Berapa tahun kita mengenyam pendidikan? Sejauh mana perilaku kita terhadap bahan sisa konsumsi (sampah) pada diri kita?
Meninggalkan sampah ditempat kita mengonsumsi makanan atau membuang sampah sembarangan merupakan perilaku belum terdidik sama sekali tentang sampah —seberapa pun tinggi pendidikan akademinya.
Sedangkan membuang sampah pada tempatnya, menunjukkan perilaku bersih diri, tetapi belum bersih lingkungan. Kok bisa? Karena membuang sampah pada tempat sampah, tidak berarti menyelesaikan masalah sampah. Perilaku tersebut hanya memindahkan sampah.
Perilaku terpuji terhadap permasalahan sampah dapat dicapai dengan latihan bertahap. Setidaknya ada tiga model belajar meminimalkan sampah dalam rumah, yakni yang kita kenal dengan 5R (refuse/menolak, reuse/menggunakan ulang, reduce/mengurangi, recycle/mendaur ulang, rot/pembusukan) di mana urutannya tergantung kebutuhan. Atau dengan Strategi 3 Pintu; Pintu Depan (prakonsumsi: meminimalkan dan menyaring potensi sampah yang akan masuk rumah), Pintu Tengah (tahap konsumsi: menggunakan kembali, memperbaiki, dan mencegah makanan tersisa), dan Pintu Belakang (pascakonsumsi: memilah dan mengolah). Atau dengan metode 3-ah; Cegah, Pilah, dan Olah.
Tentu saja, gaya hidup praktis sekaligus ‘musuh’ lingkungan adalah penggunaan single-used plastic (plastik sekali pakai). Sampah plastik bahkan sudah mencemari lautan. Di Samudra Pasifik teronggok sampah-sampah hingga membentuk semacam pulau. Tempat ini disebut The Great Pacific Garbage Patch. Pada tahun 2020, The Guardian melaporkan ditemukannya mikroplastik di plasenta manusia untuk pertama kalinya.
Membentuk perilaku minim sampah tidak bisa dilakukan dalam sehari saja. Ia butuh latihan agar menjadi sebuah kebiasaan.
Dalam buku ini, diberikan contoh tabel latihan menghitung volume sampah harian yang terpilah dalam kategori sampah organik dan anorganik (dalam satuan gram) selama sepekan —tentu saja menggunakan salah satu dari tiga metode di atas. Misal menggunakan 3-ah, langkah “mencegah” mengajak kita mengontrol bakal sampah yang akan masuk ke rumah kita. Ringkasnya, kita menjauhi benda sekali pakai.
Langkah “memilah” dapat kita lakukan dengan membuat beberapa kategori sampah di rumah seperti sampah organik, daur ulang campuran, bahan kertas, sampah B3, dan lain-lain (untuk dibuang ke TPA). Sedangkan langkah “mengolah” dapat dilakukan pengomposan dan biopori pada sampah organik, membuat kreasi dan eco-brick dari bahan daur dan kertas.
Bukan hanya itu, panduan merancang menu masakan di rumah yang seminim mungkin meninggalkan sampah, tidak menyisakan makanan, apa yang harus dibawa saat keluar rumah (terkait potensi menghasilkan sampah), ide bekal anak tanpa kemasan, tempat terdekat yang menjual produk tanpa kemasan, ada dalam buku ini.
Yang menarik, ada bab khusus bagi pelaku gaya hidup minim sampah berbasis pengalaman, dari saat di luar rumah, saat di perjalanan, event, workshop, hantaran, playdate, takjil, arisan, i’tikaf yang semuanya minim sampah.
Buku ini mengajari kita bagaimana belajar mengelola sampah sejak dari hulu (rumah) agar mudah diselesaikan di hilir (TPA).
Mari tanamkan prinsip: “Sampahku Tanggung Jawabku.”
Daftar Isi
Pendahuluan | 1. Kenapa Belajar Zero Waste? | 2. Kemana Perginya
Sampahku? | 3. Apa Itu Gaya Hidup Minim Sampah? | 4. Cegah, Pilah, dan Olah | 5.
Tantangan Ubah Kebiasaan Selama 30 Hari | 6. Minim Sampah di Luar Rumah | 7.
Pertanyaan Seputar Belajar Minim Sampah | 8. Mari Bergerak Bersama!
Resume Baca
Bab: Pendahuluan & Bab 1. Kenapa Belajar Zero Waste?
• Budaya zero waste ibarat tingkat ‘sufi’ bagi pengelolaan sampah.
• Zero waste bukan tren sesaat,
melainkan harus menjadi karakter bawaan.
• Tingkat perilaku manusia terhadap sampah:
» Menyampah dengan paham;
» Menyampah dengan kesadaran;
» Menyampah dengan tanggung jawab.
Bab: 2. Kemana Perginya Sampahku?
• Sampah muncul karena ada sisa proses konsumsi.
• Setelah buang sampah, kita mengira urusan sampah selesai. Kenyataannya,
sampah hanya pindah tempat ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
• Beberapa sistem TPA:
» Open Dumping System; sampah ditimbun di cekungan terbuka tanpa
menimbunnya dengan tanah. Sistem ini berpotensi pencemaran air, tanah, dan
udara.
» Controlled Landfill; sampah ditampung di tempat terbuka, dipadatkan
dan diratakan, kemudian ditimbun tanah. Dilengkapi sistem pengontrol air lindi,
gas metan, dan saluran drainase.
• Sampah sudah banyak menyakiti makhluk hidup lain yang seharusnya hidup
berdampingan dengan manusia.
• Fakta terkait sampah: 2001 New York memiliki TPA dengan tinggi
timbunannya jauh lebih tinggi dari patung Liberty, 2019 ditemukan mikroplastik
dalam feses manusia, 2020 ditemukan mikroplastik dalam plasenta manusia.
• Ambil langkah partisipatif mengurangi permasalahan sampah: kondisikan
keluarga, tinggalkan kebiasaan menggunakan barang sekali pakai yang berpotensi
menambah sampah dengan barang yang dapat digunakan ulang.
• Setiap ciptaan Alloh memiliki daur hidup dan dapat terurai. Sementara buatan
manusia, justru sebaliknya. Plastik sekali pakai merupakan penemuan yang
menjadi senjata makan tuan bagi manusia.
• Membuang sampah pada tempatnya belumlah menyelesaikan masalah. Ambillah
langkah memilah sampah (organik dan anorganik) atau mendaurnya menjadi hal
bermanfaat atau dibuat kreasi. Sampah organik adalah sampah yang mudah busuk.
Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang tidak dapat terurai dengan
bakteri (plastik, kaca, karet, besi).
• Setelah pemilahan (organik dan anorganik), buat program harian berupa
penimbangan produksi sampah rumah tangga kita setiap harinya. Harapannya,
produksi sampah rumah tangga tiap harinya makin berkurang.
• Langkah selanjutnya, lakukan pemanfaatan sampah menjadi hal yang
bermanfaat (organik: komposting dan semisalnya, anorganik: kreasi dan sejenisnya).
• Berikutnya, buatlah tabel sampah harian: Sebelum Pencegahan, Setelah
Pemilahan, Setelah Pengolahan.
Bab: 3. Apa Itu Gaya Hidup Minim
Sampah?
• Salah satu maksud zero waste
adalah menjauhi single-used plastic
(plastik sekali pakai). Tujuannya agar sampah yang sulit terurai tidak dikirim
ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
• Belajar zero waste mengajari
kita untuk mengevaluasi gaya hidup dan menghitung seberapa besar dampak positif
maupun negatif terhadap lingkungan dari apa yang kita konsumsi.
• Zero waste merupakan rangkaian
perilaku refuse (menolak), rot (membusuk), reduce (mengurangi), reuse
(menggunakan ulang), dan recycle
(mendaur ulang). Untuk menjalaninya, kita boleh mengubah urutannya, sesuai
dengan keadaan di tempat kita.
• Strategi menuju Kota Tanpa Sampah: Pintu Depan (prakonsumsi: meminimalkan
dan menyaring sampah yang akan masuk rumah), Pintu Tengah (tahap konsumsi:
menggunakan kembali, memperbaiki, dan mencegah makanan bersisa), Pintu Belakang
(pascakonsumsi: memilah dan mengolah).
Bab: 4. Cegah, Pilah, dan Olah
• Tujuan pemilahan adalah untuk memudahkan di tahap pengolahan.
1. Cegah; usahakan jangan ada
barang yang berpotensi jadi bahan sisa konsumsi di rumah (terutama berbahan
plastik sekali pakai).
• Mulai memikirkan dan melakukan perlengkapan apa saja untuk kegiatan
keluar rumah yang mendukung zero waste:
tumbler, handuk kecil, rantang, sapu
tangan, totebag, sedotan stainless steel, peralatan makan.
• Buatlah menu makan atau bekal anak tanpa kemasan. Sekaligus mendata
tempat jajanan terdekat mana saja untuk mendapat produk tanpa kemasan.
• Sekali lagi, kondisikan anggota keluarga untuk mendukung program zero waste, bukan hanya di rumah, tetapi
di mana pun tempat mereka beraktivitas.
• Langkah-langkah mengondisikan keluarga: buat target yang ringan, bermain
halus (bukan langsung revolusioner), beri contoh, buat rencana berkelanjutan
yang memingkinkan diterapkan di rumah, keep
writing and sharing, belajar bertanggung jawab, hargai proses, dan lakukan
dengan gembira.
2. Pilah; siapkan tempat
pemilah. Sebagian bahan sisa konsumsi anorganik dapat dijual ke bank sampah
terdekat.
• Buat juga tabel pencegahan potensi sisa konsumsi harian dengan kolom
potensi sampah yang berhasil ditolak, potensi sampah yang tidak berhasil
ditolak, dan penyebabnya selama satu bulan.
• Menyiasati bahan sisa komsumsi —terutama anorganik— yang sudah terlanjur
masuk “pintu depan”, dapat di tempuh jalan pemilahan: kompos, daur ulang
campuran, kertas dan kardus, sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun), dan lain-lain
(untuk dibuang ke TPA).
3. Olah; dibutuhkan alat
komposter untuk bahan sisa konsumsi organik untuk mengurangi beban TPA.
• Kunci efektivitas zero waste
adalah dipilah dan diolah. Jika bahan sisa konsumsi sudah tercampur, akan sulit
diolah karena kecepatan dan proses penguraiannya berbeda. Beberapa pola
konsumsi yang perlu diperhatikan adalah mengatasi food waste, pemborosan air, pemborosan energi, dan bahan bakar.
• Lakukan pengomposan untuk bahan sisa konsumsi organik, buat biopori untuk
resapan air dengan memanfaatkan biota tanah mengurai bahan sisa konsumsi
hewani.
• Langkah pengolahan bahan sisa konsumsi juga dapat diaplikasikan dalam
bentuk eco-bricks.
• Silakan menggunakan cara yang nyaman dari ketiga cara: 5R, Strategi 3
Pintu, atau 3-ah (Cegah, Pilah, Olah).
Bab: 5. Tantangan Ubah Kebiasaan
Selama 30 Hari
• Berapa tahun kita menjalani pendidikan di institusi pendidikan? Apakah
perilaku kita terhadap sampah (bahan sisa konsumsi) sudah dapat
dipertanggungjawabkan?
• Dari paparan di bab 1 sampai bab 4, kita ujicobakan selama 30 hari.
Buatlah daftar Apa kebiasaan yang diubah? dalam bentuk tabel pekanan selama
satu bulan. Tuliskan pula daftar “hambatan dan tantangan saat ingin mengubah
kebiasaan”. Tulis pula daftar “rasanya saat kebiasaan lama dapat diubah”.
Terakhir, buat catatan “langkah-langkah mengubah kebiasaan”.
• Menuju “nol sampah” adalah perjalanan yang panjang, dan kesempurnaan itu
bukanlah tujuan akhir.
Bab: 6. Minim Sampah di Luar Rumah
(sharing pengalaman)
• Perjalanan minim sampah; selain membawa perlengkapan makan yang dapat
dipakai ulang, cari penginapan yang menyediakan dispenser, alat makan, dapur,
alat masak, dan tempat cuci peralatan makan. Bawa juga totebag untuk wadah saat belanja.
• Acara minim sampah; persiapkan acara sebaik mungkin, sosialisasi dan edukasi
sebelum acara memanfaatkan grup WhatsApp terkait zero waste event, isi kegiatan dengan program-program edukasi
terkait zero waste. Acara temu dalam
sebuah komunitas dengan program unggulan zero
waste, akan memberikan dampak positif pada motivasi peserta.
• Workshop minim sampah di hotel;
pihak hotel akan merasa senang ketika peserta workshop membawa tumbler
untuk isi ulang minum dan panitia meniadakan tisu. Spanduk dibuat dengan kreasi
memanfaatkan sampah daur. Siapkan menu snack
tanpa sampah. Pertimbangkan lagi alternatif pengganti alas snack berbahan
kertas yang berpotensi jadi sampah. Sebagai bahan edukasi (bukan bermaksud
menstimulasi perilaku memproduksi sampah), siapkan tempat sampah terpisah di
sudut ruang.
• Hantaran minim sampah; manfaatkan besek bambu untuk wadah hantaran
makanan. Untuk pembungkus atau alas makanan, dapat memanfaatkan daun pisang
atau jati. Sampah daun dapat diolah dalam komposting.
• Playdate minim sampah; siapkan
registrasi secara online (tanpa
melibatkan kertas sama sekali), peserta membawa kudapan atau disiapkan
prasmanan oleh panitia dengan wadah reusable
dan minim sampah, bawa tumbler,
menyiapkan tempat sampah sesuai kategori.
• Takjil minim sampah; memanfaatkan besek bambu dengan meniadakan semua
kemasan berplastik, dapat digunakan untuk kemasan takjil. Tentu saja, sajian
takjil basah seperti kolak dan puding terpaksa tidak ada dalam besek. Jangan
lupa, sertakan makanan berbuka bernilai sunnah; kurma.
• Arisan minim sampah; tidak menyediakan air mineral kemasan, tidak
menyediakan tisu maupun plastik. Gunakan menu makanan dengan cara prasmanan
tanpa melibatkan wadah sekali pakai; gorengan dan buah. Sediakan banyak gelas
dan kain serbet. Sebagai oleh-oleh, gunakan kemasan besek bambu untuk membungkus
makanan para peserta arisan.
• I’tikaf minim sampah; selalu bawa perbekalan makan-minum reusable saat
i’tikaf; tumbler, food container, gelas plastik,
sendok-garpu, sedotan bambu, pisau lipat untuk buah, piring atau mangkuk
plastik, dan tas kain.
Bab: 7. Pertanyaan Seputar Belajar
Minim Sampah
• Pengolahan popok sekali pakai: Kurangi penggunaan popok sekali pakai dan
ganti dengan popok kain. Masa penguraian bahan popok mencapai 450 tahun.
• Terlanjur memakai styrofoam: styrofoam berbahaya bagi badan dan
lingkungan. Ia tidak dapat didaur ulang. Saran: kirim ke perusahaan pengelola
sampah atau limbah.
• Solusi untuk pecahan kaca: Kaca dapat didaur ulang. Segera pisahkan dan
diserahkan ke bank sampah atau lembaga pengelola sampah.
• Cara mengolah minyak jelantah: Jangan dibuang. Pisahkan dalam wadah
tertutup atau botol. Dalam jumlah tertentu, dapat diolah atau diserahkan ke
pengepul jelantah.
• Jika tidak ada bank sampah: Dapat diserahkan ke pemulung, tukang rongsok,
pengepul, atau pengrajin barang bekas.
• “Mari bergerak bersama.” #Selesai
Bibliografi
Judul: Menuju Rumah Minim Sampah
Penulis: DK Wardhani
Tebal: xiv+162 hlm.
Genre: Lingkungan
Cetakan: III, Oktober 2021
ISBN: 978-623-90233-0-0
Penerbit: Bentala Kata, Jakarta Selatan
0 Komentar