“…guru dan murid sama-sama merindukan bel pulang sekolah.” Penggalan kecil apa yang menjadi fenomena umum di sekolah ini dijelaskan dalam Pendahuluan. Hal itu salah satu dampak dari kepadatan kurikulum, proses belajar hanya monoton, dan kelas dikendalikan guru.
Lahirnya paradigma Holistik-Sistemik-Organismik membuat arus baru dari hegemoni paradigma Newtonian yang identik dengan materialistik, mekanistik, dan deterministik. Dan sekolah interaktif menjadi warna baru yang tidak biasa. Sekolah interaktif berada di tempat beririsannya tiga lingkungan pendidikan; sekolah untuk mengasah kompetensi, keluarga tempat dibentuknya karakter, dan masyarakat sebagai wahana melatih kepemimpinan.
Apa yang ditempuh sekolah
interaktif cukup unik dan humanis, yakni mengaktivasi otak limbik sebelum
proses belajar-mengajar. Dengan menyederhanakan peraturan, guru dapat
mengeksplorasi seluas-luasnya knowledge,
skill, dan attitude dengan tetap berpondasi pada moral, spiritual, dan
integritas. Belajar pun di desain menjadi benar-benar sebuah petualangan;
antusias saat memulai, mempertahankan semangat dalam perjalanan, dan cepat
bangun saat jatuh ke lubang. Sehingga sekolah memiliki atmosfer yang
menyenangkan untuk belajar.
“Permainan akan memberikan kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah. Dengan bermain, anak juga berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri (self confidence), mempercayai orang lain (trust to people), serta kemampuan bernegosiasi (negotiation ability).” —Reamonn O Donnchadha
Bukan saja menyenangkan, target kurikulum yang begitu padat dari pemerintah dapat disederhanakan dengan kemasan yang menyenangkan pula. Setiap akhir pekan, sekolah interaktif memberikan Tugas Akhir Pekan (TAP) yang bersifat petualangan (discovery learning) yang melibatkan anggota keluarga. TAP berbeda dengan PR. Karena bertujuan untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan komunikasi, manajemen diri, dan manajemen waktu.
Buku bukan saja menjelaskan profil sekolah interaktif, tetapi juga melengkapi dengan beragam contoh format yang mereka ceritakan, seperti format penilaian karakter, tugas Akhir Pekan, lembar penilaian portofolio, laporan perkembangan anak, lembar komitmen setelah Supercamp, dan banyak lagi. Ringkas kata, Anda akan sangat menyesal ketika terlambat membaca buku ini —terlebih bagi guru yang sudah berpuluh tahun mengajar dengan kultur yang monoton.
Buku ini disusun oleh tiga
penulis; orangtua, konseptor, dan guru; yang semuanya tidak pelit dalam berbagi
ilmu.
Resume Baca
Bab: Pendahuluan
“Pendidikan adalah sisa
waktu setelah pelajaran sekolah.” —Albert Einstein
• Fakta jika regulasi sekolah maupun kelas lebih diwarnai larangan disertai
pengelolaan kelas yang lebih banyak dikendalikan guru agar target pembelajaran
dari pemerintah dapat tuntas. Sehingga kultur yang terbentuk dalam lingkungan
sekolah hanyalah monoton. Guru dan murid sama-sama merindukan bel pulang
sekolah. Seleksi siswa baru untuk mencari murid-murid “unggul” merupakan
praktik ketidakadilan institusi pendidikan terhadap ragam kemampuan anak.
• Berangkat dari pertanyaan: “benarkah anak-anak harus dipaksa supaya
belajar?”, maka terciptalah sekolah masa depan. Di mana peran guru adalah
memberikan stimulasi kepada anak untuk tertarik dan mau belajar. Sehingga
definisi belajar pun berubah. Belajar bukan hanya membaca, menulis, menghafal,
atau mengerjakan latihan. Belajar adalah aktivitas pengembangan diri. Sehingga
tujuannya adalah menguasai sejumlah keterampilan hidup (lifeskills), bukan melulu nilai. Oleh karenanya, pendidikan anak mesti
didesain agar dapat mempengaruhi pola pikir, pola tindakan, cara pemecahan
masalah, dan performance mereka. Dan
sekolah mempunyai atmosfer yang menyenangkan untuk belajar.
• Sekolah yang menyenangkan memandang orangtua (dan masyarakat) sebagai
sumber dan mitra belajar. Kolaborasi antara sekolah-orangtua-masyarakat membuat
orangtua paham kurikulum, kegiatan sekolah, dan dapat memberikan saran.
Orangtua dan masyarakat pun berperan sebagai social control bagi penyelenggaraan sekolah.
• Di sekolah yang menyenangkan, belajar diciptakan benar-benar sebuah
petualangan. Antusias saat memulai, mempertahankan semangat dalam perjalanan,
dan cepat bangun saat jatuh ke lubang.
Bab: 1. Belajar atau Bermain?
• Struktur otak manusia, terbagi jadi tiga bagian; the triune brain (Paul D. MacLean), terbagi jadi dua belahan; otak
kanan dan otak kiri (Roger Sperry), dan terdiri dari empat kuadran (Ned
Hermann).
• Otak reptil aktif ketika kondisi terancam. Memorinya singkat. Otak limbik
atau otak mamalia berkaitan dengan emosi. Neokorteks mengatur berbahasa,
berpikir abstrak, berpikir sadar, merencanakan masa depan, memecahkan masalah.
Roger Sperry membagi Neokorteks menjadi otak kanan (abstrak) dan otak kiri
(logis). Ned Hermann membagi otak jadi belahan otak kiri (logis), sistem limbik
kiri (terstruktur), sistem limbik kanan (emosi), belahan otak kanan
(imajinatif).
• Dalam hierarki pendidikan, murid menempati posisi paling bawah dan
mendapat beban tuntutan kurikulum paling berat.
• Anak Nakal, Adakah?
Kebijaksanaan orang dewasa memberikan kebebasan anak berekspresi dibarengi
dengan mencari tahu sudut pandangnya, akan mengurangi kecenderungan kita
menyebut anak itu “nakal”. Telusuri lingkungan rumahnya, sekolahnya, dan
lingkungan bermainnya. Kunci menghadapi anak “nakal” adalah komunikasi yang pas
dengan gaya mereka.
• Sekolah yang Asyik itu Hak Asasi
Anak. Tentang Hak Asasi Anak, pahami apa tujuan belajar. Gali pula harapan
guru setelah pembelajaran berlangsung. Ketika belajar bermuara pada perubahan
tingkah laku, maka tak perlu membahas Hak Asasi Manusia lebih jauh. Pernahkah
Anda diprotes anak saat mengajar? Saya pernah. Mereka minta waktu untuk tidak
belajar Tahfizh dulu. Mereka minta waktu untuk sharing peristiwa di sekolah. Berikan ruang untuk mereka
berekspresi, sementara guru mendengar dan memberi apresiasi positif. Bagaimana
Anda mengajarkan HAM di kelas Anda? Mengajari anak tentang HAM adalah dengan
menjalankannya. Penuhi hak mereka selayaknya, mereka akan belajar untuk menghargai
hak pribadi dan orang lain.
• Kebebasan Berpendapat dan
Berekspresi. Berikan ruang untuk mereka mengajukan usulan kegiatan atau
bahasan di awal tahun ajaran. Guru menjadi fasilitator untuk mengajak mereka
menyaring puluhan tema yang mereka usulkan hingga mengerucut pada beberapa tema
saja (dengan pertimbangan jumlah jam pertemuan).
Guru harus memberikan pemahaman kepada anak tentang kebebasan berekspresi.
Ketika anak tersulut marah, ia berhak mengungkapkannya dengan cara yang sehat dan
tidak merugikan orang lain.
• Sekolah Inklusi. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Terbuka untuk
siapa pun. Jati diri sekolah adalah agen perubahan.
• Mengakomodasi Semua Anak. Memandang bahwa semua anak adalah unik berarti
menyediakan ruang, waktu, media, sarana, dan cara yang bisa mengakomodasi semua
anak —termasuk dalam penilaian. Adalah tidak adil menilai kemampuan anak hanya
dengan tes tertulis. Dalam kondisi tertentu, tes tertulis tidak mampu merangkul
semua anak. Bagaimana bisa menjadi sekolah yang menyenangkan kalau ada anak
yang tidak terayomi? Hal ini berlaku juga untuk anak yang slow learner. Hak mereka adalah menjalani tugas perkembangan
sewajarnya.
• Apa Pendapat Rosululloh tentang
Bermain? “Hobi bermain dan kelincahan
gerak seorang anak pada waktu kecil akan mempertajam pikirannya ketika dewasa.”
(HR. Tirmidzi) “Permainan akan memberikan
kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar
memecahkan masalah. Dengan bermain, anak juga berlatih merealisasikan rasa dan
sikap percaya diri (self confidence), mempercayai orang lain (trust to people),
serta kemampuan bernegosiasi (negotiation ability).” —Reamonn O Donnchadha.
• Salah satu fungsi sekolah adalah bekerjasama dengan keluarga untuk
menyiapkan anak agar memiliki kepekaan terhadap diri, lingkungan sosial, dan
alamnya. Dalam “The Accelerated Learning”
disebutkan, bahwa belajar adalah tempat yang mengalir, dinamis, penuh risiko,
dan menggairahkan. Oleh karenanya, kesalahan adalah hal lumrah. Justru dari
kesalahan itulah kita belajar. Tugas orangtua dan guru adalah membimbing anak
untuk memahami kesalahannya dan menemukan solusi alternatif untuk
memperbaikinya.
Bab: 2. Sekolah Interaktif: Akademis
Vs Non Akademis
“The whole purpose of education
is to turn mirrors into windows.” —Sydney J. Harris
• Pintar itu yang bagaimana?
Proses pembelajaran dimulai dengan ketakjuban, rasa ingin tahu, dan keberanian
untuk mencoba. Kegagalan dalam mencoba didesain untuk menjadi bagian
pembelajaran yang menantang, bukan menakutkan. Komentar yang negatif akan memberikan
sugesti yang negatif.
• Realitas kurikulum Nasional.
Seringnya perubahan kurikulum masih menyisakan tingginya kepadatan materi.
Sehingga membatasi ruang tumbuh kreativitas anak dan menjadikan sekolah seperti
'penjara'. Beratnya kurikulum, strategi yang diterapkan guru, tuntutan orangtua
yang berlebihan, tak jarang anak mengalami academic
stress (Seto Mulyadi). Kurikulum yang sentralistik menyebabkan terpisahnya
peserta didik dari realitas masyarakat (Eko Prasetyo).
• Program of International Student Assessment (PISA) mencatat,
Indonesia menempati urutan ke-74 (urutan ke-6 dari bawah). Urutan ke-74 untuk
kemampuan Membaca, ke-73 untuk kemampuan Matematika, dan ke-71 untuk kemampuan
Sains.
• Membaca kurikulum. Materi
kurikulum sebaiknya dipandang sebagai sebuah celah bagi lompatan-lompatan
kemampuan anak, bukan sesuatu yang dikejar-kejar pencapaiannya atau petunjuk
teknis yang wajib ditaati dengan harga mati.
• Kurikulum nasional boleh berubah. Yang tidak boleh berubah adalah
pendekatannya.
Bab: 3. Guru yang Menyenangkan
• Kegembiraan adalah awal dari belajar yang sesungguhnya. Dan guru adalah
kuncinya.
• Banyaknya klausul aturan dalam sekolah, akan mengebiri upaya eksplorasi
kreativitas guru dalam mendidik anak.
• Guru yang powerfull: sebagai pemimpin handal, mampu memotivasi, mampu
berkomunikasi secara jernih, punya sinyal kuat, guru adalah aktor, memilih
kata-kata efektif, bergerak efektif di kelas, jeli dengan gestur, percaya diri,
enerjik.
• Guru yang cekatan. Sekolah
adalah laboratorium untuk belajar bermasyarakat yang majemuk.
• Menghadapi anak yang banyak
berbicara. Demokratis, hargai, tumbuhkan pengertian, hasilkan solusi.
Menghadapi anak pendiam, perbesar zona nyamannya, beri ruang belajar bicara di
ruang kecil. Jika sudah terbiasa, libatkan dalam forum lebih besar.
• Guru dan tugas tambahan. Di
sekolah yang menyenangkan, tugas guru bukan hanya menyampaikan materi
pembelajaran, tapi juga punya komitmen terhadap perkembangan anak secara
keseluruhan. Tugas guru di sini selalu banyak tugas di luar jam pembelajaran
resmi yang menguras kreativitas, kepemimpinan, dan energi. Tugas ini tidak
dipersepsi sebagai tambahan, tapi bagian dari tanggung jawab moral seorang
guru. Menandakan guru tersebut memiliki kompetensi.
• Dipanggil Kepala Sekolah. Di
sekolah yang menyenangkan, Kepala Sekolah sangat egaliter. Pembedanya hanya
pada peran dan jabatan fungsionalnya.
• Menghadapi orangtua yang ceriwis.
Simak, pahami masalahnya, bahas dengan jernih dan santun.
• Ruang kelas yang berdaya.
Jadikan ruang kelas sebagai markas seru, akomodir usulan, apresiasi upayanya,
manfaatkan ruang kelas sebagai sumber ilmu.
• Guru bukan Ratu. I’m not a queen in this class. Argue me!”;
Aku bukan Ratu di kelas ini. Ayo dong, bantah saya!
• Diskusi Kelompok. Setiap
peserta diberikan alat penanda bicara sebagai indikator berapa jatah bicara
yang dimiliki. Sepakati peraturan selama diskusi, tema diskusi, ambil peran
dalam forum.
• Story Telling. Manfaatnya menambah daya kreativitas dan
imajinasi, menambah wawasan, meningkatkan kemampuan berbahasa, mendengar, dan
berkomunikasi, meningkatkan kemampuan konseptual dan kecerdasan emosional,
relaksasi dan membangun keakraban antara murid dan guru. Dengan memperhatikan
suasana, intonasi, ekspresi, timing,
akhir.
• Saling memberi penghargaan.
Nilai pentingnya adalah memberikan citra diri yang positif pada anak. Selain
penghargaan terkait prestasi akademik, yang lebih utama adalah apresiasi
terhadap karakter positif.
• Tugas akhir pekan bukan PR. “Not only did we fail to find any positive
relationship, but the overall correlations between national average student
achievement and national averages in [amount of homework assigned] are all negative.”
Kami bukan hanya gagal menemukan adanya hubungan positif, justru keseluruhan
korelasi antara prestasi siswa dan rata-rata jumlah pemberian pekerjaan rumah
semuanya negatif. —David Baker dan Gerald LeTendre; National Differences, Global Similarities: Would Culture and the Future
if Schooling
• Tugas Akhir Pekan (TAP)
bertujuan mengembangkan kreativitas, kemampuan komunikasi, manajemen diri, dan
manajemen waktu. TAP bercitarasa keluarga karena sengaja dirancang melibatkan
orang-orang di sekitar anak. Muatan pengulangan materi 20%, pengembangan
motorik, berpikir, sosial, dan emosi sebesar 80%.
• Evaluasi pembelajaran.
Pembelajaran merupakan proses yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Belajar
bertujuan mengembangkan dua sisi yang sama-sama penting: proses dan hasil.
Tugas guru adalah mengajak anak mengalami dan bersentuhan langsung dengan
pelajaran yang diajarkan, bukan serta-merta disuapi dengan berbagai informasi
abstrak. Keberhasilan belajar tidak bisa hanya diukur dari sejauh mana anak
mampu menguasai materi tetapi juga bagaimana proses penguasaan itu terjadi.
• Pekan Lomba. Penilaian akhir
semester kelas 1-2 SD dikemas dalam permainan berformat Pekan Lomba; dengan
panggung, permainan cerdas cermat, baca puisi, menggambar, lompat bilangan.
Atau di setting dalam bentuk adventure.
• Ulangan Akhir Semester. Citra
diri positif dan pemahaman tentang ujian sebagai rangkaian proses pembelajaran
diharapkan sudah terbentuk dengan baik.
• Laporan Perkembangan Anak (LPA);
penilaian yang lebih rasional. Gunakan portofolio (proses dan hasil) sebagai
salah satu variabel penilaian. Pembandingnya adalah kemajuan yang dicapai
sebelumnya.
Bab: 4. Orangtua yang Menyenangkan
• Keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak,
meliputi pendidikan agama, pendidikan akhlak, pendidikan sosial, pendidikan
intelektual, pendidikan jasmani, dan pendidikan kewirausahaan.
• Menyekolahkan anak di sekolah full
day bukanlah melepaskan dan menyelesaikan masalah orangtua. Sekolah yang
menyenangkan akan memberikan 'gangguan' bagi orangtua dengan TAP yang mau-tidak
mau harus melibatkan peran orangtua. Segitiga pendidikan anak, yaitu sekolah-orangtua-masyarakat.
• Organisasi orangtua menjadi bagian yang menopang proses pendidikan di
sekolah.
• Forum kelas digagas dan dilaksanakan oleh orangtua murid. Pelaksanaannya
secara rutin dilakukan sebulan sekali untuk mengetahui perkembangan akademik
dan karakter anak-anak. Kelola forum kelas sebagai kebutuhan orangtua, bukan
kebutuhan guru kelas.
• Kegiatan parenting digagas oleh
orangtua murid. Gunanya untuk mengokohkan landasan pokok dalam pengasuhan.
• Market Day dilaksanakan oleh
anak-anak yang biasanya bersamaan dengan parenting.
Panitia parenting sengaja tidak
menyediakan konsumsi acara dengan harapan mereka akan berbelanja di gerai-gerai
makanan yang di kelola anak-anak. Manajer atau guru kelas memberikan ketentuan
kisaran harga jual, jatah meja dan kursi jualan per-kelas, jeni smakanan harus
sehat, harus ada bagi hasil jika dibantu orangtua, kelas 4-6 wajib menyertakan rugi-laba
dan cara pembuatannya, boleh memasak di tempat Market Day dengan pengawasan
orangtua atau guru, dan penilaian juara gerai ditentukan oleh variasi makanan
dan keterampilan berpromosi.
• Guru Outsource dapat
dimanfaatkan untuk belajar tentang keragaman sesuai dengan minat dan keahlian
masing-masing. Anak-anak belajar langsung dari ahlinya.
Bab: 5. Hakikat Sekolah Interaktif
• Lingkungan pendidikan: keluarga (membentuk karakter), sekolah (mengasah
kompetensi), dan masyarakat (melatih kepemimpinan). Irisan dari tiga lingkaran
lingkungan pendidikan itulah jati diri sekolah interaktif menyenangkan berada.
• Sekolah interaktif yang menyenangkan akan memberikan training kepada guru baru yang lulus seleksi untuk membentuk
paradigma tentang sekolah interaktif yang menyenangkan.
• Sekolah interaktif yang menyenangkan melakukan pertemuan manajer/wali
kelas pekanan untuk mengevaluasi dan menyusun rencana jangka pendek.
• Lahirnya paradigma baru; Holistik-Sistemik-Organismik; sebagai model
tandingan Newtonian yang bersifat materialistik, mekanistik, dan deterministik.
Di mana paradigma holistik ini memiliki prinsip: pahami dahulu keseluruhannya,
baru kemudian dalami per-bagiannya.
• Sekolah interaktif yang menyenangkan memberikan pondasi bagi kompetensi
guru yang mencakup keilmuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan sikap (attitude), serta pondasi etik berupa moral,
spiritual, dan integritas.
• Sekolah interaktif yang menyenangkan memiliki lima prinsip yang menyenangkan,
yakni tauhid (menjadi diri sendiri
dengan nama-Nya adalah resep pendidikan yang sederhana), cinta (“... awal dari cinta
adalah membiarkan bahkan membantu orang yang kita cintai menjadi dirinya
sendiri, dan tidak mengubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan” —Ahmad
Thoha Faz), adil (keadilan dalam
pendidikan diperlukan untuk memastikan bahwa anak didik telah diperlakukan
secara benar dan proporsional), kadar
(setiap makhluk diciptakan memiliki kadarnya dengan aspek kompetensi akademik,
karakter, dan kepemimpinan di mana panduannya adalah keadilan dan energinya
adalah cinta), dan relatif (aktualisasi
dari tobat, penyegaran kembali, komitmen perbaikan berkesinambungan, dan
keikhlasan yang terangkum dalam semangat pembelajar yang tidak pernah merasa
sempurna).
• Tiga karakter sekolah
interaktif yang menyenangkan adalah karakter bersyukur dengan memberikan tunjangan keluarga dan anak sebagai
ungkapan terima kasih, bahwa keluarga adalah pendukung para guru agar dapat
berkarya dengan lapang. Zero waste
mengolah sampah, dan memanen air hujan adalah bentuk kesyukuran terhadap bumi.
Pemberian penghargaan beragam karakter di kelas sebagai bentuk kesyukuran atas
keberanian mereka menjadi diri sendiri. Karakter sabar adalah karakter untuk sukses. “Harus punya kesabaran yang berlimpah dahulu untuk belajar sabar.”
—Stanislaw J. Lee. Karakter sederhana
adalah karakter untuk hidup efektif.
• Sekolah interaktif yang menyenangkan memiliki tiga pilar kompetensi, yakni dzikrulloh (mengingat Alloh), tafakkur
(berpikir mendalam), dan amal sholih.
• Tiga pilar kepemimpinan
sekolah interaktif yang menyenangkan terdiri dari jujur, amanah, dan menyantuni orang lain.
Bab: 6. Belajar di Luar itu
Menyenangkan
• Belajar di luar lingkungan sekolah akan mengaktifkan otak limbik. Oleh
karenanya, memori anak-anak ketika mendapatkan pengalaman belajar di luar
sekolah akan lebih berkesan dan mengendap. Outdoor
learning sangat efektif untuk mengembangkan karakter dan wawasan. “Seminggu kehidupan berkemah bernilai enam
bulan pengajaran teori di ruang pertemuan.” —Robert Baden-Powell
• Salah satu media ukur keberhasilan program pembelajaran kelas 1 sampai 3
di sekolah interaktif adalah Night at
School di bulan ketiga tahun ajaran baru dengan tujuan meningkatkan keberanian,
kemandirian. tanggung jawab, dan leadership.
• Homestay tiga hari di desa
mengajarkan berinteraksi dengan keluarga baru, suasana baru, mengolah kemampuan
beradaptasi, dan menegakkan kemandirian. Ini diberlakukan untuk kelas 3-4.
• Camping yang dilaksanakan untuk
kelas 4 sampai 6 ini bertujuan untuk melatih kerjasama tim, tanggung jawab, dan
kepemimpinan.
• Supercamp dilaksanakan untuk
kelas 5 dan 6 selama tiga hari dibimbing untuk mengidentifikasi gaya belajar
yang efektif bagi dirinya. Mereka juga dipandu mengenali diri sendiri, memahami
perasaan atau keinginan dan cara pengungkapannya, dan mampu menentukan tujuan.
Di mana di akhir kegiatan Supercamp,
mereka disodorkan lembar komitmen untuk meningkatkan kualitas diri sebagai
pribadi, sebagai anak, dan sebagai murid.
• Kegiatan khas keagamaan di sekolah interaktif dibuat simulasi yang
semirip mungkin dengan prosedur dan keadaan yang asli. Kegiatan simulasi
manasik haji dimulai dari pendaftaran haji, pengurusan paspor, asrama haji,
imunisasi, di bandara, manasik haji, tahallul, sembelih kurban.
• Mabit atau menginap di masjid
dilakukan di awal Romadhon. Hari itu, pembelajaran dilakukan di masjid. Buka
puasa diikuti siswa kelas 1 sampai 6 bersama orangtua. Anak-anak kelas 1-2
pulang setelah buka puasa bersama, kakak kelasnya menginap (i'tikaf), qiyamul lail, sahur, sholat shubuh dan pulang di pagi hari.
• Pentas seni dengan tema kepahlawanan atau lingkungan menjadi sarana
efektif menginternalisasi ilmu dengan lebih menyenangkan. Untuk kelas atas,
mereka dapat juga dilibatkan dalam proses recording
hingga editing dari proses film dalam
pentas seni.
Bab: Deret Langkah Masih Panjang
(catatan seorang guru)
• Langkah 1: Merintis sekolah interaktif di masa berdirinya harus yakin
dengan visi dan misi. Itulah pintu
gerbang. Meski sendiri dan tanpa pengalaman, merintis sekolah interaktif
ibarat wanita melahirkan; tanpa pengalaman melahirkan dan harus melahirkan!
• Langkah 2: Keberanian bermimpi jadi
pelangi penghias langit pendidikan di Indonesia. “Pikiran itu ibarat api yang harus dinyalakan.” —Plutarch.
• Langkah 3: Setiap anak itu unik. Wow!
• Langkah 4: Teruslah mencoba berbagai metode untuk menuju kecintaan anak
untuk belajar secara mandiri. Aha!
• Langkah 5: Segera mengubah sudut sayap ketika ada hal yang belum
diketahui untuk segera dicari ilmunya. Aku
Tahu!
• Langkah 6: Satu per-satu akan terbuka jalan dan hasil metode yang pas
sesuai harapan kita. Hore!
• Langkah 7: Tanamkan dalam diri yang paling dalam untuk selalu menjadi diri sendiri dengan nama-Nya
ketika bosan dan putus asa mulai menggoda.
• Langkah 8: Orang lain akan menyebut apa yang kita hasilkan sebagai sebuah
hasil akhir (kesuksesan). Bukan! Bahkan
semua yang didapat adalah awal. Itulah hakikat pembelajar sejati; terus
berupaya menjadi dan membentuk yang terbaik di masanya. #Selesai
Judul: Sekolah yang Menyenangkan
Penulis: Anna Farida, Suhud Rois,
dan Edi S. Ahmad
Tebal: 300 hlm.
Genre: Pendidikan
Cetakan: I, Juli 2012
ISBN: 978-602-8394-46-8
Penerbit: Nuansa Cendekia,
Bandung
0 Komentar