Resensi: Cheng Ho; Penyebar Islam dari China ke Nusantara

 

Membahas tentang Cheng Ho dan perannya dalam Islamisasi di —khususnya— Jawa, memang menarik. Kita disuguhkan pada bukti-bukti arkeologi dan juga jejak budayanya.

 

Pada kurikulum pendidikan kita, dulu kita diakrabkan dengan teori Gujarat (India) sebagai pembawa Islam di Indonesia. Di samping itu, ada pula teori Arab (Makkah). Prof. Slamet Muljana menggagas teori China di tahun 1968. Disertasi Tan Ta Sen yang dibukukan ini berfokus pada Islamisasi Asia Tenggara —terutama Jawa— dari arus China berpijak dari tulisan Slamet Muljana.

Filsafat dan keyakinan agama China di masa kuno masih keyakinan primitif animisme di mana alam menempati kekuatan tertinggi. Masuknya budaya India ke China awalnya dari ajaran Buddhisme yang kemudian mengalami sinisisasi (meleburkan Buddhis dalam budaya China). Awal Islam masuk ke China belum dapat diterima dengan baik karena meniadakan kasta dan mengesakan Tuhan yang tidak sesuai dengan filsafat Konfusius.

Mongol menginvasi China dan juga Majapahit. Di tangan Mongol, tokoh Muslim di China mendapat privilege. Hingga beberapa gubernur berasal dari China Muslim. Ketika dominasi Mongol runtuh, Cheng Ho lahir pada 1371 dari keluarga haji. Hingga saat kecil, Cheng Ho direnggut Dinasti Ming dan dikebiri untuk dijadikan kasim.

Demi mengembalikan keyakinan sinosentrisnya, Kaisar Yongle menunjuk Cheng Ho memimpin ekspedisi maritim ke 33 negara. Cheng Ho juga sekaligus berdakwah di setiap tempat ia singgah sekaligus menjaga keamanan Jalur Rempah. Pada ekspedisi ke-7, Cheng Ho wafat di usia 60 tahun di Calicut.

Sepeninggal Cheng Ho, China perantauan tak tentu nasibnya. Karena Biro Pemantau China Perantau bentukan Cheng Ho tak terdaftar di kekaisaran. Mereka pecah. China Muslim kembali eksklusif kehilangan anutan, China non-Muslim mengembangkan dominasi dan eksistensi. Sehingga sebagian China Muslim kembali murtad.

China Muslim di Jawa pecah sesuai pilihan metode dakwah: mazhab Hanafi (konservatif) dan mazhab Syafi’i (progresif). Yang pertama relatif terpinggirkan, yang kedua berhasil mengembangkan gerakan Islam Jawa. Beberapa tokohnya berada pada lingkar terdalam Walisongo dan mendirikan Kesultanan Islam Demak.

Sampai detik ini, ketegangan sosial dan agama China imigran antara Muslim dan non-Muslim hanya terpusat pada Cheng Ho. Bagi Muslim ada larangan memvisualisasikan makhluk hidup. Sebaliknya, China non-Muslim leluasa mendewakan dan memvisualisasikan Cheng Ho sebagai dewa; Jenderal Pembantu Dewi Laut.

 

Daftar Isi

Pendahuluan  | Dunia dan Peradaban China  | Penyebaran Buddhisme ke China dan Sinisisasi | Kedatangan Islam di China | Sinisisasi Islam di China | Islamisasi Asia Tenggara | Cheng Ho dan Islamisasi Asia Tenggara | Lokalisasi Islam di Kepulauan Asia Tenggara | Kesimpulan

 

Resume Baca

Bab: Kata Pengantar dan Prakata

• Kata Pengantar dari A. Dahana; Guru Besar Studi China dari Universitas Indonesia; menyuplik argumentasi Prof. Dr. Slamet Muljana, bahwa salah satu anggota Walisongo keturunan Tionghoa (Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara; 1968). Secara tidak langsung, Slamter Muljana mengatakan adanya “arus China” dalam penyebaran Islam ke Indonesia dan Asia Tenggara. Tentu saja, argumen dan buku beliau di bredel pemerintah Orde Baru yang tengah ketatnya penumpasan unsur Komunis di Indonesia dengan alasan “demi menjaga keamanan dan ketertiban”.

• Pasca runtuhnya Orde Baru, buku Slamet Muljana tersebut dicetak ulang pada 2006 dan muncul kembali diskusi terkait “arus China”. Nama Cheng Ho menjadi tema utama pembicaraan tersebut yang hidup pada 1368-1644 dan selama 27 tahun melakukan tujuh kali memimpin muhibbah ke banyak wilayah mengarungi lautan.

• Para sejarawan berutang budi kepada Ma Huan; seorang di penulis; yang mendampingi Cheng Ho sebanyak tiga kali (ke Nusantara) dari tujuh ekspedisi damai, dan dua kali selainnya ke Nusantara. Sehingga Ma Huang pernah berkunjung ke Nusantara sebanyak lima kali dengan mencatat apapun yang dia ketahui terkait Nusantara.

• Cheng Ho (Zheng He Zhuan) tercatat pada Sejarah Resmi Dinasti Ming (Mingshi). Terlahir dari anak seorang haji, Cheng Ho ditangkap dan dikebiri pada usia 11 tahun oleh tentara Ming dan mengabdi Raja Zu; putra keempat Kaisar Ming; di Peiping (sekarang Beijing) sebagai kasim.

• Aksi penyelamatan Cheng Ho terhadap keselamatan Raja Zu Di dalam peperangan, mengantarkannya dianugerahi nama keluarga bangsawan; Zheng.

• Kaisar Ming menunjuk Cheng Ho memimpin ekspedisi laut terbesar sepanjang sejarah China. Banyak utusan luar negeri yang kemudian berduyun-duyun menghaturkan hormat dan memberikan hadiah kepada Kaisar Ming sebagai wujud keberhasilan tugas Laksamana Cheng Ho.

• Keberadaan Cheng Ho di Nusantara perlu penelitian lebih serius. Sebab, kisahnya banyak diselubungi mitos dan cerita lisan.

• Dr. Tan Ta Sen mendasari disertasinya ini dengan bukti-bukti proses akulturasi dan pembacaan naskah kuno di masa kekaisaran Ming yang tentu saja tidak mudah memahami bahasa di masa itu.

• Dr. Tan memperkuat asumsi “arus ketiga” Islamisasi di Nusantara selain teori Gujarat dan teori Makkah; “arus China”.

 

Bab: 1. Pendahuluan

• Kontak budaya China dengan Jawa bukanlah sebuah benturan peradaban (the clash of civilization) seperti apa yang dicetuskan Samuel Huntington, tetapi proses melebur.

• Pola kontak budaya Islam ke wilayah tujuan umumnya berjalan dengan cara damai.

• Tan Ta Sen mengambil tiga aspek studi: 1) tentang kontak budaya China-India atau China-Timur Tengah; 2) kontak budaya India dan Asia Tenggara atau Timur Tengah; 3) kontak budaya dari Timur Tengah melalui India, China, dan Asia Tenggara.

• Jangkauan studi Tan: dari zaman Kekaisaran Han sampai kebangkitan zaman kolonial, terutama kontak budaya China dan negeri Arab dan Asia Tenggara. Kemudian Islamisasi di kawasan Asia Tenggara yang massif dan berhasil, bertolak belakang dengan Islamisasi di China yang relatif tidak terlalu berhasil. Di persempit bahasan pada Islamisasi dan budaya yang dibawa Cheng Ho di Jawa.

• Tan mencoba menguji teori antropolog Clyde Klukhohn, Clifford Geertz (sependapat dengan Max Weber), dan sosiolog Anthony Giddens tentang kebudayaan di mana secara umum dapat disebutkan suatu nilai-nilai yang dipegang sebuah komunitas, norma-norma yang dianut, dan materi benda yang dicipta.

• Tan memadukan konsep pembelahan budaya Konfusius, pendekatan multidisipliner Berkhofer, dan model-model kontak budaya Wells.

 

Bab: 2. Dunia dan Peradaban China 

• Homo sapien hidup di China sekitar 200.000-50.000 SM. Sejak 5.000 SM budaya Neolitik di sekitar Sungai Yangtze dan Sungai Kuning ditemukan arkeologi cocok tanam, tembikar, tekstil, beras, rumah kayu.

• Dalam kisah sejarah China, masa kejayaan tiga kekaisaran (Huang Di, Yao, dan Shun) di milenium ketiga SM didasarkan pada legenda. Baru mulai ada jejak masa milenium kedua SM pada masa Xia.

• Yao adalah peletak dasar sistem suksesi shanrang, di mana orang bijak dipilih sebagai pengganti kepemimpinan, bukan pada keturunan penguasa sebelumnya. Sistem berlanjut pada masa kekaisaran Shun dan Yu.

• Transisi China dari aliansi suku menjadi bentuk kerajaan berlangsung pasa masa Dinasti Xia (diperkirakan eksis sekitar 2205-1750 SM).

• Sejarah China yang terekam mulai dari Dinasti Shang. Ada perbedaan penulisan era antara data Wing-Tsit Chan (1751-1112 SM) dengan Tan Ta Sen (1600-1050 SM). Pada dinasti inilah dimulai teknologi perunggu dan kereta perang.

• Dinasti Zhou (sekitar 1122-256 SM) terbelah dua; Zhou Barat (1122-771 SM) dan Zhou Timur yang terbagi menjadi periode Musim Semi dan Musim Gugur (770-476 SM) dan periode Negara-negara Perang (475-221 SM). Di era inilah kerajaan China pecah menjadi beberapa kerajaan merdeka. Hingga pada masa Dinasti Qin (221-207 SM), China dipersatukan kembali.

• Dalam hal filsafat dan keyakinan agama, China kuno menganut animisme primitif, terutama pada benda-benda langit dan alam. Pada era Dinasti Shang, berkembang kepercayaan kepada dewa “Di” (Tuhan yang Maha Kuasa). Tetapi pada Dinasti Zhou, konsep ini bergeser pada penisbatan Langit sebagai Tuhan yang Maha Kuasa. Sejak itulah konsep tersebut menjadi doktrin sentral dalam filsafat politik China hingga Dinasti Qing dengan memberi gelar Kaisar sebagai “Putra Langit” dan secara otomatis memiliki otoritas penuh akan semua kendali hukum dan keagamaan.

• China jauh sebelum masa Konfusius dan Lao Tzu (atau Lao Zi), lahir kitab ramalan tertua yang ditulis sekitar abad XI SM; Yijing; yang kemudian hari eksis dengan kekuatan Yin (unsur pasif atau feminin) dan Yang (unsur aktif dan maskulin).

• Pengaruh ajaran Konfusius yang masih eksis sampai sekarang memiliki tema: li (ritual), ren (kebajikan), zhong (peduli), shu (tenggang rasa), tianming (kehendak langit/takdir), zhiguo (memerintah), sangang dan wuchang (tertib sosial), junzi (manusia unggul/bijak), xiao (bakti anak). Mencius (murid Konfusius) menambahkan tiga tema penting lain, yakni xing ben shan (kesholihan pribadi), renzheng (pemerintah yang baik), dan yi (kebajikan).

• Xunzi; murid Konfusius; malah mempunyai cara sendiri menyikapi konsep guru dan teman seperguruannya —terutama pada konsep tian (langit). Xunzi lebih merasionalisasikan konsep langit atau alam yang metafisik dengan hukum sebab-akibat. Oleh karenanya, Xunzi tidak mempercayai hukum langit (ilahiyah).

• Konsep filsafat dan keagamaan lainnya adalah Mohisme yang tak sepakat dengan kerumitan prosesi ibadah, Mingjia sebuah filsafat yang bermain pada hukum, Fajia yang berpusat pada hukum dan otoritas,

• Di masa Dinasti Qin (221-207 SM) mengesahkan konsep pemerintahan Legalis (Fajia) dibandingkan Konfusianis yang jelas diaplikasikan secara otoriter.

• 206 SM-220 M, Liu Bang memimpin Dinasti Han dengan gelar Kaisar Gaozu dan menerapkan konsep Konfusius.

 

Bab: 3. Penyebaran Buddhisme ke China dan Sinisisasi

• Istilah “sinisisasi” merupakan penyebaran filsafat China (diambil dari pembahasaan Arab untuk China; Siin).

• Ada kontak budaya antara China dengan peradaban India. Tan lebih menyoroti pengaruh Buddhisme terhadap budaya China di masa Dinasti Han sampai Dinasti Tang (206 SM-907 M).

• Abad ke-6 SM muncul tokoh keagamaan di India; Gautama Sidharta (Buddhisme) dan Mahavira (Jainisme). Di mana pada masa itu hampir sezaman dengan lahirnya gerakan Seratus Aliran Pemikiran di China.

• Gautama Sidharta merupakan seorang pangeran suku Sakya di kaki pengunungan Himalaya. Ia mendapat pencerahan sempurna dan dinobatkan menjadi Buddha (seperti yang sudah lama diramalkan). Ia wafat di usia 80 tahun. Ia berpesan agar murid-muridnya tidak memujanya sebagai dewa. Tetapi pada abad ke-1 M, muncul penyembahan terhadapnya.

• Pada abad ke-2 M, Buddhisme pecah menjadi dua: Hinayana (puritan) dan Mahayana (reformis). China lebih dominan menganut Buddha Mahayana. Dan Buddhisme dapat beradaptasi (akulturasi dan sinkretisasi) dengan budaya China.

• Pada 845 M, Buddhisme mengalami penindasan hebat oleh Kaisar Wuzong. Dan kegemilangan periode Buddhisme di China pun berakhir.

 

Bab: 4. Kedatangan Islam di China

• Jejak Arab di China ditemukan sejak abad ke-7 semasa Dinasti Tang, beberapa waktu setelah Nabi Muhammad mendapat wahyu pertama. Penyebarannya disebut hanya produk sampingan dari konsekuensi perdagangan dan diplomatik.

• Muslim China meyakini, bahwa da’i pertama dari Arab ke China adalah paman Nabi Muhammad dari garis ibu. Dan itu juga disebut dalam sumber China abad ke-17. Empat utusan tersebut yang pertama berdakwah di Guangzhou (Canton), kedua di Yangzhou, ketiga dan keempat di Quanzhou. Penegasan ini kekurangan bukti. Tetapi akademisi China dapat menerima catatan riwayat Dinasti Tang Tua, bahwa tahun 651 sebagai tahun masuknya Islam di China karena kholifah ‘Utsman mengirim utusan ke Chang-an. Setelahnya, ada 39 misi diplomatik antara Arab dan China dalam rentang 651-798.

• Pengaruh Islam di China bukan didominasi oleh peran para tentara perbantuan dari Dinasti Abbasiyah (Al-Manshur), tetapi dari para pedagang Arab dan Persia.

• Demi memudahkan monitoring, Kaisar Wenzhong (Dinasti Tang) mengeluarkan dekrit untuk memisahkan warga China dengan non-China. Sehingga warga Arab yang ada di China membentuk sebuah komunitas perkampungan sendiri (fanfang), struktur pemerintahan sendiri di bawah kendali Kaisar. Hubungan sosial antara masyarakat China dan pendatang tetaplah harmonis. Pembelahan ini merupakan keterbukaan ekonomi dan agama versus keterpencilan sosial.

• Penyebaran Islam di China semasa Dinasti Tang hingga Dinasti Song berjalan lambat.

• Ditemukan nisan-nisan Islam dan prasasti bertarikh 1171 di Quanzhou. Dan ditemukan banyak masjid di Guanzhou, Quanzhou, Yangzhou, Hangzhou, Mingzhou, dan beberapa tempat lainnya.

• Berkuasanya Mongol di Asia dan sebagian Eropa pada abad ke-13 dan 14 memaksa migrasi besar-besaran Muslim Asia Tengah dan Asia Barat ke China. Mereka membentuk Hui Hui (komunitas). Ketidaksiapan Mongol mengelola keragaman budaya di tengah luasnya wilayah taklukannya, pemerintah penguasa memukimkan lagi orang-orang Muslim ke berbagai penjuru China dengan pertimbangan adaptif dan fleksibilitas penganutnya (menjadi sekutu Mongol). Orang-orang Muslim banyak menduduki jabatan penting. Di masa Mongol berkuasa inilah Islam berkembang pesat di China.

 

Bab: 5. Sinisisasi Islam di China

• Akhir Dinasti Yuan ditandai dengan krisis keuangan; pembangunan istana megah di Beijing, wihara-wihara Buddha, belanja militer, krisis pangan akibat bencana banjir besar di tahun 1300-an. Disusul dengan aksi pemberontakan Sorban Merah akibat kerja paksa. Zhu Yuanzhang merupakan tokoh yang muncul di tengah pemberontak Sorban Merah.

• Peralihan dari Dinasti Yuan (Mongol) ke Dinasti Ming (China) pada 1368 berdampak abadi pada Islam dan kaum Muslim di China dengan ketidakpastian masa depan setelah mendapat privilege dari Dinasti Yuan. Kaisar Zhu Yuanzhang (pendiri Dinasti Ming) mengembalikan patronase pemerintahan seperti sebelum Dinasti Yuan.

• Berasal dari keluarga miskin, mendapat diskriminasi rasial dan penghinaan dari bangsa Mongol, meninggalkan trauma dan mempengaruhi filsafat politik Zhu Yuanzhang.

• Konsep kebijakan asimilasi dan proses sinisisasi: melarang pemakaian busana asing, bahasa asing, dan aturan pengendalian pertumbuhan bangsa Mongol dan Semu melalui aturan perkawinan. Uniknya, faktor agama (Islam) dikesampingkan dari keputusan-keputusan Zhu Yuanzhang. Tetapi Buddhisme dan Daoisme menjadi target pengendalian Zhu.

• Respons Muslim Hui terhadap pelarangan tersebut dapatlah disikapi dengan sebaik mungkin. Zhu masih memberi toleransi wanita muslimah mengenakan kerudung; tua berwarna putih, paruh bawa warna hitam, remaja berwarna hijau. Penggunaan nama China pun disikapi dengan segera. Dan ini mendapat jadi dilema bagi Zhu yang menginginkan sinosentris. Karena dengan sinisisasi nama dan bahasa, malah mengaburkan konsep keunggulan bangsa China. Tinjau ulang dekrit menghasilkan dua hal: nama China dapat diperoleh dari penganugerahan dari kekaisaran atau pemakaian sendiri dirombak secara fonetik. Dalam pelarangan nikah sesama etnis, memunculkan upaya mengislamkan calon pasangan dari Han China sebelum dinikahi.

 

Bab: 6. Islamisasi Asia Tenggara

• Penduduk awal Asia Tenggara menganut animisme sebelum masuknya Hinduisme dan Buddhisme yang datang dari anak benua India. Agama-agama asli orang Austronesia adalah shamanisme atau animisme.

• Pengaruh India masuk ke wilayah Melayu dimulai pada abad ke-2 Sebelum Masehi.

• Dua hal yang menjadi perdebatan tentang Islamisasi di Kepulauan Asia Tenggara, yaitu tentang asal usul (India dan Arab) dan perkembangan Islam. Pengusung teori India menemukan dominasi pedagang Islam dari India di Asia Tenggara dan metode Baghdadi dalam mengaji. Sedangkan teori Arab mengajukan bukti mazhab yang dominan di anut Muslim di Asia Tenggara dengan puncak keemasan mazhab Syafi’i di Arab. Para sejarawan tidak menemukan kesepakatan diantara kedua teori tersebut.

• Munculnya kerajaan-kerajaan Islam awal di kepulauan Asia Tenggara, di mana artefak Islam tertua di Asia Tenggara ditemukan di Champa. Ada beberapa analisis definisi tentang “konversi ke Islam”, apakah seluruh penguasa dan rakyat atau hanya perlambang pimpinan pemerintahan saja yang masuk Islam.

 

Bab: 7. Cheng Ho dan Islamisasi Asia Tenggara

• Cheng Ho melakukan muhibbah atau ekspedisi laut pada abad ke-15. Sedangkan terbentuknya kantong-kantong kota Islam di pesisir-pesisir Asia Tenggara sudah ada sejak abad ke-10 sampai abad ke-14.

• Tiga jalur perdagangan kuno paling utama: Jalur Sutera dari Chang-an di China sampai Konstantinopel, Jalur Keramik dari Guangzhou melewati Kepulauan Melayu dan berakhir di Teluk Persia, dan Jalur Rempah-rempah yang menghubungkan Timur Tengah, India, Selat Malaka, China, sampai Indonesia.

• Para pedagang dari Arab dan India (Muslim) membuat jejaring perdagangan sepanjang jalur rempah. Di setiap pusat perdagangan, pedagang Muslim membuat koloni dan memperkenalkan Islam kepada mitra dagang.

• Monopoli dagang oleh pedagang Arab melemah ketika ada Perang Salib (1099) yang diikuti sengketa antara Seljuk dan khilafah Fathimi dari Mesir. Di tingkat Asia Tenggara, suksesi kekuatan-kekuatan utama kawasan dan kerajaan yang terpengaruh budaya India (Hindu dan Buddhis) sedang berjaya. Seiring redupnya dominasi kerajaan besar, menjamurnya perompakan di jalur rempah.

• Awal abad ke-15 dimulainya ekspedisi Cheng Ho pada Dinasti Ming sebanyak 7 ekspedisi dengan 33 negara-negara Asia dan Afrika. Dan ini mengubah lanskap politik dan agama secara radikal.

• Tujuan pokok misi Cheng Ho: politik, diplomatik, memajukan perdagangan luar negeri, budaya, mempelajari dunia maritim, dan membentuk aliansi militer dengan Muslim Turki.

• Mengapa Asia Tenggara? Prinsip dasar kekaisaran China adalah sinosentris; China sebagai pusat dari alam semesta. Dan Cheng Ho mengamankan jalur dagang Asia Tenggara dari potensi ancaman kejahatan.

• Peran Cheng Ho dalam Islamisasi di Asia Tenggara tentu sangat signifikan. Selain kekaisaran Ming ramah terhadap Muslim, misi muhibbah Cheng Ho jelas sekali membangun komunikasi dua arah antara kekaisaran Ming dengan negara vassal. Cheng Ho pun membangun banyak masjid di setiap persinggahannya selama muhibbah.

 

Bab: 8. Lokalisasi Islam di Kepulauan Asia Tenggara

• 1405-1433 masa petualangan maritim Cheng Ho yang mengubah pengaruh China (Dinasti Ming) di Asia Tenggara, termasuk perkembangan Islam mazhab Hanafi.

• Ekspedisi Cheng Ho berlangsung enam kali di masa Kaisar Yongle. Dan selang sembilan tahun berikutnya —masa Kaisar Xuanzong, dilakukan ekspedisi ke tujuh sekaligus yang terakhir. Karena Cheng Ho meninggal di etape terakhir di Calicut pada usia 60 tahun.

• Di akhir ekspedisi keenam sekaligus masih di bawah Kaisar Yongle (1422), sudah mulai nyaring aksi protes penentangan ekspedisi maritim karena merugikan perekonomian nasional.

• Wafatnya Cheng Ho (abad ke-15) ‘mematikan’ pula ekspedisi maritim kekaisaran Ming yang berdampak menurunnya kunjungan negara-negara vassal ke China, menurunnya jumlah upeti, meningkatnya penyelundupan oleh asing dan pedagang swasta, menguat kembali jejaring pedagang Muslim, kebingungan imigran China Muslim di tanah rantau, menguatnya keinginan China imigran non-Muslim untuk menguasai pasar, menguatnya Malaka sebagai pusat politik dan ekonomi regional (masuk abad ke-16), mulai melemahnya pengaruh Majapahit karena pergolakan internal, dikuasainya Malaka oleh Portugis, eksisnya Palembang jadi markas perompak-perompak China.

• Sikap antara China Muslim dan non-Muslim sepeninggal Cheng Ho sangat timpang. China Muslim terbiasa tergantung kepada kepemimpinan Cheng Ho hingga kehilangan orientasi sekaligus tidak ada jaminan lagi dari kekaisaran Ming sehingga mengambil inisiatif mengatur komunitas China Muslim tanpa kaitan dengan China. China non-Muslim menguatkan pengaruh dan penguasaan bisnis yang diikuti upaya sinisisasi kembali jejak Cheng Ho. Hal ini menjadi salah satu faktor China Muslim kembali murtad karena membandingkan kesuksesan China non-Muslim.

• Uniknya, ketegangan sosial dan agama China imigran antara Muslim dan non-Muslim hanya terpusat pada Cheng Ho. Hingga China imigran non-Muslim mendewakan Cheng Ho sebagai Jenderal Pembantu Dewi Laut kemudian mengubah masjid-masjid yang dibangun Cheng Ho menjadi kelenteng, terutama di Jawa.

• Lepasnya Biro China Perantauan dari payung Dinasti Ming, berusaha eksis pada penjagaan China Muslim agar tak murtad. Hingga pada masanya, Biro ini ditiadakan dan berubah fungsi menjadi kelembagaan dakwah di kalangan China Muslim.

• Banyaknya tokoh-tokoh China Muslim yang menempati posisi ketokohan di Jawa dalam lingkaran dakwah Walisongo.

 

Bab: 9. Kesimpulan 

• Kontak budaya China dengan Asia Tenggara —terutama Jawa— diperankan oleh pedagang. Mereka sebagai agen perubah. Profesi utamanya pedagang. Sedangkan dakwah bukan prioritas, sehingga perkembangan dakwahnya relatif lambat. Dari sisi relasi, para pedagang luar ini memiliki hubungan komunikasi dengan para elite.

• Kontak budaya dilakukan tanpa kekerasan dan penuh toleransi.

• Sambutan Han China terhadap Buddhisme dan Islam kurang bagus; terutama para elite. Sebab kedua keyakinan ini meniadakan sistem kasta. Dan Islam menuntut penyembahan pada satu Tuhan saja.

• Muslim China (Hui) mengambil langkah fiqhud dakwah, yakni mengislamkan nilai-nilai Konfusian yang sejalan dengan Islam agar melunakkan perlawanan Han China.

• Keluarga kerajaan di Asia Tenggara yang shamanis-animis tertarik dengan konsep Hindu-Buddha (Mahayana), sebab raja memiliki sifat ilahiyah dan sistem kasta. Di sisi lain, rakyat lebih menyukai Islam karena sifat Islam yang egaliter (meniadakan kasta) dan mengutamakan persaudaraan. Pada waktunya, Islam di Jawa memasuki fase akulturasi Hindu-Buddha dan shamanis Jawa yang kemudian hari dikenal dengan Islam Jawa (Kejawen).

• Tan Ta Sen mencoba mempopulerkan Teori China yang diinisiasi oleh Prof. Slamet Muljana di samping teori-teori pendahulunya; Arab dan India; dalam pembahasan asal-usul Islam di Asia Tenggara.

• Islamisasi dari China ke Asia Tenggara terjadi ketika serbuan Mongol ke Majapahit dan ekspedisi maritim Cheng Ho.

• Sepeninggal Cheng Ho, Dinasti Ming mengabaikan China Perantauan yang dipayungi Biro Pengawasan China Perantauan inisiasi Cheng Ho. Biro ini tak ada dalam kebijakan Kaisar Yongle. Sehingga nasib China Perantauan terkatung-katung. Perantau ini terjadi ketika awak ekspedisi Cheng Ho memutuskan tinggal di Asia Tenggara maupun sengaja bermigrasi.

• Sepeninggal Cheng Ho, Islam China terpecah dua; mazhab Hanafi (konservatif) dan mazhab Syafi’i (progresif). Kelompok pertama terpinggirkan, kelompok kedua kelak membuat komunitas dan memelopori gerakan Islam Jawa; Kesultanan Demak.

• Penelitian untuk mengangkat Teori China ini masih butuh sumber-sumber primer yang jauh lebih rinci dan kokoh. Selain itu, studi mikro dan analisis lebih mendalam dari faktor Cheng Ho pun butuh lebih banyak sumber. #Selesai

 

Bibliografi:

Judul: Cheng Ho; Penyebar Islam dari China ke Nusantara

Penulis: Tan Ta Sen

Tebal: xxii+405 hlm.

Genre: Sejarah

Cetakan: I, Juni 2010

ISBN: 978-979-709-492-8

Penerbit: Kompas, Jakarta

 

Posting Komentar

0 Komentar