“Setiap bangsa yang ingin
menguasai dunia, pasti akan memasukkan Baitul Maqdis dalam daftar wilayah
taklukkannya.” —Prof. Abd al-Fattah al-Awaisi
Buku ini secara singkat menceritakan sejarah dunia secara khusus Israel
yang dimulai dengan masa pemerintahan Aleksander Agung yang dikenal dengan masa
Helenisme. Aleksander Agung yang memerintah selama 10 tahun membawa perubahan
besar dalam sejarah dunia. Masa Helenisme ini ditandai dengan tingginya tempat
bagi bahasa Yunani dan peradaban Yunani dalam kehidupan masyarakat.
Aleksander Agung menaklukkan banyak daerah seperti Palestina, Siria,
Mesir, hingga India. Kebijakan politik dan ekonomi yang dilakukan oleh Aleksander
Agung untuk memberikan kesejahteraan bagi kerajaannya.
Setelah Aleksander Agung meninggal, tahtanya kemudian diperebutkan oleh
para diadokh selama kurang lebih 22 tahun yakni dari tahun 323-301 SM sehingga
terbagi menjadi 3 bagian yakni negara wangsa Ptolemei, negara wangsa Seleukid
di Siria-Palestina, negara wangsa Antigonid di bagian Eropa.
Wangsa Ptolemei berkuasa sejak tahun 301-198 SM di Mesir. Orang-orang
yang berkuasa pada masa kekuasaan wangsa Ptolemei adalah Ptolemeus I Soter
(323-283 SM) berkuasa dan berpengaruh pada bidang sosial dan ekonomi yang
menjadi negara terkaya di Asia Barat Daya pada abad ke-3 SM dengan berbagai
politik yang dijalankan untuk memperkokoh kedudukan di Palestina dalam bidang
militer dan ekonomi. Ptolemeus II Filadelfus (283-246 SM) membawa wangsa
Ptolemei pada puncak kejayaan dan pada masa pemerintahan raja ini terjadi
perang Siria pertama (274-272 SM) dan perang Siria kedua (260-241 SM) yang
berdampak sangat besar dalam bidang ekonomi dan sosial di Palestina.
Ptolemeus III Euergetes (246-241 SM) dan pada masa pemerintahan
Ptolemeus III terjadi Perang Siria yang ketiga (246-241 SM) dan membuat Onias
II Imam di Yerusalem tidak mau membayar upeti kepada raja Ptolemeus III dan
ditengahi oleh Yusuf anak Tobiade yang kemudian berpengaruh besar sebagai
pelopor Helenisme di Yerusalem.
Ptolemeus IV Filopator (221-204 SM) tidak memiliki pengaruh besar
karena kekuasaan berada di tangan Perdana Menteri Sosibus dan terjadi perang
Siria keempat (221-217 SM) yang dimenangkan oleh Ptolemeus, namun Antiokhus III
dibiarkan pergi. Pada masa perang Siria keempat ini warga Palestina mengalami
penderitaan karena perang tersebut.
Ptolemeus V Epifanes (204-180 SM) naik tahta pada usia lima tahun dan
pada masa ini Antiokhus III mengalami kesuksesan dalam perebutan wilayah
termasuk Palestina dan Ptolemei tidak melawan. Perang Siria kelima (202-198 SM)
ini menyebabkan kerusakan parah Bait Alloh. Dan setelah perang Siria kelima ini,
maka berakhirlah kekuasaan Ptolemei di Palestina.
Palestina kemudian berada di bawah pemerintahan wangsa Seleukid sejak
tahun 198-175 SM. Pada masa Antiokhus III (222-187 SM), ia berkuasa di Roma secara politik, dan Roma menang melawan Antiokhus III di Magnesia pada 190
SM.
Kekalahan ini membuat Antiokhus III sangat rugi dalam berbagai aspek
sehingga mengharuskan untuk merampok uang-uang kuil dan dibunuh oleh
masyarakat. Seleukus IV Filipator memerintah untuk mengatasi persoalan yang ada
dan meninggal, sehingga digantikan oleh saudaranya; Antiokhus IV Epifanes.
Antiokhus IV Epifanes berkuasa sejak tahun 175-164 SM yang merupakan pengganti
yang tidak sah dengan persetujuan Romawi.
Antiokhus IV kemudian berperang melawan Mesir. Namun di suruh oleh
Romawi untuk meninggalkan Mesir. Pada masa pemerintahan ini terjadi pembaruan, yakni Antiokhus IV memberi dirinya kultus theos epiphanes dan mengganti gambar
Apolos Seleukid dengan Zeus Olympus pada sisi belakang mata uang tetradrachme
Antiokhia.
Selama masa pemerintahan wangsa Seleukid di Palestina, ada juga Imam
Besar di Yerusalem; Simeon II; yang menjabat pada tahun 220-190 SM berusaha
hidup dalam ajaran agama tanpa dipengaruhi oleh politik Helenisme. Hirkanus; anak Simeon II; mendukung wangsa Ptolemei memiliki konflik dengan anak Yusuf
Tobiade yang mendukung wangsa Seleukid.
Simeon II digantikan oleh Onias III yang menjabat sejak 190-174 SM dan
terjadi pertentangan politik di Yerusalem. Yason; saudara Onias III; membeli
jabatan Imam Besar dari raja dan berakhir pada tahun 171 SM. Menelaus kemudian
diangkat oleh Antiokhus IV sebagai Imam Besar pada tahun 172-161 SM. Yason kemudian
memberontak terhadap Menelaus namun kalah. Golongan yang sangat berpengaruh
dalam pemberontakan terhadap Antiokhus IV adalah golongan Makabe dan golongan
Asidea.
Pemberontakan ini dimulai oleh Matatias pada tahun 166/165 SM
dilanjutkan oleh Yudas; anaknya Matatias; yang sangat berhasil dalam misinya.
Tahun 165 SM Antiokhus IV memerintahkan menteri Lisias untuk mengatasi
pemberontakan Yudas, dan pada tahun 164 SM terjadi pembersihan dan pentahbisan
Bait Alloh. Yudas kembali mengepung benteng Akra di Yerusalem dan membuat
perjanjian damai dengan Yudea dengan pemulihan bangsa Yudea.
Golongan Asidea sudah menganggap bahwa hal ini telah sampai pada
tujuan. Namun menurut Yudas dan pengikutnya masih belum. Yudas kemudian
berhubungan dengan Romawi dan meninggal dalam pertempuran di sekitar
Yerusalem.
Roma mulai berperan di Yudea dengan membuat perang saudara antara
Demetrius I dan Aleksander Balas. Yonatan menggunakan bantuannya pada Aleksander
Balas untuk meminta jabatan Imam Besar, panglima perang, gubernur provinsi, dan
berbagai politik yang menguntungkan Yonatan. Berbagai permasalahan politik dan
sosial yang terjadi sebelumnya menyebabkan muncul beberapa golongan seperti
golongan Saduki, Farisi, Eseni, Paguyuban Qumron.
Setelah Yonathan ditangkap, maka Simon yang menjadi pemimpin golongan
Makabe dan meminta kepada Demetrius II untuk membebaskan pajak di Yudea. Simon
kemudian diangkat menjadi Imam Besar, penguasa, dan panglima perang. Sejak saat itu, Palestina berada di bawah kekuasaan wangsa Hasmoni. Yohanes Hirkanus I
mulai berkuasa pada 135-104 SM berhasil memerdekakan Yudea dan menjadi raja dan
menaklukkan Idumea dan Sikhem. Yohanes Hirkanus memiliki hubungan baik dengan
Roma dan raja Ptolemei di Mesir. Beberapa raja yang kemudian berkuasa di Yudea
dari wangsa Hasmoni adalah Aristobulus I (104-103 SM), Aleksander Yaneus
(103-76 SM), Salome Aleksandra (76-67 SM), dan Aristobulus II.
Perebutan kekuasaan antara dua bersaudara Aristobulus II dan Hirkanus
II kemudian meminta bantuan Roma untuk saling mengalahkan, sehingga mulai saat
itu Roma berperan penting di tanah Yudea. Roma menjadi bangsa yang kuat dan
dengan taktik penjajahannya mampu menguasai banyak daerah termasuk Yudea dan
menjadi penguasa di bidang politik internasional.
Campur tangan Roma menjadi akhir kekuasaan dinasti Hasmoni yang
memerintah menjadi boneka Roma dan hilangnya kemerdekaan Yudea. Hirkanus II
kemudian menjadi bawahan Antipater dan kekuasaan di bawah Antonius. Setelah
terjadi perang, maka Antigonus dinobatkan sebagai raja oleh orang Partia (40-37
SM).
Yudea kemudian berada di bawah kekuasaan Romawi sejak tahun 37 SM dan
Antonius menjadi penguasa, namun kemudian direbut oleh Oktavianus yang menjadi
penguasa tunggal dalam kekaisaran Romawi dan mendapat gelar Agustus yang mulia.
Pada masa pemerintahan Oktavianus ini, Herodes mendapat posisi yang baik
sehingga menjadi raja di Yudea. Herodes menguasai Yudea sampai pada tahun 4 SM
dan meninggal dunia. Setelah Herodes meninggal, Agustus memutuskan bahwa
Arkhelaus sebagai ethnark mendapat wilayah Yudea, Samaria, dan Idumea. Herodes
Antipas sebagai tetrarkh mendapat wilayah Galilea dan Perea. Filipus juga
sebagai tetrarkh berkuasa di Auranitis, Trakhoniitis, dan Iturea.
Setelah Herodes Agung meninggal dunia terjadi beberapa perubahan
seperti dalam bidang perpajakan yang memuat dua macam pajak, yakni pajak
langsung dan bea cukai. Muncul juga tuan-tuan tanah dan penggarap-penggarap
tanah, banyaknya orang-orang miskin seperti buruh, budak, dan pengemis.
Selain itu, juga berkembang pengrajin yang diturunkan kepada anak dan
para pedagang yang terkenal adalah orang-orang Kanaan. Beberapa tempat penting
lain adalah Bait Alloh di Yerusalem dan Sinagoge. Sementara itu orang-orang
yang berperan penting adalah Sanhedrin dan para pemimpin kerohanian seperti
orang Farisi, Saduki, ahli Taurat, Imam Besar, dan lain sebagainya.
Pada masa ini juga Yesus berkarya dan hidup dalam masa pemerintahan
kaisar-kaisar Romawi Agustus dan Tiberius. Informasi tentang kelahiran Yesus
dalam Injil juga tidak terjadi kesamaan sehingga sulit menentukan secara tepat
kapan Yesus lahir. Yesus diperkirakan berkarya selama sekitar tiga tahun. Yesus
tinggal di Galilea dan sekitar Nazaret. Yesus hidup di tengah berbagai aliran
seperi orang-orang Farisi, Saduki, dan ahli Taurat. Yesus disalibkan kira-kira
bulan April tahun 30 atau 33 M.
Setelah kaisar Agustus meninggal, kekaisaran Romawi dipimpin oleh
kaisar Tiberius (14-37 M), Caligula (37-41 M), Klaudius (41-54 M), Nero (54-68
M). Agripa diangkat oleh Klaudius menjadi raja tempat Herodes Agung dulu dan
memisahkan Siria dengan Yudea dan Samaria. Perjanjian Baru mencatat bahwa
Agripa adalah penganiaya orang Kristen pertama.
Setelah Agripa meninggal, Klaudius menggabungkan seluruh Palestina dan
mengangkat Klaudius Kuspius Fadus sebagai wali negeri pertama. Selanjutnya
adalah Tiberius Julius Aleksander (46-48), Venditus Cumanus (48-56), Antonius
Feliks (52-60), Porkius Festus (60-62), Albinus (62-64), dan Gessius Florus
(64-66).
Pada tahun 66 terjadi perang Yahudi pertama yang disebabkan oleh
pemerintahan yang buruk dan benci masyarakat terhadap Romawi. Perang ini
menghancurkan Bait Alloh di Yerusalem dan kembali dimenangkan oleh Romawi.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perang ini sangat besar yakni banyak korban
nyawa, agama Yahudi tidak dipandang remeh, kehancuran Bait Alloh, Yudea menjadi
provinsi yang mandiri, Yerusalem dijadikan markas besar tentara Romawi, dan
banyak tanah yang disita dan diberikan pada orang Romawi.
Setelah perang Yahudi pertama keadaan politik Roma sangat maju dan
makmur, Palestina mengalami perubahan kependudukan, sebutan orang Farisi mulai
menghilang digantikan istilah para rabi, di Yamnia didirikan mahkamah dan
penetapan kanon Perjanjian Lama, Sinagoge mendapat tempat yang lebih luas. Pada
tahun 115-117 terjadi pemberontakan kembali yang disebut Perang Quietus di
Kirene, Siprus Mesir, dan Mesopotamia dan diperkirakan hingga Palestina.
Pemberontakan Bar Kokhba yang terjadi pada tahun 132-135 disebabkan
oleh masalah politik seperti pendudukan tentara mempengaruhi hubungan Yudea dan
Partia, ekonomi memburuk terjadi pada masa pemerintahan Hadrianus di mana para
penggarap tanah selalu menjadi lebih sengsara, Hadrianus merencanakan
pembangunan kembali Yerusalem menjadi kota Yunani-Romawi dengan nama Aelia Capitolina,
Hadrianus melarang sunat, Hadrianus menarik janji membangun Bait Alloh, dan
golongan Yahudi yang membantu politik Helenis Hadrianus dan golongan yang
pro-Roma. Tokoh pemimpin Yahudi yang memimpin pemberontakan ini adalah Simon
bin Kosiba atau Simor Bar Kokhba yang dikaitkan dengan harapan mesianik. Bar
Kokhba sangat berpengaruh dalam bidang militer, sosial, ekonomi, dan
agama.
Perang ini terjadi di Galilea, Samaria, dan daerah seberang Yordan yang
dimulai pada tahun 132. Pemberontakan ini kemudian dituntaskan oleh Julius
Severus dan banyak korban nyawa termasuk Bar Kokhba dan rabi Aqiva. Akibat dari
perang ini sangat parah sekali, yakni orang-orang Yudea banyak dijual menjadi
budak, Yerusalem menjadi kota orang kafir Aelia Capitolina, orang Yudea
dilarang masuk Yerusalem dengan ancaman hukuman mati, orang dilarang bersunat,
dilarang menghormati hari Sabat, dilarang mempelajari Taurat, dan diusir dari
Yerusalem.
Secara keseluruhan buku ini sangat bagus dan nyaman untuk dibaca dan dipelajari. Banyak informasi-informasi penting yang dimuat dalam buku ini membatu pembaca menemukan latar belakang peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dunia secara khusus bangsa Israel pada masa antar perjanjian dan pada masa Perjanjian Baru yang mempengaruhi paradigma berpikir penulis-penulis Perjanjian Baru.
Peristiwa-peristiwa yang dalam buku ini juga secara lengkap memuat
sejarah-sejarah yang sangat jarang dibicarakan atau dibahas, sehingga dapat
menjadi referensi sejarah yang penting. Buku ini juga tidak hanya buku sejarah
yang hanya membahas sejarah berdasarkan penemuan penelitian dokumen biasa,
namun juga memberi penilaian dan pertimbangan dari beberapa ayat Alkitab,
secara khusus kitab Daniel dan kitab Makabe (Deuterokanonika).
Pembahasan yang diberikan sangat mendalam dan detail karena buku ini
fokus pada Israel atau Palestina secara khusus Yerusalem, Yudea, dan Samaria
yang cocok menjadi pengantar dalam memahami konteks Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru.
Selain itu, setiap peristiwa juga dijelaskan mengenai latar belakang
yang memicu terjadinya peristiwa tersebut. Pembahasan yang detail dari penulis
buku sangat menolong pembaca untuk memahami konteks Perjanjian Baru dengan
baik, seperti dalam bidang politik, sosial, ekonomi, agama, dan pemerintahan
pada masa itu.
Fokus lain dari buku ini adalah agama Yahudi dan kekristenan yang
mengalami berbagai masalah dan untuk memahami perkembangan bangsa Israel selama
kurun waktu tertentu selama masa intertestamental yang berpengaruh dalam
Perjanjian Baru, misalnya dalam Perjanjian Baru disebutkan beberapa golongan
Yahudi seperti ahli Taurat, orang Farisi, orang Saduki, dan lain sebagainya.
Selain itu, pembaca juga memahami ketakutan yang dialami oleh Herodes Agung
ketika mendengar Yesus Sang Mesias Raja orang Yahudi, karena Herodes Agung
bukan keturunan yang sah untuk menduduki jabatan raja Yudea.
Pemilihan jangka waktu yakni dari tahun 330 SM-135 M menurut penulis
sangat tepat karena Helenisme merupakan awal baru dalam sejarah yang memiliki
pengaruh dalam Perjanjian Baru bahkan hingga saat ini. Helenisme yang dibawa
oleh Aleksander Agung juga mempengaruhi dalam perkembangan Agama Yahudi di masa
Perjanjian Baru.
Masa antar perjanjian ini menghubungkan dua masa yakni Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru yang memiliki hubungan secara historis. Kesenjangan
historis yang terjadi terkadang membuat orang-orang yang belajar Perjanjian
Baru sedikit bingung apabila tidak mempelajari masa antar perjanjian.
Selain masa antar perjanjian, buku ini juga menyajikan tentang masa
kelahiran Yesus, masa pelayanan Yesus, masa jemaat mula-mula, masa penulisan
Perjanjian Baru, termasuk respon pemerintah terhadap agama Yahudi dan Kristen
dan banyak hal hingga berakhir pada pemberontakan Bar Kokhba yang menolong
pembaca untuk dapat memahami Perjanjian Baru dengan baik.
Buku ini lebih fokus pada sejarah-sejarah suatu peristiwa serta keadaan
politik, sosial, ekonomi yang terjadi sehingga mempengaruhi kehidupan beragama
masyarakat secara khusus agama Yahudi dan Kristen. Buku ini menyajikan latar
belakang sosial, ekonomi, pemerintah, dan budaya yang ada pada masa Perjanjian
Baru untuk membantu pembaca memahami konteks latar belakang masyarakat.
Penulis buku sangat hati-hati dalam mengutip karya-karya dari penulis
lain dan sangat objektif dan sebagai contoh adalah karya Josefus. Penulis buku
berani mengkritik Josefus yang terkadang melebih-lebihkan atau menonjolkan diri
sendiri, seperti pada 16.2.1. (halaman 200) penulis buku menyatakan bahwa
Josefus terkesan membesar-besarkan dengan melihat dari tindakan-tindakan
Josefus yang tidak ingin berhubungan dengan Agripa II maupun Roma.
Selain itu dalam 9.1.1. (halaman 92) penulis buku memberikan opini
mengenai Josefus dan hal-hal yang dituliskan oleh Josefus berkaitan dengan
golongan Saduki tersebut dan meminta pembaca buku untuk berhati-hati dalam
menerima informasi Josefus tersebut. Penulis buku juga dengan berani menyatakan
bahwa tulisan Josefus keliru pada 5.1.2. (halaman 38) dalam menempatkan urutan
peristiwa.
Penulis buku menggunakan berbagai referensi yang mendukung untuk
menentukan tahun-tahun peristiwa yang terjadi atau alasan-alasan suatu
peristiwa, sehingga buku ini memberikan banyak pandangan berpikir yang membantu
pembaca menemukan berbagai pertimbangan untuk mempercayai suatu hasil analisis
dari berbagai penulis dan pembaca dapat membuat analisis sendiri berdasarkan
analisis beberapa penulis.
Buku ini juga memuat banyak pertimbangan berdasarkan keterangan dari
Perjanjian Lama dan Deuterokanonika seperti kitab Daniel dan Makabe. Penulis
buku menceritakan peristiwa sejarah dengan sangat apik, sehingga semua bagian
dijelaskan dengan berbagai alasan. Penulis buku terlihat sangat netral dan
tidak memihak pada satu golongan atau satu sisi sehingga hasil analisis penulis
bersifat objektif.
Penulis buku secara jujur menyatakan apabila informasi yang disajikan
dapat saja salah atau pembaca diingatkan untuk berhati-hati menerima informasi,
atau bahkan menyatakan bahwa tidak ada informasi-informasi yang mendukung suatu
pernyataan. Misalnya pada Bab 9 tentang beberapa golongan terkemuka dan
perkembangan golongan-golongan tersebut seperti golongan Saduki, Farisi, Eseni,
dan Paguyuban Qumron yang dinyatakan oleh penulis buku bahwa tidak dapat dipastikan
sejarah awal munculnya golongan-golongan ini. Namun penulis buku sangat
berusaha untuk dapat memberikan jawaban yang memuaskan dengan memberikan
beberapa kemungkinan-kemungkinan yang bisa menjadi bahan pertimbangan pembaca
untuk menemukan dan menganalis informasi yang salah atau tidak lengkap.
Beberapa peristiwa dipaparkan dengan tidak sistematis dan terkadang
membingungkan bagi pembaca, terutama apabila tidak dapat menemukan benang merah
antara berbagai peristiwa. Namun kelemahan buku ini ditolong oleh rangkuman
peristiwa pada bagian akhir buku yakni rangkuman peristiwa sejarah yang ada
dalam buku, sehingga meskipun beberapa bagian tidak dijelaskan dengan
berurutan, namun tetap dapat dipahami. Menurut penulis pribadi, bagian ini
penting dalam sebuah buku sejarah. Karena tidak semua dapat memahami runtutan
peristiwa sejarah panjang dengan sangat baik, karena itu adanya rangkuman
peristiwa di akhir buku dapat membantu para pembaca untuk dapat memahami
rentetan peristiwa dengan baik termasuk juga kesejajaran peristiwa satu dengan
yang lain.
Beberapa istilah-istilah bahasa Indonesia sulit yang tidak dijelaskan,
sehingga sambil membaca harus sambil mencari tahu dari sumber lain misalnya
istilah wangsa dan beberapa istilah lain yang tidak familiar. Namun menurut
penulis, beberapa kata yang tidak familiar ini justru membuat pembaca merasa
penasaran dan mencari tahu lebih banyak tentang banyak hal. Istilah yang tidak
familiar ini membuat pembaca tidak terpaku pada satu buku bacaan, namun lebih
banyak mencari tahu dari banyak sumber dan membantu pembaca untuk mempelajari
banyak hal. Pada Bab-bab terakhir buku ini juga semakin sedikit memberikan
informasi dan pembahasan.
Peta di muat pada bagian akhir buku dan hanya berwarna hitam putih.
Peta yang tanpa warna sangat tidak menarik pembaca dan peta yang dimuat juga
hanya ada empat. Peta yang di muat tidak memuat peta pada masa Aleksander Agung
memerintah yang merupakan awal dari segala sesuatu dalam buku ini dimulai. Peta
wilayah kekuasaan Aleksander Agung menurut penulis sangat penting, karena
dengan informasi itu para pembaca dapat mengenal dengan baik wilayah kekuasaan Aleksander
Agung dan pembagian wilayah pada masa setelah Aleksander Agung meninggal. Peta
pembagian wilayah kerajaan Yunani setelah Aleksander Agung tidak dicantumkan
dan peta kekaisaran Romawi tanpa nama tempat, sehingga tidak semua informasi
yang dibutuhkan oleh pembaca ditemukan dalam buku ini dan informasi pendukung
seperti peta sangat perlu untuk membantu pembaca memahami buku dengan
baik.
Penulis secara pribadi memberi saran bagi penerbit untuk memperhatikan
informasi tambahan seperti ini. Karena peta merupakan informasi pendukung yang
sangat penting dalam berbagai peristiwa sejarah. Informasi-informasi sumber
data yang digunakan oleh penulis buku di muat secara lengkap di bagian
pendahuluan dan footnote. Menurut penulis sendiri, informasi seperti ini sangat
penting, mengingat bahwa buku yang ditulis berkaitan dengan sejarah yang rumit. Sehingga apabila pembaca merasa kurang masuk akal atau ingin mencari informasi
lebih, dapat menelusuri sumber-sumber yang digunakan oleh penulis buku.
Informasi-informasi yang digunakan juga sangat berkualitas.
Bibliografi
Judul Buku: Dari Aleksander
Agung sampai Bar Kokhba: Sejarah Israel dari + 330 SM-135 M
Judul Asli: Geschiedenis van
Israel van Aleksander de Grote tot Bar Kochba
Nama Penulis: Prof. Dr. H. Jagersma
Penerjemah: Soeparto Poerbo
Tebal: xiv+276 hlm
Genre: Sejarah
Cetakan: VI, 2016
ISBN: 978-979-415-634-6
Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta
Komentar
Posting Komentar