Menurut Teori Makkah
yang dikemukakan oleh HAMKA, Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang
Muslim dari Arab pada abad ke-7. Hal itu dikuatkan dengan dominasi mazhab yang
dianut kaum muslimin di Nusantara, yakni mazhab Syafi’i, yang memang sedang pada
puncak keemasannya di abad itu. Bila teori tersebut benar, Islam mulai masuk ke
Nusantara ketika Tanah Jawa dikuasai oleh Kartikeyasingha dan Ratu Jay Shima
dari Kerajaan Kalingga. Namun, bila teori Gujarat dan Persia yang benar, maka
Islam yang masuk ke Nusantara pada abad ke-13 tersebut bertepatan dengan Tanah
Jawa masih dalam kekuasaan Singhasari atau mulai dalam kekuasaan Majapahit.
Sudah lazim dipahami
keagamaan masyarakat Nusantara sebelum Islam masuk di Nusantara yang berakar dari
kepercayaan animisme dan dinamisme, masih menyisakan praktik-praktik ritual
agama purba dalam agama baru mereka; Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Hal ini
yang kemudian sengaja dimunculkan sebagai salah satu ciri identitas “Islam
Nusantara” oleh sebagian pemeluk Islam yang konsisten dengan dakwah
tradisionalnya. Bahkan Azyumardi Azra menyebutkan, bahwa watak dan
karakteristik Islam Asia Tenggara lebih lunak, lebih jinak, dan lebih toleran.
Watak Islam semacam itu diakui banyak pengamat atau orientalis seperti Thomas
W. Arnold. Sayangnya, Penulis hanya memaparkan satu sisi analisis tentang watak
dan karakteristik Islam, sehingga terkesan ikut mengukuhkan analisis ‘tunggal’
tersebut.
Di awal buku ini juga
disebutkan bahwa semua sumber sejarah Nusantara menggunakan ungkapan kiasan
dalam memaparkan jalannya sejarah. Artinya, beberapa bagian akan mengandung
bahasa hiperbolis untuk menggambarkan keadaan yang sangat ekstrim. Seperti
halnya Penulis memaparkan sejarah Ratu Kalinyamat. Penulis menuangkan apa
adanya bahasa Babad tanpa memberikan maksud dari kalimat tersebut,
“Sepeninggal Pangeran
Kalinyamat, Ratu Kalinyamat yang kemudian pergi ke Gunung Danaraja untuk
bertapa dengan hanya menutupkan rambutnya(h.133)”
Secara harfiah, Ratu
Kalinyamat sengaja telanjang dalam pertapaannya. Pembacaan atas kisah ini
menjadi lebih logis saat ustadz Salim A. Fillah menjelaskan, bahwa “bertapa
telanjang” itu dipahami sebagai menghabiskan seluruh hartanya demi jihad fii
sabilillah.
Saat memaparkan Sejarah
Proses Masuknya Islam di Tanah Jawa, Penulis menyebutkan “Konon Syekh Subakir
merupakan utusan Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki Utsmaniyah...(h.29)”
Penggunaan kata “konon” menjadi sangat tidak adil ketika Penulis merinci data
pelayaran Cheng Ho dan diakhiri dengan “Dari uraian di muka dapat diketahui
bahwa Cheng Ho turut berperan besar dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa
(h.32).” Yang semestinya, Penulis juga menyuguhkan data-data yang kuat tentang
peran para Wali dalam buku ini.
Klaim dari Penerbit di
akhir Kata Pengantarnya dengan menuliskan, “Melalui buku ini, Anda akan menjadi
orang pertama yang mengetahui secara lengkap sejarah Islam di Tanah Jawa(h.iv)”
seolah tidak tercapai. Salah satunya adalah pemaparan kisah Syekh
Siti Jenar yang sangat kontroversial belum diupayakan secara maksimal dalam
pemahaman yang logis.
Melacak jejak sejarah
Islam di Tanah Jawa, yakni sejak masuknya hingga mulai berkembangnya di masa
Kesultanan Demak dan mencapai puncak perkembangan semasa Kesultanan Pajang,
Kesultanan Mataram, Kasunanan Kartasura, Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan
Yogyakarta sungguh menarik.
Daftar Isi
Bab 1—Sejarah
Islam di Asia Tenggara
[Teori Kedatangan Islam di Asia Tenggara |
Kedatangan Islam di Asia Tenggara | Watak dan Karakteristik Islam Asia Tenggara
| Perkembangan Islam di Asia Tenggara]
Bab 2—Islam
di Jawa
[Tanah Jawa Sebelum Munculnya Agama Islam |
Proses Masuknya Islam di Tanah Jawa | Awal Perkembangan Islam di Tanah Jawa]
Bab 3—Islam
di Era Majapahit
[Islam di Masa Awal Majapahit | Islam di Masa
Perang Paregreg | Masa Surut Majapahit dan Timbulnya Perkembangan Islam |
Kondisi Masyarakat Islam pada Masa Majapahit]
Bab 4—Majelis
Dakwah Walisanga
[Keberadaan dan Asal-usul Anggota | Periodisasi]
Bab 5—Syiar
Islam Majelis Dakwah Walisanga
[Syiar Islam Melalui Pendekatan Seni dan Budaya
| Syiar Islam Melalui Pendekatan Personal dan Pendidikan]
Bab
6—Kesultanan Demak
[Latar Belakang Berdirinya Kesultanan Demak |
Wilayah Kekuasaan dan Ibu Kota Kesultanan Demak | Ekonomi, Sosial, Budaya,
Politik, dan Agama Kesultanan Demak | Raja-raja Kesultanan Demak dan
Kebijakannya | Kisruh Politik di Era Kesultanan Demak]
Bab 7—Syekh
Siti Jenar, Syekh Malang Sumirang, Kebo Kenanga
[Syekh Siti Jenar | Syekh Malang Sumirang | Kebo
Kenanga]
Bab
8—Kesultanan Pajang
[Konflik Sultan Hadiwijaya dengan Panembahan
Senapati | Konflik Arya Pangiri dengan Pangeran Banawa | Masa Surut]
Bab
9—Kesultanan Mataram
[Pemerintahan Raden Bagus | Pemerintahan Raden
Mas Jolang | Pemerintahan Raden Mas Wuryah | Pemerintahan Raden Mas Rangsang |
Pemerintahan Raden Mas Sayidin]
Bab
10—Kasunanan Kartasura
[Pemerintahan Raden Mas Suryadi | Pemerintahan
Raden Mas Subadya | Pemerintahan Raden Mas Sugandi | Pemerintahan Raden Mas
Supardan | Pemerintahan Raden Mas Malikis Solikin | Pemerintahan Raden Mas
Duksina | Pemerintahan Raden Mas Malikul Kusna | Pemerintahan Raden Mas
Antasena | Pemerintahan Raden Mas Suryaguritna]
Bab
11—Kesultanan Yogyakarta
[Pemerintahan Raden Mas Sujana | Pemerintahan
Raden Mas Sundara | Pemerintahan Raden Mas Suraja | Pemerintahan Raden Mas Ibnu
Jarot | Pemerintahan Raden Mas Mustaya | Pemerintahan Raden Mas Ariajaya |
Pemerintahan Raden Mas Murtejo | Pemerintahan GPH Purubaya | Pemerintahan BRM
Darajatun]
Bab
12—Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Barat
[Kesultanan Banten | Kesultanan Cirebon | Kesultanan
Larang]
Bibliografi
Judul: Sejarah Islam di Tanah Jawa
Penulis: Sri
Wintala Achmad
Tebal: viii+247 hlm.
Dimensi: 14x20,5 cm
Cetakan: I, September
2017
ISBN: 978-602-300-418-8
Penerbit: Araska,
Yogyakarta
0 Komentar