Resensi: Sekolah Menyenangkan

 

“…guru dan murid sama-sama merindukan bel pulang sekolah.” Penggalan kecil apa yang menjadi fenomena umum di sekolah ini dijelaskan dalam Pendahuluan. Hal itu salah satu dampak dari kepadatan kurikulum, proses belajar hanya monoton, dan kelas dikendalikan guru.

Lahirnya paradigma Holistik-Sistemik-Organismik membuat arus baru dari hegemoni paradigma Newtonian yang identik dengan materialistik, mekanistik, dan deterministik. Dan sekolah interaktif menjadi warna baru yang tidak biasa. Sekolah interaktif berada di tempat beririsannya tiga lingkungan pendidikan; sekolah untuk mengasah kompetensi, keluarga tempat dibentuknya karakter, dan masyarakat sebagai wahana melatih kepemimpinan.

Apa yang ditempuh sekolah interaktif cukup unik dan humanis, yakni mengaktivasi otak limbik sebelum proses belajar-mengajar. Dengan menyederhanakan peraturan, guru dapat mengeksplorasi seluas-luasnya knowledge, skill, dan attitude dengan tetap berpondasi pada moral, spiritual, dan integritas. Belajar pun di desain menjadi benar-benar sebuah petualangan; antusias saat memulai, mempertahankan semangat dalam perjalanan, dan cepat bangun saat jatuh ke lubang. Sehingga sekolah memiliki atmosfer yang menyenangkan untuk belajar.

 

“Permainan akan memberikan kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah. Dengan bermain, anak juga berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri (self confidence), mempercayai orang lain (trust to people), serta kemampuan bernegosiasi (negotiation ability).” —Reamonn O Donnchadha

Bukan saja menyenangkan, target kurikulum yang begitu padat dari pemerintah dapat disederhanakan dengan kemasan yang menyenangkan pula. Setiap akhir pekan, sekolah interaktif memberikan Tugas Akhir Pekan (TAP) yang bersifat petualangan (discovery learning) yang melibatkan anggota keluarga. TAP berbeda dengan PR. Karena bertujuan untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan komunikasi, manajemen diri, dan manajemen waktu.

Buku bukan saja menjelaskan profil sekolah interaktif, tetapi juga melengkapi dengan beragam contoh format yang mereka ceritakan, seperti format penilaian karakter, tugas Akhir Pekan, lembar penilaian portofolio, laporan perkembangan anak, lembar komitmen setelah Supercamp, dan banyak lagi. Ringkas kata, Anda akan sangat menyesal ketika terlambat membaca buku ini —terlebih bagi guru yang sudah berpuluh tahun mengajar dengan kultur yang monoton.

Buku ini disusun oleh tiga penulis; orangtua, konseptor, dan guru; yang semuanya tidak pelit dalam berbagi ilmu.


Resume Baca

Bab: Pendahuluan

“Pendidikan adalah sisa waktu setelah pelajaran sekolah.” —Albert Einstein

• Fakta jika regulasi sekolah maupun kelas lebih diwarnai larangan disertai pengelolaan kelas yang lebih banyak dikendalikan guru agar target pembelajaran dari pemerintah dapat tuntas. Sehingga kultur yang terbentuk dalam lingkungan sekolah hanyalah monoton. Guru dan murid sama-sama merindukan bel pulang sekolah. Seleksi siswa baru untuk mencari murid-murid “unggul” merupakan praktik ketidakadilan institusi pendidikan terhadap ragam kemampuan anak.

• Berangkat dari pertanyaan: “benarkah anak-anak harus dipaksa supaya belajar?”, maka terciptalah sekolah masa depan. Di mana peran guru adalah memberikan stimulasi kepada anak untuk tertarik dan mau belajar. Sehingga definisi belajar pun berubah. Belajar bukan hanya membaca, menulis, menghafal, atau mengerjakan latihan. Belajar adalah aktivitas pengembangan diri. Sehingga tujuannya adalah menguasai sejumlah keterampilan hidup (lifeskills), bukan melulu nilai. Oleh karenanya, pendidikan anak mesti didesain agar dapat mempengaruhi pola pikir, pola tindakan, cara pemecahan masalah, dan performance mereka. Dan sekolah mempunyai atmosfer yang menyenangkan untuk belajar.

• Sekolah yang menyenangkan memandang orangtua (dan masyarakat) sebagai sumber dan mitra belajar. Kolaborasi antara sekolah-orangtua-masyarakat membuat orangtua paham kurikulum, kegiatan sekolah, dan dapat memberikan saran. Orangtua dan masyarakat pun berperan sebagai social control bagi penyelenggaraan sekolah.

• Di sekolah yang menyenangkan, belajar diciptakan benar-benar sebuah petualangan. Antusias saat memulai, mempertahankan semangat dalam perjalanan, dan cepat bangun saat jatuh ke lubang.

 

Bab: 1. Belajar atau Bermain?

• Struktur otak manusia, terbagi jadi tiga bagian; the triune brain (Paul D. MacLean), terbagi jadi dua belahan; otak kanan dan otak kiri (Roger Sperry), dan terdiri dari empat kuadran (Ned Hermann).

• Otak reptil aktif ketika kondisi terancam. Memorinya singkat. Otak limbik atau otak mamalia berkaitan dengan emosi. Neokorteks mengatur berbahasa, berpikir abstrak, berpikir sadar, merencanakan masa depan, memecahkan masalah. Roger Sperry membagi Neokorteks menjadi otak kanan (abstrak) dan otak kiri (logis). Ned Hermann membagi otak jadi belahan otak kiri (logis), sistem limbik kiri (terstruktur), sistem limbik kanan (emosi), belahan otak kanan (imajinatif).

• Dalam hierarki pendidikan, murid menempati posisi paling bawah dan mendapat beban tuntutan kurikulum paling berat.

Anak Nakal, Adakah? Kebijaksanaan orang dewasa memberikan kebebasan anak berekspresi dibarengi dengan mencari tahu sudut pandangnya, akan mengurangi kecenderungan kita menyebut anak itu “nakal”. Telusuri lingkungan rumahnya, sekolahnya, dan lingkungan bermainnya. Kunci menghadapi anak “nakal” adalah komunikasi yang pas dengan gaya mereka.

Sekolah yang Asyik itu Hak Asasi Anak. Tentang Hak Asasi Anak, pahami apa tujuan belajar. Gali pula harapan guru setelah pembelajaran berlangsung. Ketika belajar bermuara pada perubahan tingkah laku, maka tak perlu membahas Hak Asasi Manusia lebih jauh. Pernahkah Anda diprotes anak saat mengajar? Saya pernah. Mereka minta waktu untuk tidak belajar Tahfizh dulu. Mereka minta waktu untuk sharing peristiwa di sekolah. Berikan ruang untuk mereka berekspresi, sementara guru mendengar dan memberi apresiasi positif. Bagaimana Anda mengajarkan HAM di kelas Anda? Mengajari anak tentang HAM adalah dengan menjalankannya. Penuhi hak mereka selayaknya, mereka akan belajar untuk menghargai hak pribadi dan orang lain.

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Berikan ruang untuk mereka mengajukan usulan kegiatan atau bahasan di awal tahun ajaran. Guru menjadi fasilitator untuk mengajak mereka menyaring puluhan tema yang mereka usulkan hingga mengerucut pada beberapa tema saja (dengan pertimbangan jumlah jam pertemuan).

Guru harus memberikan pemahaman kepada anak tentang kebebasan berekspresi. Ketika anak tersulut marah, ia berhak mengungkapkannya dengan cara yang sehat dan tidak merugikan orang lain.

• Sekolah Inklusi. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Terbuka untuk siapa pun. Jati diri sekolah adalah agen perubahan.

• Mengakomodasi Semua Anak. Memandang bahwa semua anak adalah unik berarti menyediakan ruang, waktu, media, sarana, dan cara yang bisa mengakomodasi semua anak —termasuk dalam penilaian. Adalah tidak adil menilai kemampuan anak hanya dengan tes tertulis. Dalam kondisi tertentu, tes tertulis tidak mampu merangkul semua anak. Bagaimana bisa menjadi sekolah yang menyenangkan kalau ada anak yang tidak terayomi? Hal ini berlaku juga untuk anak yang slow learner. Hak mereka adalah menjalani tugas perkembangan sewajarnya.

Apa Pendapat Rosululloh tentang Bermain? “Hobi bermain dan kelincahan gerak seorang anak pada waktu kecil akan mempertajam pikirannya ketika dewasa.” (HR. Tirmidzi) “Permainan akan memberikan kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah. Dengan bermain, anak juga berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri (self confidence), mempercayai orang lain (trust to people), serta kemampuan bernegosiasi (negotiation ability).” —Reamonn O Donnchadha.

• Salah satu fungsi sekolah adalah bekerjasama dengan keluarga untuk menyiapkan anak agar memiliki kepekaan terhadap diri, lingkungan sosial, dan alamnya. Dalam “The Accelerated Learning” disebutkan, bahwa belajar adalah tempat yang mengalir, dinamis, penuh risiko, dan menggairahkan. Oleh karenanya, kesalahan adalah hal lumrah. Justru dari kesalahan itulah kita belajar. Tugas orangtua dan guru adalah membimbing anak untuk memahami kesalahannya dan menemukan solusi alternatif untuk memperbaikinya.

 

Bab: 2. Sekolah Interaktif: Akademis Vs Non Akademis

“The whole purpose of education is to turn mirrors into windows.” —Sydney J. Harris

Pintar itu yang bagaimana? Proses pembelajaran dimulai dengan ketakjuban, rasa ingin tahu, dan keberanian untuk mencoba. Kegagalan dalam mencoba didesain untuk menjadi bagian pembelajaran yang menantang, bukan menakutkan. Komentar yang negatif akan memberikan sugesti yang negatif.

Realitas kurikulum Nasional. Seringnya perubahan kurikulum masih menyisakan tingginya kepadatan materi. Sehingga membatasi ruang tumbuh kreativitas anak dan menjadikan sekolah seperti 'penjara'. Beratnya kurikulum, strategi yang diterapkan guru, tuntutan orangtua yang berlebihan, tak jarang anak mengalami academic stress (Seto Mulyadi). Kurikulum yang sentralistik menyebabkan terpisahnya peserta didik dari realitas masyarakat (Eko Prasetyo).

Program of International Student Assessment (PISA) mencatat, Indonesia menempati urutan ke-74 (urutan ke-6 dari bawah). Urutan ke-74 untuk kemampuan Membaca, ke-73 untuk kemampuan Matematika, dan ke-71 untuk kemampuan Sains.

Membaca kurikulum. Materi kurikulum sebaiknya dipandang sebagai sebuah celah bagi lompatan-lompatan kemampuan anak, bukan sesuatu yang dikejar-kejar pencapaiannya atau petunjuk teknis yang wajib ditaati dengan harga mati.

• Kurikulum nasional boleh berubah. Yang tidak boleh berubah adalah pendekatannya.

 

Bab: 3. Guru yang Menyenangkan

• Kegembiraan adalah awal dari belajar yang sesungguhnya. Dan guru adalah kuncinya.

• Banyaknya klausul aturan dalam sekolah, akan mengebiri upaya eksplorasi kreativitas guru dalam mendidik anak.

Guru yang powerfull: sebagai pemimpin handal, mampu memotivasi, mampu berkomunikasi secara jernih, punya sinyal kuat, guru adalah aktor, memilih kata-kata efektif, bergerak efektif di kelas, jeli dengan gestur, percaya diri, enerjik.

Guru yang cekatan. Sekolah adalah laboratorium untuk belajar bermasyarakat yang majemuk.

Menghadapi anak yang banyak berbicara. Demokratis, hargai, tumbuhkan pengertian, hasilkan solusi. Menghadapi anak pendiam, perbesar zona nyamannya, beri ruang belajar bicara di ruang kecil. Jika sudah terbiasa, libatkan dalam forum lebih besar.

Guru dan tugas tambahan. Di sekolah yang menyenangkan, tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran, tapi juga punya komitmen terhadap perkembangan anak secara keseluruhan. Tugas guru di sini selalu banyak tugas di luar jam pembelajaran resmi yang menguras kreativitas, kepemimpinan, dan energi. Tugas ini tidak dipersepsi sebagai tambahan, tapi bagian dari tanggung jawab moral seorang guru. Menandakan guru tersebut memiliki kompetensi.

Dipanggil Kepala Sekolah. Di sekolah yang menyenangkan, Kepala Sekolah sangat egaliter. Pembedanya hanya pada peran dan jabatan fungsionalnya.

Menghadapi orangtua yang ceriwis. Simak, pahami masalahnya, bahas dengan jernih dan santun.

Ruang kelas yang berdaya. Jadikan ruang kelas sebagai markas seru, akomodir usulan, apresiasi upayanya, manfaatkan ruang kelas sebagai sumber ilmu.

Guru bukan Ratu. I’m not a queen in this class. Argue me!”; Aku bukan Ratu di kelas ini. Ayo dong, bantah saya!

Diskusi Kelompok. Setiap peserta diberikan alat penanda bicara sebagai indikator berapa jatah bicara yang dimiliki. Sepakati peraturan selama diskusi, tema diskusi, ambil peran dalam forum.

Story Telling. Manfaatnya menambah daya kreativitas dan imajinasi, menambah wawasan, meningkatkan kemampuan berbahasa, mendengar, dan berkomunikasi, meningkatkan kemampuan konseptual dan kecerdasan emosional, relaksasi dan membangun keakraban antara murid dan guru. Dengan memperhatikan suasana, intonasi, ekspresi, timing, akhir.

Saling memberi penghargaan. Nilai pentingnya adalah memberikan citra diri yang positif pada anak. Selain penghargaan terkait prestasi akademik, yang lebih utama adalah apresiasi terhadap karakter positif.

Tugas akhir pekan bukan PR. “Not only did we fail to find any positive relationship, but the overall correlations between national average student achievement and national averages in [amount of homework assigned] are all negative.” Kami bukan hanya gagal menemukan adanya hubungan positif, justru keseluruhan korelasi antara prestasi siswa dan rata-rata jumlah pemberian pekerjaan rumah semuanya negatif. —David Baker dan Gerald LeTendre; National Differences, Global Similarities: Would Culture and the Future if Schooling

Tugas Akhir Pekan (TAP) bertujuan mengembangkan kreativitas, kemampuan komunikasi, manajemen diri, dan manajemen waktu. TAP bercitarasa keluarga karena sengaja dirancang melibatkan orang-orang di sekitar anak. Muatan pengulangan materi 20%, pengembangan motorik, berpikir, sosial, dan emosi sebesar 80%.

Evaluasi pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Belajar bertujuan mengembangkan dua sisi yang sama-sama penting: proses dan hasil. Tugas guru adalah mengajak anak mengalami dan bersentuhan langsung dengan pelajaran yang diajarkan, bukan serta-merta disuapi dengan berbagai informasi abstrak. Keberhasilan belajar tidak bisa hanya diukur dari sejauh mana anak mampu menguasai materi tetapi juga bagaimana proses penguasaan itu terjadi.

Pekan Lomba. Penilaian akhir semester kelas 1-2 SD dikemas dalam permainan berformat Pekan Lomba; dengan panggung, permainan cerdas cermat, baca puisi, menggambar, lompat bilangan. Atau di setting dalam bentuk adventure.

Ulangan Akhir Semester. Citra diri positif dan pemahaman tentang ujian sebagai rangkaian proses pembelajaran diharapkan sudah terbentuk dengan baik.

Laporan Perkembangan Anak (LPA); penilaian yang lebih rasional. Gunakan portofolio (proses dan hasil) sebagai salah satu variabel penilaian. Pembandingnya adalah kemajuan yang dicapai sebelumnya.

 

Bab: 4. Orangtua yang Menyenangkan

• Keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, meliputi pendidikan agama, pendidikan akhlak, pendidikan sosial, pendidikan intelektual, pendidikan jasmani, dan pendidikan kewirausahaan.

• Menyekolahkan anak di sekolah full day bukanlah melepaskan dan menyelesaikan masalah orangtua. Sekolah yang menyenangkan akan memberikan 'gangguan' bagi orangtua dengan TAP yang mau-tidak mau harus melibatkan peran orangtua. Segitiga pendidikan anak, yaitu sekolah-orangtua-masyarakat.

• Organisasi orangtua menjadi bagian yang menopang proses pendidikan di sekolah.

• Forum kelas digagas dan dilaksanakan oleh orangtua murid. Pelaksanaannya secara rutin dilakukan sebulan sekali untuk mengetahui perkembangan akademik dan karakter anak-anak. Kelola forum kelas sebagai kebutuhan orangtua, bukan kebutuhan guru kelas.

• Kegiatan parenting digagas oleh orangtua murid. Gunanya untuk mengokohkan landasan pokok dalam pengasuhan.

Market Day dilaksanakan oleh anak-anak yang biasanya bersamaan dengan parenting. Panitia parenting sengaja tidak menyediakan konsumsi acara dengan harapan mereka akan berbelanja di gerai-gerai makanan yang di kelola anak-anak. Manajer atau guru kelas memberikan ketentuan kisaran harga jual, jatah meja dan kursi jualan per-kelas, jeni smakanan harus sehat, harus ada bagi hasil jika dibantu orangtua, kelas 4-6 wajib menyertakan rugi-laba dan cara pembuatannya, boleh memasak di tempat Market Day dengan pengawasan orangtua atau guru, dan penilaian juara gerai ditentukan oleh variasi makanan dan keterampilan berpromosi.

• Guru Outsource dapat dimanfaatkan untuk belajar tentang keragaman sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing. Anak-anak belajar langsung dari ahlinya.

 

Bab: 5. Hakikat Sekolah Interaktif

• Lingkungan pendidikan: keluarga (membentuk karakter), sekolah (mengasah kompetensi), dan masyarakat (melatih kepemimpinan). Irisan dari tiga lingkaran lingkungan pendidikan itulah jati diri sekolah interaktif menyenangkan berada.

• Sekolah interaktif yang menyenangkan akan memberikan training kepada guru baru yang lulus seleksi untuk membentuk paradigma tentang sekolah interaktif yang menyenangkan.

• Sekolah interaktif yang menyenangkan melakukan pertemuan manajer/wali kelas pekanan untuk mengevaluasi dan menyusun rencana jangka pendek.

• Lahirnya paradigma baru; Holistik-Sistemik-Organismik; sebagai model tandingan Newtonian yang bersifat materialistik, mekanistik, dan deterministik. Di mana paradigma holistik ini memiliki prinsip: pahami dahulu keseluruhannya, baru kemudian dalami per-bagiannya.

• Sekolah interaktif yang menyenangkan memberikan pondasi bagi kompetensi guru yang mencakup keilmuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude), serta pondasi etik berupa moral, spiritual, dan integritas.

• Sekolah interaktif yang menyenangkan memiliki lima prinsip yang menyenangkan, yakni tauhid (menjadi diri sendiri dengan nama-Nya adalah resep pendidikan yang sederhana), cinta (“... awal dari cinta adalah membiarkan bahkan membantu orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak mengubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan” —Ahmad Thoha Faz), adil (keadilan dalam pendidikan diperlukan untuk memastikan bahwa anak didik telah diperlakukan secara benar dan proporsional), kadar (setiap makhluk diciptakan memiliki kadarnya dengan aspek kompetensi akademik, karakter, dan kepemimpinan di mana panduannya adalah keadilan dan energinya adalah cinta), dan relatif (aktualisasi dari tobat, penyegaran kembali, komitmen perbaikan berkesinambungan, dan keikhlasan yang terangkum dalam semangat pembelajar yang tidak pernah merasa sempurna).

• Tiga karakter sekolah interaktif yang menyenangkan adalah karakter bersyukur dengan memberikan tunjangan keluarga dan anak sebagai ungkapan terima kasih, bahwa keluarga adalah pendukung para guru agar dapat berkarya dengan lapang. Zero waste mengolah sampah, dan memanen air hujan adalah bentuk kesyukuran terhadap bumi. Pemberian penghargaan beragam karakter di kelas sebagai bentuk kesyukuran atas keberanian mereka menjadi diri sendiri. Karakter sabar adalah karakter untuk sukses. “Harus punya kesabaran yang berlimpah dahulu untuk belajar sabar.” —Stanislaw J. Lee. Karakter sederhana adalah karakter untuk hidup efektif.

• Sekolah interaktif yang menyenangkan memiliki tiga pilar kompetensi, yakni dzikrulloh (mengingat Alloh), tafakkur (berpikir mendalam), dan amal sholih.

• Tiga pilar kepemimpinan sekolah interaktif yang menyenangkan terdiri dari jujur, amanah, dan menyantuni orang lain.

 

Bab: 6. Belajar di Luar itu Menyenangkan

• Belajar di luar lingkungan sekolah akan mengaktifkan otak limbik. Oleh karenanya, memori anak-anak ketika mendapatkan pengalaman belajar di luar sekolah akan lebih berkesan dan mengendap. Outdoor learning sangat efektif untuk mengembangkan karakter dan wawasan. “Seminggu kehidupan berkemah bernilai enam bulan pengajaran teori di ruang pertemuan.” —Robert Baden-Powell

• Salah satu media ukur keberhasilan program pembelajaran kelas 1 sampai 3 di sekolah interaktif adalah Night at School di bulan ketiga tahun ajaran baru dengan tujuan meningkatkan keberanian, kemandirian. tanggung jawab, dan leadership.

Homestay tiga hari di desa mengajarkan berinteraksi dengan keluarga baru, suasana baru, mengolah kemampuan beradaptasi, dan menegakkan kemandirian. Ini diberlakukan untuk kelas 3-4.

Camping yang dilaksanakan untuk kelas 4 sampai 6 ini bertujuan untuk melatih kerjasama tim, tanggung jawab, dan kepemimpinan.

Supercamp dilaksanakan untuk kelas 5 dan 6 selama tiga hari dibimbing untuk mengidentifikasi gaya belajar yang efektif bagi dirinya. Mereka juga dipandu mengenali diri sendiri, memahami perasaan atau keinginan dan cara pengungkapannya, dan mampu menentukan tujuan. Di mana di akhir kegiatan Supercamp, mereka disodorkan lembar komitmen untuk meningkatkan kualitas diri sebagai pribadi, sebagai anak, dan sebagai murid.

• Kegiatan khas keagamaan di sekolah interaktif dibuat simulasi yang semirip mungkin dengan prosedur dan keadaan yang asli. Kegiatan simulasi manasik haji dimulai dari pendaftaran haji, pengurusan paspor, asrama haji, imunisasi, di bandara, manasik haji, tahallul, sembelih kurban.

Mabit atau menginap di masjid dilakukan di awal Romadhon. Hari itu, pembelajaran dilakukan di masjid. Buka puasa diikuti siswa kelas 1 sampai 6 bersama orangtua. Anak-anak kelas 1-2 pulang setelah buka puasa bersama, kakak kelasnya menginap (i'tikaf), qiyamul lail, sahur, sholat shubuh dan pulang di pagi hari.

• Pentas seni dengan tema kepahlawanan atau lingkungan menjadi sarana efektif menginternalisasi ilmu dengan lebih menyenangkan. Untuk kelas atas, mereka dapat juga dilibatkan dalam proses recording hingga editing dari proses film dalam pentas seni.

 

Bab: Deret Langkah Masih Panjang (catatan seorang guru)

• Langkah 1: Merintis sekolah interaktif di masa berdirinya harus yakin dengan visi dan misi. Itulah pintu gerbang. Meski sendiri dan tanpa pengalaman, merintis sekolah interaktif ibarat wanita melahirkan; tanpa pengalaman melahirkan dan harus melahirkan!

• Langkah 2: Keberanian bermimpi jadi pelangi penghias langit pendidikan di Indonesia. “Pikiran itu ibarat api yang harus dinyalakan.” —Plutarch.

• Langkah 3: Setiap anak itu unik. Wow!

• Langkah 4: Teruslah mencoba berbagai metode untuk menuju kecintaan anak untuk belajar secara mandiri. Aha!

• Langkah 5: Segera mengubah sudut sayap ketika ada hal yang belum diketahui untuk segera dicari ilmunya. Aku Tahu!

• Langkah 6: Satu per-satu akan terbuka jalan dan hasil metode yang pas sesuai harapan kita. Hore!

• Langkah 7: Tanamkan dalam diri yang paling dalam untuk selalu menjadi diri sendiri dengan nama-Nya ketika bosan dan putus asa mulai menggoda.

• Langkah 8: Orang lain akan menyebut apa yang kita hasilkan sebagai sebuah hasil akhir (kesuksesan). Bukan! Bahkan semua yang didapat adalah awal. Itulah hakikat pembelajar sejati; terus berupaya menjadi dan membentuk yang terbaik di masanya. #Selesai

 

 

Judul: Sekolah yang Menyenangkan

Penulis: Anna Farida, Suhud Rois, dan Edi S. Ahmad

Tebal: 300 hlm.

Genre: Pendidikan

Cetakan: I, Juli 2012

ISBN: 978-602-8394-46-8

Penerbit: Nuansa Cendekia, Bandung

 

Posting Komentar

0 Komentar