Resensi: Ensiklopedia Adab Penuntut Ilmu


Fenomena pelajar adalah belajar sungguh-sungguh tetapi banyak yang tidak mendapat manfaat dan faidah dari ilmu disebabkan kesalahan dalam cara menuntut ilmu dan meninggalkan syarat-syaratnya.

Guru kami; Syaikhul Islam Burhanuddin ra.; penulis kitab Al-Hidayah menceritakan, bahwa salah seorang imam di Bukhoro duduk dalam sebuah majelis pengajaran. Imam tersebut terkadang berdiri di tengah-tengah pelajaran yang ia sampaikan, maka murid-muridnya menanyakan tentang hal itu. Dia menjawab, “Sesungguhnya putra dari guruku sedang bermain-main bersama anak-anak lainnya di jalan ini. Terkadang dia datang sampai di pintu masjid ini. Maka setiap kali aku melihatnya, aku berdiri sebagai bentuk penghormatanku terhadap guruku.” (h.419)

Jika berbicara tentang adab belajar atau adab pembelajar, umumnya kita akan menyebut kitab “Ta’lim Al-Muta’allim” karya Imam Az-Zarnuji. Ada hal yang mengejutkan ketika menelaah kitab tersebut,

“Dikatakan bahwa tujuh puluh tabib telah bersepakat, bahwa mudah lupa itu karena banyaknya lendir dahak. Banyaknya lendir dahak disebabkan oleh banyak minum air. Banyak minum air akibat banyak makan. Roti kering bisa menghentikan dahak. Demikian pula memakan kismis (anggur kering) sebelum sarapan. Namun sebaiknya tidak memakan kismis terlalu banyak agar tidak banyak minum yang justru akan menambah lendir dahak.” (h.450)

Membaca buku setebal 744 halaman dengan mengumpulkan tujuh kitab bertema adab belajar ini sebenarnya cukup padat. Sehingga —meski setiap halaman disertakan redaksi matan aslinya— cukup lama untuk menyelesaikan baca buku satu ini. Bukan karena melahap redaksi matan aslinya, tetapi karena setiap paragraf sarat akan pesan adab. Butuh perenungan dan waktu untuk mengendapkan semua pesan-pesan yang disajikan.

Kitab “Ensiklopedia Adab Penuntut Ilmu” ini merupakan kompilasi dari tujuh kitab terkait adab pembelajar.

Akhlaq Hamalat Al-Quran karya Imam Al-Ajurri berisi wasiat beliau untuk para penghafal Al-Quran, baik dari keutamaan penghafal Al-Quran, keutamaan mempelajari dan mengajarkan Al-Quran, keutamaan tempat yang digunakan untuk mempelajari Al-Quran, akhlak ahlul Quran, perilaku pembaca Al-Quran yang tidak untuk Alloh, akhlak orang yang mengajar Al-Quran untuk Alloh, akhlak kepada guru saat menyetor hafalan Al-Quran, adab saat tilawan, dan membaguskan suara ketika membaca Al-Quran.

Akhlaq Al-‘Ulama’ karya Imam Al-Ajurri berisi wasiat beliau tentang akhlak ulama sebagai pewaris nabi. Di dalamnya membahas terkait akhlak ulama, keutamaan ulama, sifat-sifat ulama, perilaku orang alim saat menuntut ilmu, perilaku orang alim saat duduk bersama ulama, sikap mereka saat dihadapkan dalam situasi debat, akhlak ulama dalam pergaulan sosial, akhlak mereka terhadap Robb, akhlak mereka saat terfitnah, dan ciri-ciri ulama yang ilmunya tidak bermanfaat.

Manzhumah Al-Ilbiri karya Abu Ishaq Al-Ilbiri berupa kumpulan sya’ir bertema dab pembelajar.

Ayyuhal Walad merupakan karya Imam Al-Ghozali yang cukup tebal. Berisi wasiat untuk anak (pembelajar). Seperti umumnya kitab karya Al-Ghozali, kitab ini pun sangat rinci mengupas profil pembelajar beserta akhlaknya.

Ta‘lim Al-MutaÊ»allim karya Imam Az-Zarnuji dimulai dari niat, menghormati ilmu dan sumber ilmu, kesungguhan dalam belajar, mengetahui skala prioritas ilmu, mempelajari ilmu sekaligus adabnya, mengetahui apa saja faktor penyebab lupa dan malas.

Al-Manzhumah Al-Mimiyyah karya Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami ini juga bertema adab pembelajar dalam kemasan sya’ir.

Hilyah Tholib Al-‘Ilmi karya Syaikh Bakr Abu Zaid terdiri dari tujuh pasal terkait adab pembelajar terhadap diri sendiri, kepada guru, kepada teman, dalam dunia ilmiah, metode menuntut ilmu, berorientasi amal, dan hal-hal yang harus dijauhi bagi seorang pembelajar.

Buku ini memiliki keutamaan tersendiri dari ilmu yang terdapat di dalamnya, dan layak dijadikan sebagai buku bacaan, dibaca di berbagai masjid, lembaga pendidikan untuk menanamkan adab yang baik dan akhlak yang mulia. Supaya dapat tersebar luas manfaat dari buku tersebut dan setiap orang yang membaca mendapatkan keberkahan tersendiri.

Resume buku

Bab: Akhlak Penghafal Al-Qur’an (Akhlaq Hamalat Al-Qur’an)

1. Biografi Imam Al-Ajurri

  • Nama: Al-Imam Al-Hafizh Al-Muhaddits Al-Faqih Muhammad bin Al-Husain bin ‘Abdillah Al-Baghdadi Al-Ajurri.
  • Panggilan: Abu Bakr.
  • Mazhab: Syafi’i (Ibnu Jalkan, Yaqut), Hanbali (Al-Isnawi, Abu Ya’la).
  • Karakter: tsiqoh, taat beragama, alim, aktif menulis, sangat jujur, teladan, faqih.
  • Wafat: 320 H.

2. Keutamaan penghafal Al-Qur’an:

  • Menjadi keluarga Alloh.
  • Kedudukannya di surga sesuai banyaknya bacaan maupun hafalan.
  • Tiap huruf berlipat 10 pahala.
  • Sederajat dengan para nabi, hanya saja tak diberi wahyu.
  • Dikumpulkan bersama malaikat yang mulia.
  • Jika kesulitan membacanya, mendapat dua pahala.
  • Mengkhatamkannya mendapat ciuman malaikat di antara kedua matanya.
  • Mahkota terbuat dari cahaya untuk kedua orangtuanya.

3. Keutamaan orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya:

  • Amalan utama (mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an).
  • Mempelajari satu ayat Al-Qur’an lebih baik daripada keuntungan seekor unta.

4. Keutamaan berkumpul di masjid untuk mempelajari Al-Qur’an:

  • Dinaungi sayap malaikat.
  • Dinaungi rahmat (rasa tenang).
  • Namanya akan Alloh sebut-sebut di hadapan malaikat.

5. Akhlak ahlul Qur’an:

  • Memperbaiki ketakwaan pada Alloh.
  • Bersikap waro’ dan zuhud dalam konsumsi dan kebutuhan.
  • Memahami fenomena kerusakan di sekitarnya.
  • Perhatian kepada hal-hal yang mendatangkan ridho Alloh.
  • Menjaga lisan.
  • Berbicara berdasarkan ilmu.
  • Memahami ruginya banyak tertawa.
  • Menjaga senyum kepada siapapun.
  • Tawadhu’ (rendah hati) dan dapat menahan amarah.
  • Tidak membicarakan aib orang lain dan tidak dengki.
  • Tidak usil dan sabar jika diusili.
  • Waro’ (selalu mewaspadai unsur mubah maupun makruh).
  • Qona’ah (mensyukuri segala yang Alloh berikan).
  • Berbakti dan memuliakan orangtua.
  • Mengutamakan pahala sedekah.
  • Senantiasa merajut shilaturrohim.
  • Bersikap lemah lembut kepada murid.

‘Ali bin Abi Tholib berkata kepada Iyas bin Amir, “Sesungguhnya jika engkau berumur panjang, maka akan melihat Al-Qur’an dibaca oleh tiga golongan: golongan yang membaca untuk Alloh, golongan yang membaca untuk dunia, dan golongan yang membacanya untuk berdebat. Maka seseorang akan sampai pada apa yang dikehendaki.”

6. Perilaku orang yang membaca Al-Qur’an tidak untuk Alloh:

  • Menyepelekan batasan syari’at.
  • Merasa paling hebat.
  • Angkuh dan sombong.
  • Al-Qur’an sebagai sumber pangan.
  • Diskriminasi dalam pelayanan publik.
  • Terlalu banyak tertawa dan berbicara tanpa manfaat.
  • Tidak khusyu’ saat menyimak bacaan Al-Qur’an.
  • Haus akan pujian.

7. Akhlak orang yang mengajar Al-Qur’an saat mengajar demi mengharap Alloh:

  • Rendah hati dan sopan.
  • Memuliakan para fakir.
  • Menyimak dengan baik.
  • Mengutamakan nilai kebaikan.
  • Cenderung memudahkan orang lain.
  • Tidak menjadikan murid sebagai pelayannya.

8. Akhlak orang yang menyetorkan hafalan Al-Qur’an terhadap guru penyimaknya:

  • Duduk menghadap guru dengan sikap tawadhu’.
  • Tetap bersabar jika guru merasa bosan atau marah kepada murid.
  • Menghafal dan menyetor sesuai kemampuan.
  • Jangan membuat gelisah —apalagi gusar— guru.
  • Senantiasa berterima kasih dan mendoakan kebaikan untuk guru.
  • Dahulukan memenuhi hak-hak guru dan tidak mengharuskan guru memenuhi hak-hak murid.
  • Membaca sebagaimana yang diajarkan guru.
  • Menghentikan setoran jika guru sedang terseling dengan keperluannya.

9. Adab para pembaca Al-Qur’an saat bertilawah dan hal-hal lain yang harus diketahui:

  • Bersuci dan bersiwak terlebih dahulu.
  • Membaca Al-Qur’an dengan mushaf.
  • Orang yang junub atau haid tidak boleh membaca Al-Qur’an meski satu ayat.
  • Perhatian terhadap sujud tilawah.
  • Cukup menunduk menghadap kiblat ketika mendapati ayat sajdah dalam perjalanan.
  • Membaca sekaligus mentadabburinya.
  • Membaguskan ketika membaca Al-Qur’an tanpa dibuat-buat berdasar pada kunci nada tertentu.
  • Sedapat mungkin menangis saat membaca Al-Qur’an.
  • Bacalah dengan tartil (dengan perlahan, jelas, dan jernih).
  • Sedikit tilawah dengan tadabbur lebih baik daripada banyak tanpa tadabbur.


Bab: Akhlak Ulama Pewaris Nabi (Mukhtashor Akhlaq Al-Ulama’)

1. Kitab ini ditulis oleh Imam Al-Ajurri sebagaimana kitab “Akhlak Penghafal Al-Qur’an” (Akhlaq Hamalat Al-Qur’an). Hanya saja di dalam kitab ini, sang imam disebutkan meninggal tahun 360 H di Mesir.

2. Akhlak ulama:

  • Rendah hati.
  • Membalas hinaan dengan respons baik.
  • Tidak berlebihan dalam memanfaatkan harta.
  • Tidak kikir.
  • Tidak mempersekutukan Alloh.
  • Tidak membunuh.
  • Tidak berzina.
  • Tidak memberi kesaksian palsu.
  • Menjaga kehormatan diri.

3. Hadits dan atsar tentang keutamaan para ulama di dunia maupun di akhirat:

  • Orang berilmu mendapat sholawat dari Alloh, malaikat, dan para penghuni bumi. (Riyadhush Sholihin 12/1387)
  • Dimudahkan memahami urusan agama, jika Alloh menghendaki. (Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir 6611)
  • Ilmu Alloh cabut dengan mewafatkan ulama. (Riyadhush Sholihin 17/1392)
  • Pembelajar dimudahkan Alloh menempuh jalan ke surga.
  • Pelajar dinaungi sayap-sayap malaikat.
  • Pelajar senantiasa dimintakan ampun kepada Alloh oleh para penghuni langit dan bumi. (Riyadhush Sholihin 13/1388)
  • Pelajar dilindungi Alloh sejak keluar hingga pulang. (Riyadhush Sholihin 10/1385)
  • Pahala terus mengalir bagi orang yang mengajarkan ilmu dan ilmu tersebut diamalkan. (Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir 877)

4. Sifat-sifat ulama yang Alloh karuniai kemanfaatan dengan ilmunya di dunia dan di akhirat:

  • Dalam beribadah, selalu mempersiapkan diri untuk menguatkan pelaksanaannya.
  • Selalu mengantisipasi dari hal-hal yang mendatangkan musibah.
  • Mengetahui apa-apa yang mendatangkan ketaatan.
  • Mengetahui apa saja agar dapat menghindarkan diri dari musibah.
  • Memiliki akhlak mulia dan menghindari akhlak tercela.
  • Beradab dalam bergaul, terlebih kepada sesama ulama.
  • Beradab dalam mengajar.
  • Beradab dalam berdebat.
  • Beradab dalam berfatwa.
  • Menjaga kemuliaan Alloh saat bergaul dengan penguasa.
  • Mengetahui siapa yang pantas dan tidak untuk diakrabi.
  • Dapat menjaga diri bergaul dengan orang tidak berilmu.

5. Perilaku orang alim dalam menuntut ilmu:

  • Menyadari bahwa Alloh mewajibkan beribadah, dan ibadah membutuhkan ilmu.
  • Ilmu wajib dikuasai agar tidak bodoh.
  • Ikhlas dalam menuntut ilmu.

6. Perilaku orang alim dalam mendatangi para ulama:

  • Datangi dengan penuh santun, lembut, tenang, dan beradab.
  • Memohon perlindungan Alloh atas pendengaran, penglihatan, lisan, dan nafsu.
  • Tipologi temannya dapat memberikan manfaat, memiliki derajat ilmu sama untuk saling diskusi, dan dapat mengajari jika mendapat teman yang kurang ilmunya.
  • Berusaha menghindari permusuhan.
  • Semakin bertambah ilmu, semakin berhati-hati.
  • Resah dan berusaha menyesuaikan ketika tertinggal belajar.

7. Perilaku orang alim ketika duduk bersama ulama:

  • Duduk dengan santun dan tawadhu'.
  • Tidak meninggikan suara di hadapan ulama.
  • Berterima kasih setelah mendapat ilmu.
  • Jika dimarahi ulama, carilah penyebab kemarahannya untuk segera diperbaiki.
  • Menjauhi perilaku debat.

8. Karakter orang alim apabila sudah dikenal sebagai ahli ilmu:

  • Tawadhu’.
  • Mengharap ridho Alloh.
  • Orientasinya tidak terkotori oleh keinginan penguasa.
  • Tidak berharap upah dari ilmunya.
  • Tidak diskriminasi dihadapan ilmu.
  • Lebih bersabar dalam membimbing kepada yang lambat paham.
  • Tegas kepada murid saat menyimak ilmu.
  • Tidak mempermalukan yang bertanya.
  • Menjawab setiap pertanyaan yang diketahui dengan dalil yang shohih.
  • Tidak segan atau malu berkata “aku belum tahu” jika belum dapat menjawab.
  • Tidak terjebak pada konflik.
  • Tidak segan menarik fatwa ketika disadari kesalahan fatwanya.
  • Memuji dan berterima kasih untuk siapa yang membenarkannya.
  • Rekomendasikan ahli ilmu lainnya untuk memastikan pemahamannya.
  • Meninggalkan bid’ah dan ahli bid’ah.

9. Sikap orang alim ketika dihajatkan untuk berdebat:

  • Mendebat jika keadaan mengharuskan untuk menyelesaikan masalah.
  • Senantiasa bermajelis dengan ulama.
  • Meninggalkan debat mendapat jaminan rumah di surga. (Riyadhush Sholihin 10/360)
  • Memahami kerugiannya jika debat.

10. Akhlak orang alim dan pergaulannya dengan sesama manusia:

  • Sekitarnya tidak khawatir (merasa aman) dengan keberadaannya.
  • Penjilat, congkak, penghasud, dendam, kaku, kasar, kejam, pelaknat, pengumpat, ghibah, pencela bukanlah karakter nyaman untuknya.

11. Akhlak dan sifat orang alim terhadap Robbnya:

  • Senantiasa bersyukur, berdzikir, dan tenang.
  • Merasa selalu penuh dosa.
  • Hanya butuh kepada Alloh.
  • Menghindari orang yang memalingkan diri dari Alloh.
  • Senantiasa beradab dengan adab Al-Qur’an dan Sunnah.
  • Tidak berlomba dengan ahli dunia.

12. Atsar-atsar (Indikasi) yang menunjukkan sifat-sifat para ulama:

  • Mudah bersujud dan menangis karena Alloh.
  • Tak pernah puas dengan ilmu.
  • Semakin berilmu, semakin tawadhu’.
  • Khusyu’ dan zuhud.
  • Menebarkan asa menggapai rahmat Alloh di tengah manusia.

13. Akhlak orang alim namun bodoh yang terfitnah dengan ilmunya:

  • Orientasi belajarnya untuk berbangga, saling berbantah, cari muka.
  • Meninggalkan ulama dan gembira dengan kesalahan orang lain.
  • Tak mau introspeksi diri.
  • Haus dan terlena dengan pujian.
  • Rendah diri di hadapan penguasa dan orang kaya.
  • Menjawab semua soal meski ia tidak memiliki ilmunya.

14. Ciri-ciri orang alim yang tidak bermanfaat ilmunya:

  • Cinta dunia dan takut miskin.
  • Sangat butuh kepada makhluk.
  • Selalu membalas dengan cara batil.
  • Menjauhi kewajiban sebagai Muslim.
  • Selalu iri dengan orang yang derajatnya lebih tinggi darinya.
  • Mengabaikan sikap waro’.


Bab: Manzhumah Abu Ishaq Al-Ilbiri

1. Biografi Abu Ishaq Al-Ilbiri

  • Nama: Ibrohim bin Mas’ud bin Sa’d At-Tujibi.
  • Panggilan: Abu Ishaq Al-Ilbiri.
  • Lahir: 375 H di Hisn Al-‘Uqob (salah satu Benteng Dinasti Umayah di Andalusia).
  • Profesi: penyair.
  • Wafat: diperkirakan 460 H.
  • Manzhumah ini berisi 112 bait.
  • Setiap kalimat diakhiri dengan ta’ (ت).

2. Manfaat mempelajari Manzhumah:

  • Mengetahui pokok-pokok hikmah.
  • Mengetahui tingginya kedudukan ilmu.
  • Memotivasi mencari ilmu atas kemuliaan ilmu.
  • Mengetahui sikap ahli ilmu terhadap dunia.
  • Manfaat mengamalkan ilmu.
  • Membuka informasi bekal yang dipersiapkan menuju akhirat.

3. Cara termudah menghafal matan:

  • Menyesuaikan kadar matan (3 hadits per-hari, 5 baris natsr atau prosa per-hari, 13 bait manzhumah per-hari).
  • Ulang-ulang sebanyak 20 kali selepas sholat tanpa melihat teks.

4. Pesan dari manzhumah:

  • Dunia bagaikan pengantin yang khianat (melenakan).
  • Ilmu menjadi mahkota dan penerang dalam berjalan di dunia.
  • Ilmu menjadi simpanan (amal jariyah) abadi.
  • Ilmu bagai pedang tajam untuk menebas argumen lawan.
  • Ilmu adalah harta simpanan yang tak perlu khawatir akan pencuri. Ringan dibawa, dan ada di mana-mana.
  • Ilmu makin dibagi, makin bertambah.Akan berkurang jika ditahan.
  • Manisnya ilmu membuat siapapun ketagihan belajar.
  • Orang berilmu tak tergoyah rayuan nafsu dan dunia.
  • Makanan ruh adalah ilmu.
  • Konsekuensi ilmu adalah amal.
  • Puncak ilmu adalah takwa.
  • Orang berilmu yang terjerumus penyimpangan akan menuai kebodohan dan malas.
  • Orang berilmu akan dianggap ada meski sudah tiada.
  • Terlena dari ilmu akan diterkam harta.
  • Ilmu adalah harta sejati.
  • Tulis ilmumu.
  • Orang berilmu memiliki kemuliaan di atas Raja.
  • Mohonlah selalu keampunan Alloh, berdzikir, dan jangan terjebak panjang angan-angan.
  • Kebinasaan ketika kita bertemu Robb tanpa dosa tetapi mendapat debat di Hari Perhitungan.


Bab: Ayyuhal Walad

1. Biografi Imam Al-Ghozali

  • Nama: Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thusi.
  • Panggilan: Abu Hamid Al-Ghozali.
  • Lahir: Thusi, 450 H.
  • Wafat: 14 Jumadil Akhir 505 H.

2. Wahai anakku

  • Jangan menyia-nyiakan waktu.
  • Menerima nasihat itu sulit.
  • Ilmu tanpa amal tidak akan menjadi sebab keberhasilan.
  • Begadang dalam rangka belajar tetapi bukan untuk Alloh, akan menjadi sumber malapetaka.
  • Menyibukkan diri belajar akan bermanfaat jika diniatkan untuk taqorrub kepada Alloh.
  • Ilmu dan amal adalah perpaduan kebaikan.
  • “Tiga suara yang dicintai Alloh: suara ayam jago, suara orang yang membaca Al-Quran, dan suara orang yang membaca istighfar di waktu shubuh.” (HR. Ad-Dailami)
  • Intisari ilmu adalah paham akan hakikat ketaatan dan ibadah.
  • Berhati-hatilah dengan lisan yang asal berbicara tanpa pertimbangan.
  • Empat bekal penempuh jalan menuju Alloh: memiliki keyakinan yang benar tanpa bercampur bid’ah, taubat nashuha, meminta keridhoan dari para musuh, mendapat ilmu tentang syari’ah untuk beramal.
  • Hatim Al-Ashom mendapat delapan faidah ilmu: amal sholih sebagai kekasih, menyelisihi hawa nafsu, bersedekah untuk ridho Alloh, memilih takwa dari membanggakan dunia, tidak iri dengan rezeki orang lain, menjadikan setan sebagai musuh, meyakini jatah rezeki sudah ditetapkan, dan hanya bersandar kepada Alloh.
  • Jalan menuju Alloh harus dengan bimbingan guru.
  • Syarat guru: alim, berpaling dari kecintaan terhadap dunia, mengikuti guru yang memiliki penglihatan hati sampai Rosululloh.
  • Hormati guru secara lahir dan batin.
  • Hindari berteman dengan orang yang buruk akhlak.
  • Peribadahan kepada Alloh memiliki tiga hal: menjaga perintah syari’at, ridho dengan qodho dan qodr, mendahulukan keridhoan Alloh dari keridhoan pribadi.
  • Memahami makna tawakkal; mengokohkan keyakinan kepada Alloh dalam hal-hal yang telah dijanjikan.
  • Memahami makna ikhlas; jika semua amalan untuk Alloh, hati tidak senang dengan pujian manusia, dan rak peduli dengan celaan mereka.
  • Waspadai virus riya’.
  • Jangan bertanya sebelum waktunya.
  • Perkara yang harus diingat: jangan berdebat kecuali untuk menampakkan kebenaran, hindari dari menjadi seorang pemberi nasihat kecuali telah mengamalkannya, hindarkan diri dari berinteraksi dengan penguasa, dan jangan menerima gratifikasi dari penguasa. Bermuamalahlah dengan Alloh, cintai saudara seperti mencintai diri sendiri, pelajarilah ilmu untuk memperbaiki hati, dan jangan mengumpulkan harta lebih dari kebutuhan satu tahun.

Bab: Ta’lim Al-Muta’allim

1. Biografi Imam Az-Zarnuji

  • Nama: Az-Zarnuji.
  • Panggilan: Az-Zarnuji.
  • Gelar kehormatan: Burhanul Islam.
  • Mazhab: Hanafi.

2. Fenomena pelajar: belajar sungguh-sungguh tetapi banyak yang tidak mendapat manfaat dan faidah dari ilmu disebabkan kesalahan dalam cara menuntut ilmu dan meninggalkan syarat-syaratnya.

3. Definisi ilmu: suatu sifat yang apabila dimiliki oleh seseorang maka dengannya menjadi jelas suatu perkara sebagaimana mestinya.

4. Urgensi ilmu:

  • Menuntut ilmu hukumnya wajib.
  • Ilmu hanya dimiliki umat manusia.
  • Ilmu menjadi perantara kepada kebajikan dan ketakwaan.
  • Ilmu merupakan sarana mengetahui segala hal (akhlak).

5. Menurut Imam Syafi’i, ilmu terbagi dua: ilmu fikih dan ilmu kedokteran.

Abu Hanifah: Ilmu fikih adalah ilmu untuk mengetahui mana yang berguna bagi seseorang dan mana yang membahayakannya.

6. Dalam memilih guru: paling alim, waro’, dan tua usianya.

7. Penuntut ilmu hendaklah teguh dan sabar ketika belajar. Tidak meninggalkannya sebelum tamat atau selesai.

8. ‘Ali bin Abi Tholib; Ilmu diperoleh dengan enam hal: kecerdasan, semangat, sabar, bekal, bimbingan guru, dan panjangnya waktu.

9. Dalam memilih teman: tekun, waro’, perangai lang lurus dan mudah dipahami.

10. Salah satu bentuk penghormatan terhadap ilmu adalah menghormati guru: tidak berjalan di depannya, tidak menempati tempat duduknya, tidak mendahului pembicaraannya, tidak banyak berbicara di hadapannya, jangan bertanya jika beliau sedang tidak berkenan, memperhatikan waktu yang tepat, tidak mengetuk pintunya agar segera keluar.

11. Salah satu bentuk penghormatan terhadap ilmu adalah menghormati kitab; berwudhu, tidak menjulurkan kaki ke arah kitab, tempatkan lebih tinggi, menulis dengan jelas, tidak pakai tinta merah, menghormati teman sesama penuntut ilmu, menyimak dengan tekun, kompetensi murid diserahkan pada guru, duduk jangan terlalu dekat dengan guru, dan menjauhi akhlak tercela.

12. Penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh, rajin, dan tekun dari tiga pilar: murid, guru, orangtua (ayah) sang murid. Gunakan masa muda untuk belajar.

13. Kemalasan dan mudah lupa diakibatkan banyaknya lendir dahak dan kelembaban tubuh. Banyaknya lendir dahak disebabkan banyak minum. Banyak minum akibat dari makan. Bersiwaklah untuk mengurangi lendir dahak.

Gelanus berkata, “Buah delima itu semuanya bermanfaat. Ikan itu semuanya berbahaya. Sedikit makan ikan lebih baik daripada banyak makan buah delima.”

14. Jauhi berdiskusi dengan orang yang suka mencari-cari kesalahan dan tabiatnya tidak baik.

15. Ulangi hafalan kemarin sebanyak 5 kali, hafalan lusa sebanyak 4 kali, hafalan kemarin lusa sebanyak 3 kali, sebelumnya 2 kali, dan sebelumnya 1 kali. Pengulangan dilakukan dengan suara keras.

16. Penuntut ilmu harus bertawakkal dalam menuntut ilmu, dan tidak perlu cemas dengan urusan rezeki serta tidak menyibukkan hatinya dengan urusan tersebut.

17. Waktu belajar paling baik: permulaan masa remaja, waktu sahur, antara maghrib dan isya.

18. Penuntut ilmu hendaknya tidak bertengkar dan bermusuhan dengan seorang pun. Cara menghinakan musuh adalah dengan menambah kemuliaan dan ilmu. Dan jangan su’uzhon terhadap Mukmin.

19. Gunakan setiap kesempatan untuk mendapatkan ilmu. Catatlah semua faidah yang didapat. Jangan dihafal!

20. Bagian dari sikap waro’ dalam menuntut ilmu adalah menjauhkan diri dari perut terlalu kenyang, banyak tidur, banyak berbicara yang kurang manfaat, menjaga diri mengonsumsi makanan pasar, jauhi ghibah, menjaga diri dari doa keburukan orang-orang teraniaya, diutamakan duduk menghadap kiblat saat belajar atau mengajar, perhatikan sunnah dan adab, memperbanyak sholat.

21. Hal-hal yang menguatkan hafalan: kesungguhan, ketekunan, sedikit makan, sholat malam, baca Al-Quran, perbanyak baca sholawat, tinggalkan maksiat, bersiwak, konsumsi madu.

22. Hal-hal yang menyebabkan mudah lupa: maksiat, menggelisahkan urusan dunia, terlalu disibukkan urusan dunia, konsumsi ketumbar basah, konsumsi apel masam, berbekam di tengkuk.

23. Berbohong (dusta) dapat menyebabkan kemiskinan, tidur di waktu shubuh dapat mencegah rezeki, banyak tidur menyebabkan miskin harta dan miskin ilmu.


Bab: Al-Manzhumah Al-Mimiyyah; Nazhom Seputar Adab dan Wasiat Bagi Para Penuntut Ilmu

1. Biografi penulis

  • Nama: Hafizh bin Ahmad bin Ali Al-Hakami.
  • Panggilan: Ibnu Sa’ad.
  • Lahir: Al-Madhoya, 20 Romadhon 1342 H.
  • Unggul dalam hal pemahaman Al-Quran dan ilmu yang mendalam.
  • Wafat: Makkah, 10 Dzulhijjah 1377 H, 35 tahun 3 bulan.

2. Tidak boleh hasad kecuali dalam mendermakan harta dengan baik dan mengajarkan ilmu dan hikmah dengan baik.

3. Ilmu adalah warisan kenabian sepanjang masa. Di mana hati akan tunduk pada ilmu. Pemiliknya pun akan selalu dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi dari dosa kecil.

4. Agama dan dunia akan hilang jika ilmu hilang. Pencari ilmu karena Alloh adalah mujahid yang senantiasa dinaungi sayap-sayap malaikat. Ia dimudahkan berjalan menuju surga dan diangkat derajatnya.

5. Nasihat bagi penuntut ilmu:

  • Jadilah pemberi nasihat yang ikhlas dan hormati guru.
  • Hindari menuntut ilmu untuk berdebat dan jangan membanggakan diri terhadap ahli ilmu.
  • Utamakan nash Al-Quran dan Sunnah, pendapat kaum salaf, dan curigailah pendapat-pendapat orang belakangan.
  • Ancaman laknat Alloh bagi penyembunyi ilmu. Yakni mereka yang menghalangi ilmu dari pencarinya.

6. Wasiat terkait kitab Alloh:

  • Carilah makna-maknanya dengan dalil naqli yang jelas. Jangan memasukkan pendapatmu.
  • Perdebatan tentang Al-Quran (yang menjurus pada keragu-raguan dan pendustaan) merupakan kekufuran.
  • Ayat yang mutasyabihat (samar), maka serahkan kepada Alloh. Jangan kamu masuk terlalu dalam. Jangan pula mengikuti perkataan orang menyimpang yang menghias-hiasinya, dari ahli bid’ah yang dicurigai agamanya.

7. Nasihat tentang sunnah:

  • Perhatikanlah hadita dan tetapilah para ahli hadits.
  • Datangi dan catat materi saat mendatangi majelis mereka.
  • Bacalah buku Mushtholah Hadits untuk mengetahui hadits yang shohih dan yang cacat.

8. Nasihat tentang ilmu lainnya:

  • Mempelajari ilmu faro’idh berarti mempelajari setengah ilmu.
  • Berhati-hatilah dari kaidah yang dibuat oleh para ulama ilmu kalam. Karena di dalamnya tidak terkandung ilmu kecuali keraguan dan prasangka batil.

9. Hikmah menuntut ilmu:

  • Ilmu bukanlah hafalan fatwa, duduk sebagai narasumber, dengan simbol pakaian kehormatan, dengan memamerkan ijazah, dengan kepandaian beretorika.
  • Ilmu yang sebenarnya adalah ketika dilandasi keridhoan Alloh. Kenali Alloh. Singkirkan prasangka buruk dan tuduhan terhadap Alloh.
  • Janganlah sekali-kali Anda berlaku ujub dengan amal. Karena ia akan hilang sia-sia. Anda tidak akan melihatnya bernilai sama sekali dibandingkan dosamu, kelalaianmu, dan kenikmatan (yang diberikan kepadamu).
  • Periksalah jiwamu terhadap perintah; apakah sudah dilakukan? Terhadap larangan; apakah sudah berhenti dari perkara penyebab siksa? Jika jiwamu sudah bersih, pujilah Alloh yang telah membersihkan jiwamu. Teruslah menjadi orang yang bersyukur terhadap nikmat Alloh.


Bab: Hilyah Tholib Al-‘Ilmi; Pedoman Adab dan Akhlak Para Penuntut Ilmu

1. Biografi penulis

  • Nama: Bakr bin Abdulloh.
  • Lahir: Nejd, 1365 H.
  • Di Riyadh, beliau belajar ilmu _Al-Maqomat_ dari Syaikh Al-Qodhi Sholih bin Muthlaq. Belajar Fiqh kepada Syaikh Al-Hijawy.
  • Di Makkah, beliau belajar kitab _Al-Muntaqo_ kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz, dan mendapat ijazah dari Syaikh Sulaiman bin Abdurrohman bin Hamdan.
  • Di Madinah, beliau belajar kitab _Fathul Bari_ dan _Bulughul Marom_ dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Belajar pula ke Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi.
  • Beliau memiliki sekitar 20-an ijazah dari para ulama Al-Haromain, Maroko, Syam, India, Afrika, dan beberapa negeri lainnya.
  • Karya literasi beliau sebanyak 66 buku dari berbagai disiplin ilmu.
  • Wafat: 27 Muharrom 1429 H.

2. Adab menuntut ilmu terhadap diri sendiri:

  • Ilmu adalah ibadah. “Ilmu adalah sholat yang tersembunyi dan ibadahnya hati.” (petuah ulama).
  • Syarat ibadah: ikhlaskan niat (agar tak berpindah jadi kedurhakaan) dan mengikuti ajaran serta jejak Nabi Muhammad SAW.
  • Ilmu yang sejati akan membawa pemiliknya makin takut kepada hal-hal yang memancing murka Alloh.
  • Seorang yang berilmu menjauhi sikap angkuh, kemewahan, forum kesia-siaan, menghindari kegaduhan. Tetapi layak berhias dengan muru’ah (keluhuran budi), kesatria, kelemahlembutan, senantiasa memperhatikan sebagai bentuk respons positif, dan berlaku tekun serta teliti.

3. Metode menuntut ilmu:

  • Kuasai kaidah dasar ilmu, yakni mendahulukan belajar dan menghafalkan Al-Quran.
  • Setelah menghafal Al-Quran, masuk ke jenjang pemula, menengah, dan pemantapan dengan mempelajari bidang tauhid, bidang nahwu, bidang hadits, ilmu mustholah, bidang fikih, bidang ushul fikih, bidang faro’id, bidang tafsir, bidang ushul tafsir, bidang siroh nabawiyah, dan bahasa Arab.
  • Semua mukhtashor (ringkasan) ilmu di atas dihafalkan dan diperiksakan hafalannya kepada guru ahli.
  • Waktu belajar dari setelah sholat fardhu dengan diselingi qoilulah (tidur siang sesaat sebelum Zhuhur).
  • Pembelajaran dilalui dengan penuh sopan santun, hormat, dan percaya diri dari guru dan murid.
  • Syarat pencari ilmu (sebagaimana pencari hadits) memiliki: akal yang baik, agama yang baik, ketelitian, kecakapan dalam karya, dan dikenal memiliki amanah.

4. Prinsip dasar menuntut ilmu: menerima ilmu secara lisan dan bertemu langsung dengan para guru, duduk bersama para syaikh dan mengambil langsung dari lisan-lisan para guru.

5. Kelemahan mencari ilmu dari buku (tanpa guru): mendapat kekeliruan membaca disebabkan adanya kemiripan huruf tanpa disertai cara pengucapan lafazh, kesalahan baca karena buram, kurang paham tentang i’rob, adanya koreksi kitab, tulisan yang tidak dibaca, pembacaan yang tidak ditulis, madzhab penulis, kesalahan tulis, jeleknya kutipan, kesalahan penyambungan bacaan (tanda baca) oleh pembaca, kombinasi beberapa prinsip pengajaran, dan istilah-istilah asing yang belum diberi penjelasan.

6. Adab murid kepada guru: mendengarkan dengan baik, berakhlak baik saat membaca buku di hadapan guru, tidak lancang dan berdebat di depan guru, tidak mendahului guru (berbicara dan berjalan), tidak banyak bicara di sisinya, tidak memotong pembicaraan guru, jangan mendesak guru segera menjawab pertanyaan, panggil nama guru dengan panggilan terbaik, hindari hal-hal yang membuat jengkel guru.

7. Hal terpenting yang dapat kita peroleh dari guru kita adalah meneladani akhlaknya dan sifarnya yang mulia. Jangan merendahkan diri dengan meniru polah fisik guru.

8. Bagi guru, menyampaikan ilmu perlu memperhatikan keadaan dan kemampuan audiens. Berikan ilmu kepada yang mencarinya. Sarana terputusnya ilmu: malas, lemah, bersandar, dan kurangnya konsentrasi.

9. Catatlah semua ilmu. Ketika akan dan selesai mencatat, beritahukan guru terkait materi yang disampaikan guru. Dialogkan untuk mengonfirmasi atau menguatkan pemahaman. Catat pula jika bertemu faidah-faidah mengagumkan dalam notes atau buku khusus.

10. Dan hindari mengambil ilmu dari empat orang: bodoh yang menyatakan kebodohannya, pelaku bid’ah yang menyeru kepada hawa nafsu, orang yang mudah berdusta, dan orang sholih ahli ibadah tetapi tak hafal hadits yang ia sampaikan.

11. Dalam berteman, pilihlah yang mendekatkanmu pada Robb dan yang mendukung tercapainya obsesi yang mulia.

12. Berhati-hatilah dari menjadikan ilmu sebagai sarana untuk meraih ambisi duniawi atau imbalan materi, juga demi memperoleh kepemimpinan. Usahakan mengamalkan ilmu yang didapat sebagai bentuk penjagaan terhadap ilmu.

13. Senantiasalah meminta pertolongan kepada Alloh agar dimudahkan menyerap ilmu. Kemudian mohon kepada Alloh agar dihindarkan dari ilmu yang merugikan.

14. Sesungguhnya kejayaan umat ini terletak pada kebaikan amalnya. Kebaikan amal tergantung kepada kebenaran ilmunya. Kebenaran ilmu tergantung kepada para ulama yang amanah dalam menyampaikan ilmu. Oleh karenanya, kejujuran adalah pondasi bagi para penuntut ilmu. Salah satu kesejatian penuntut ilmu yang jujur adalah tidak malu mengatakan “Belum tahu” ketika tidak memiliki ilmu untuk menjawab pertanyaan.

15. Hibur diri dengan sholat, baca kisah-kisah inspiratif, baca kitab tematik dan pengetahuan, mengoleksi buku bermanfaat.

16. Enam tingkatan ilmu (menurut Ibnul Qoyyim): bertanya yang baik, menyimak dengan
baik, memahami dengan baik, menghafal, mengajarkan, beramal dengan ilmu tersebut.

17. Hal-hal yang harus dijauhi: merasa tahu segala hal, pamer ilmu, hindari syubhat, hindari lahn (salah ucap dan tulis), mengeluarkan pemikiran yang prematur, jauhi debat (terlebih yang tak berfaidah).

18. Faktor perusak penuntut ilmu: menyebarkan rahasia, mengutip perkataan dari satu kaum ke kaum lain, menyakiti dengan kata-kata, banyak bercanda, menyela pembicaraan, dengki, hasad, su’uzhzhon, berteman dengan ahli bid’ah, dan melangkahkan kaki ke tempat yang haram. #selesai


Bibliografi

Judul: Ensiklopedia Adab Penuntut Ilmu

Penyusun: Imam Al-Ajurri, Abu Ishaq Al-Ilbiri, Imam Al-Ghazali, Imam Az-Zarnuji, Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami, Syaikh Bakr Abu Zaid

Penerjemah: Ibnu Handoyo, Anang Fathuddin Al-Marfu’i, Taufik Aulia Rahman, Abu Husamuddin

Tebal: 744 hlm.

Genre: Ensiklopedia

Cetakan: I, November 2019

ISBN: 978-602-6337-32-0

Penerbit: Pustaka Arafah; Sukoharjo

Posting Komentar

0 Komentar