun mendukung kemerdekaan Indonesia. Para pemimpin Mesir dan negara-negara Arab saat itu, bahkan membentuk Panitia Pembela Indonesia. Mereka mendorong pembahasan soal isu Indonesia di berbagai lembaga internasional, seperti Perserikatan Bangsa-bangsa dan Liga Arab. Dal