Resensi: Sekolah Kreatif

 

Mendapatkan karakter siswa yang mampu bertanya dengan bahasa yang terstruktur dan bermutu, menjadi idaman siapa pun. Dan guru kelas mempunyai peluang yang sangat besar untuk menghasilkan siswa yang kritis, mandiri, berpikir matang —jika memiliki ilmu dan kemauan.

Tentu saja, untuk menghasilkan profil siswa semacam ini tidak bisa sambil lalu. Ia harus di program dengan matang daei sejak konsep sampai penilaian dan dijalankan dengan konsisten.

Mengapa disebut “Sekolah Kreatif”? Sebab guru mempunyai peran besar dalam mencapai maksud pembelajaran dengan meragam teknik yang berfokus pada kemampuan dasar komunikasi.

Dalam buku ini, para guru akan mendapatkan beberapa keuntungan atau manfaat, seperti cakrawala pembelajaran, motivasi belajar, efektivitas mengajar, semangat untuk lebih giat dalam melayani siswa.

Di dalamnya memuat sejumlah instruksi praktis untuk aktivitas belajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Strategi pembelajaran yang diterapkan selalu menuju strategi pembangunan karakter siswa.

Pembahasan buku ini terbagi dalam lima bab, di mana satu dengan lainnya mempunyai keterkaitan erat;

• Merancang Lingkungan Literasi (Baca Tulis);

• Memandu Interaksi Siswa;

• Meningkatkan Kefasihan;

• Membina Pembelajar Seumur Hidup;

• Strategi untuk Menilai Perkembangan Siswa.

Di mana tiap bab terdiri dari tiga klasifikasi kemampuan siswa,

• Hal-hal sederhana untuk dikerjakan;

• Hal-hal yang menuntut usaha;

• Hal-hal bagi yang berkomitmen.

Tujuan komunikasi adalah menyampaikan maksud. Sedangkan komunikasi sangat tergantung dengan bahasa. Setidaknya ada tujuh prinsip perkembangan literasi (kemampuan baca-tulis) menurut Laura Lipton dan Deborah Hubble, yakni imersi (keterendaman), demonstrasi, ekspektasi (harapan), tanggung jawab, praktik, perkiraan, dan umpan balik.

Laura Lipton dan Deborah Hubble telah mempraktikkan teknik ini dari strata Sekolah Dasar dari sejak siswa tak paham literasi sampai mampu presentasi dan menunjukkan produk karyanya.

Setelah membaca buku inspiratif ini, tak sabar untuk kita terapkan satu-demi satu setiap instruksinya di kelas kita.

 

 

Resume Baca

Bab: Pendahuluan

• Buku ini dimaksudkan untuk memberi dorongan, dukungan, rangsangan, kemudahan, semangat, dan juga untuk melengkapi.

• Pemdekatan berorientasi-pembelajar terhadap pengajaran merupakan sebuah sikap, bukan metode.

• Pengajaran berorientasi pembelajar dilandaskan pada pertanyaan, pemikiran, dan eksperimentasi pembelajar saat kegiatan belajar.

• Kurikulum berorientasi-pembelajar hadir sebagai perkembangan lebih lanjut dari pengalaman belajar.

• Bahasa digunakan untuk ungkapan pribadi, berbagi dan memproses pengalaman, dan memahami dunia. Untuk mencapai tujuan berbahasa, harus diciptakan kondisi eksperimentasi.

• Buku ini menggunakan tujuh prinsip perkembangan literasi (kemampuan baca-tulis).

• Tujuan komunikasi adalah menyampaikan maksud.

• Buatlah forum untuk mengaktifkan kemampuan berbahasa dengan baik dengan menggunakan bentuk-bentuk utuh bahasa tulis melalui mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

• Pengalaman pembelajar melalui aktivitas membaca merupakan interaksi antara sebuah halaman tercetak dengan pengetahuan si pembaca.

• Menentukan pilihan cara belajar, akan menumbuhkan dan menguatkan komitmen bagi anak terhadap pembelajaran, rasa memiliki atas pekerjaan mereka, dan tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi.

• Tujuan pembelajaran bukanlah untuk menghapuskan kesalahan, melainkan mengurangi kesalahan.

• Seni berbahasa terintegrasi satu dengan yang lain dan dengan konteks di sekelilingnya.

• Penilaian bersifat formatif, developmental, dan deskriptif berdasarkan produk dan proses melalui pengamatan atau “pengawasan anak-anak”. Penilaian berorientasi pertumbuhan proses, bukan pertumbuhan remedial. Guru juga mengecek apa yang sudah bisa dilakukan dan belum bisa dilakukan siswa.

• Ciptakan lingkungan, penuhi syarat-syarat pembelajaran bahasa. Sebisa mungkin, guru menciptakan kondisi pembelajaran mirip dengan kondisi saat anak belajar bicara (di rumah). Guru harus berkomitmen menyediakan pengalaman belajar yang optimal dan menjamin keberhasilan siswa. Syarat-syarat tersebut adalah imersi (‘keterendaman’), demonstrasi, ekspektasi, tanggung jawab, praktik, perkiraan, dan umpan balik.

 

Bab: 1. Merancang Lingkungan Literasi (Baca Tulis)

“Ruang kelas haruslah sesuai dengan lingkungan alami anak-anak, sebuah tempat berlangsungnya interaksi bahasa yang konstan dimulai dengan personal dan ekspresif menuju penggalian dan perluasan batas-batas lingkungan.” —Rexford G. Brown

• Beberapa fakta yang perlu diperhatikan adalah anak-anak menghabiskan sekitar 7.200 jam di kelas selama pendidikan dasar. Bahwa ciri khas kelas yang efektif adalah keyakinan penuh dari guru bahwa semua anak bisa belajar membaca. Bahwa anak-anak mampu mengungkapkan diri dalam tulisan dari pengalaman awal bersekolah.

• Hal-hal sederhana untuk dikerjakan dalam mempelajari bahasa dan menggunakannya dapat dilakukan dengan beragam variasi pembelajaran yang menyenangkan tetapi tetap berpegang pada tujuan pembelajaran, seperti: guru memberi label semua perangkat pembelajaran dan gedung kemudian siswa diminta mendata dengan memberikan komentar tiap objek yang ditemui, atau dengan permainan memberikan label yang sudah dibuat guru ke objek yang sesuai, atau setiap murid diberi kesempatan membuat kata atau frase pendek dari sebuah objek gambar yang dipajang di tengah papan tulis, atau guru bercerita pendek berulang-ulang kemudian siswa secara berkelompok mengilustrasikan melalui gambar, dan masih banyak latihan ringan lainnya.

• Hal-hal yang menuntut usaha untuk membangun pengalaman siswa melalui pengalaman belajar mengilustrasikan menu hidangan makanan dengan bahasa tukis yang benar, atau membuat skenario atau jalan cerita sebuah sandiwara sederhana, atau membuat grafik makanan favorit melalui survei kelas, atau buat proyek piramida makanan, dan semacamnya yang menuntut usaha.

• Untuk yang berkomitmen, diharapkan dapat membangun pusat belajar melalui kegiatan belajar menyusun peraturan pusat pembelajaran yang ditulis dan dipajang. Pada kelas awal, siswa dapat melakukan merapikan alat tulis, cara meraut pensil, cara menggaris objek tiruan dan menggunting dengan benar.

 

Bab: 2. Memandu Interaksi Siswa

“Dengan memahami bahwa makna dibentuk secara sosial dan bergantung pada konteks, kita menyadari bahwa belajar harus melibatkan kerjasama; kerjasama antara siswa dengan gur, antara siswa dengan penulis yang karyanya dipublikasikan, antara penulis, pembaca, dan antarsiswa itu sendiri.” —Judith Newman

• Belajar adalah tindakan menyusun pengetahuan. Pendalaman dan penemuan akan dapat dilakukan secara efektif jika anak-anak diberikesempatan membangun pengetahuan bersama teman-temannya. Belajar bersama akan mendorong siswa berpikir keras, mengklarifikasi gagasan dan pemikiran, serta melafalkan terminologi baru.

• Belajar bersama memiliki identifikasi menghasilkan, berbagi, dan menularkan pengetahuan secara individual maupun secara berkelompok.

• Hal-hal sederhana untuk dikerjakan dalam belajar bersama dapat dilakukan dengan teman akrab (partner), berpasangan dengan teman di sekitar tempat duduk, kefasihan lisan berpasangan (paired verbal fluency/PVF), menanya dan menulis biografi pasangan belajar, membuat resume dari paragraf bacaan yang dibaca secara berpasangan, atau guru menunjuk satu anak putra dan satu anak putri sebagai tempat bertanya teman-teman satu kelas (menunjukkan bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar).

• Hal-hal yang menuntut usaha dalam belajar kelompok dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan bertutur kata dengan memenuhi prinsip membangun pemikiran tingkat tinggi (high order thinking skills), menyatukan tim, memastikan pembelajaran individu, meninjau dan membahas, dan mengembangkan keterampilan sosial. Kegiatan untuk memenuhi tingkat ini dapat ditempuh dengan cara membaca cerita pendek, mengidentifikasi profil alur cerita, dan membuat cerita pendek dengan menggunakan profil alur cerita yang mereka simpulkan sebelumnya. Atau masing-masing berdiskusi membuat sebuah konsensus dari bacaan pendek yang dibacakan guru yang kemudian dipresentasikan dan dikritisi oleh setiap kelompok. Atau setiap kelompok kecil membuat sebuah paparan pendek secara tertulis untuk kemudian diberikan ke kelompok lain, di mana pada tahap ini setiap kelompok bertugas sebagai penyunting bagi tulisan kelompok lain. Atau setiap siswa berperan sebagai penyunting bagi karya teman pasangan belajarnya.

• Untuk tingkat yang membutuhkan komitmen, beberapa jenis kegiatan dapat ditempuh, seperti mendiskusikan isi buku. Pada kegiatan ini, harus diciptakan dulu iklim diskusi buku yang nyaman, mempersiapkan siswa (terutama yang belum terkondisi untuk diskusi buku) dengan menyediakan pilihan topik buku, boleh membawa catatan dari buku yang sudah dibaca sebelumnya dalam forum, mengajukan pertanyaan yang belum dibahas dalam dulu, dan sebagainya. Selanjutnya, dapat dibuat forum diskusi ringan tentang buku dalam waktu yang relatif tidak lama (tetapi rutin). Buatlah format diskusi yang dilakukan secara konsisten (meski pun tidak baku) untuk membentuk peta berpikir peserta dalam berdiskusi. Atau dapat ditempuh cara diskusi buku empat mata bagi siswa yang terindikasi belum muncul kepercayaan dirinya dalam forum diskusi buku yang melibatkan banyak peserta. Dibuat pengelompokan sesuai dengan kecenderungan bacaan siswa, seperti liga literatur dan kelompok minat khusus.

 

Bab: 3. Meningkatkan Kefasihan

“Membaca merupakan permainan tebakan psikolinguistik.” —Ken Goodman

• Bahasa menawarkan tiga sumber utama informasi atau sistem isyarat: semantik, sintaksis, dan grafofonik. Semantik terkait dengan konotasi kata dan makna yang kita dapat dari bahasa. Sintaksis terkait dengan susunan gramatika kata dan aturan yang menentukan susunan tersebut. Grafofonik melibatkan hubungan bunyi dan lambang bahasa.

• Membaca merupakan sebuah proses memprediksi, mengonfirmasi, dan mengintegrasikan informasi.

• Hal-hal sederhana untuk meningkatkan kefasihan dapat dilakukan dengan mengembangkan keterampilan membuat prediksi, seperti memilih dan menggunakan teks terprediksi (dapat diduga). Langkah ini dapat ditempuh melalui teknik bercerita nyaring oleh guru yang sesekali berhenti dibaca untuk menstimulasi daya prediksi siswa. Atau minta siswa menyusun cerita sendiri dari contoh cerita yang dibacakan guru secara nyaring. Atau secara berkelompok, siswa diminta menggubah lagu anak-anak. Atau bermain kata dengan cara mengisi beberapa kata dalam syair lagu yang sengaja dikosongkan guru yang menjadi rangkaian kalimat utuh bersama pasangan belajar, kemudian saling mengonfirmasi hasil opininya masing-masing. Atau setiap siswa secara berpasangan membaca teks dan diarahkan untuk menghentikan sejenak pada kata yang perlu dijelaskan sesuai pemahaman siswa tanpa teks.

• Hal-hal yang menuntut usaha dalam melatih kefasihan dengan cara memperluas pengalaman membaca. Perlu disadari dan ditanamkan pada anak, bahwa membaca adalah pengalaman pribadi yang memuaskan, pencarian informasi, dan sebuah cara untuk berhubungan dengan dunia. Kegiatan untuk melatih kefasihan dapat berupa mencari dan mendata beberapa idiom, menceritakan dan mendiskusikan isi komik atau beberapa di antara mereka boleh membuat komik dengan mengosongkan semua kotak dialog. Dapat juga membuat wawancara terkait isu terkini atau yang kontroversial ke teman pasangan belajar.

• Untuk tingkat yang membutuhkan komitmen, beberapa jenis kegiatan dapat ditempuh, seperti terlibat aktif dalam proses pembelajaran tematik. Libatkan mereka dalam proyek layanan kemasyarakatan, bermain peran dalam beberapa disiplin ilmu, seperti menjadi guru di mana mereka diminta membuat rencana pembelajaran yang bermakna dan melakukan microteaching.

 

Bab: 4. Membina Pembelajar Seumur Hidup

“Anak-anak yang pertanyaannya sering tidak ditanggapi, akan berhenti mengajukan pertanyaan. Dan anak-anak yang tidak diceritakan atau dibacakan kisah-kisah tidak akan punya banyak alasan untuk berkeinginan belajar membaca.” —Gail E. Haley

• Mendidik dalam kelas bukan saja untuk memberikan bekas pendidikan dalam diri siswa. Tetapi juga membekaskan karakter siswa yang gemar belajar, menghormati ilmu, dan sumber ilmu.

• Hal-hal sederhana untuk membina pembelajar seumur hidup dapat dilakukan dengan cara membaca keras dan membaca bersama. Program pembinaan baca-tulis (literasi) ini dapat dilakukan dengan cara membaca di hadapan anak-anak, pembacaan oleh anak-anak, dan membaca bersama anak-anak. Pemahaman dalam menyimak muncul sebelum pemahaman bacaan. Teknik read aloud dengan melibatkan buku cerita bergambar yang diceritakan penh ekspresi, akan memberikan dampat positif yang mengejutkan. Buatlah resensi untuk setiap buku bacaan yang telah selesai mereka baca dalam secarik kertas (post-it) dan tempelkan dalam papan literasi atau pohon literasi untuk mengingatkan buku apa saja yang sudah ia baca. Berikan waktu tersendiri kepada siswa untuk membiasakan diri membaca dalam hati (sustained silent reading).

• Hal-hal yang menuntut usaha dalam melatih diri jadi pembelajar seumur hidup untuk membaca, berdiskusi, berdebat, menyarankan, menunjukkan simpati, dan mengidentifikasi karakter kepada setiap siswa dari buku yang sudah mereka baca. Kegiatannya dapat berupa penugasan menulis yang memiliki tujuan jelas seperti menulis surat ke penulis favorit, membahas tokoh dalam buku, membuat tulisan terkait ungkapan perasaan atau menanggapi perubahan di sekeliling mereka, atau menuliskan pengalaman dalam percobaan sains secara ilmiah. Beri motivasi kepada siswa untuk meninjau dan mengevaluasi karya mereka, publikasikan karya mereka dalam bentuk label, sampul buku, poster, kemudian kirimkan pula kepada orangtua mereka.

• Untuk tingkat yang membutuhkan komitmen, membina pembelajar seumur hidup dapat dilakukan dengan cara membangun kebersamaan pembelajar. Yang perlu dicatat, siswa lebih banyak mencapai tujuan mereka dalam interaksi kerjasama daripada interaksi yang kompetitif atau individualistis. Buat atau bergabunglah dengan klub membaca. Atau lakukan langkah duplikasi, yakni guru memperagakan cara membaca, siswa menyimak teksnya. Kemudian mereka mengikuti cara baca guru. Atau buatlah acuan buku untuk mereka baca kemudian tugaskan mereka merangkum kemudian mendiskusikan. Temukan argumen masing-masing dalam menilai isi bacaannya.

 

Bab: 5. Strategi Untuk Menilai Perkembangan Siswa

“Tujuan mendasar belajar dan mengajar di sekolah ialah menjamin tiap pembelajar mendapatkan pengajaran yang optimal dan peluang untuk meraih potensi pendidikannya. Praktik penilaian dan evaluasi hanya dianjurkan untuk dilakukan bila memenuhi tujuan ini.” —Leanna Traill

• Guru yang efektif mengidentifikasi tingkat perkembangan siswa, kemudian menyusun kegiatan kelas agar siswa terdukung dan terhantarkan menuju tingkat pertumbuhan dan pemahaman berikutnya.

• Keputusan pengajaran didasarkan pada kelebihan, kelemahan, dan kebutuhan anak-anak dalam memahami pola-pola pertumbuhan literasi.

• Hal-hal sederhana untuk menilai perkembangan siswa dapat dilakukan melalui pengawasan anak di kelas dengan menggunakan kalimat atau frase deskripsi, atau dengan membuat catatan anekdotal. Rapikan catatan dalam folder atau binder sesuai alfabetikal nama anak. Buatlah format penilaian yang praktis dan mudah menggunakannya (menggunakan ceklis pada beberapa perilaku signifikan tiap siswa/skala Likert). Gunakan ceklis atau anekdotal selama 1 semester untuk merekam proses perkembangan. Lakukan proses wawancara terkait kemampuan baca dan perannya bagi lingkungan.

• Hal-hal yang menuntut usaha dalam keperluan penilaian, dapat diambil dari portofolio siswa, isi portofolio, manfaatkan portofolio untuk merencanakan skenario pembelajaran berikutnya, susun portofolio dengan baik dan rapi. Buatlah bundel jika portofolio terlalu banyak dan memakan tempat. Minta siswa menarik kesimpulan dari semua portofolio mereka selama satu tahun pelajaran.

• Untuk tingkat yang membutuhkan komitmen, kebutuhan penilaian dapat melalui tugas ekshibisi dan pemeragaan, yakni penilaian otentik, membuat rubrik, tunjukkan dalam ekshibisi meriah. #Selesai

 

Bibliografi

Judul: Sekolah Kreatif

Penulis: Laura Lipton dan Deborah Hubble

Tebal: 220 hlm.

Genre: Pendidikan

Cetakan: I, Juni 2013

ISBN: 978-602-8394-55-0

Penerbit: Nuansa Cendekia; Bandung

 

Posting Komentar

0 Komentar