Penulisan
buku ini awalnya berbahasa Arab dalam bentuk ringkasan penting yang ―jika
dilatinkan― berjudul “At-Tibyan; Syarh Nawaaqidhul Islam”.
Kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Penjelasan tentang
Pembatal Keislaman”.
Umumnya,
umat berpendapat bahwa riddah atau murtad ―pernyataan seseorang keluar dari
Islam dan pindah ke agama lain― merupakan satu-satunya pintu penyebab batalnya
keislaman seorang Muslim.
Adapun
penyimpangan-penyimpangan dari alur pemikiran atau perilaku yang dilakukannya,
baik di bidang aqidah, syari’ah, dan juga muamalah, dianggap tidak sedikit pun
mengusik keislamannya, selama ia masih sholat, shoum, haji, dan masih merasa
dirinya sebagai Muslim.
Penulis
kitab ini berusaha untuk meluruskan fikroh yang salah tersebut dengan
memaparkan sepuluh perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang.
Yang
dimaksud dengan pembatal-pembatal keislaman (nawaqidhul Islam) adalah hal-hal yang dapat merusak keislaman
seseorang. Manakala hal itu menimpa diri seseorang, maka ia dapat merusak
keislamannya dan menggugurkan amalan-amalannya, dan ia menjadi termasuk orang-orang
yang kekal di dalam neraka.
Oleh
karena itu, setiap Muslim dan Muslimah wajib mempelajari pembatal-pembatal ini.
Jika tidak, maka bisa jadi seorang Muslim terperosok ke dalamnya sedangkan ia
tidak merasa, seperti yang terlihat pada kebanyakan orang yang mengaku dirinya
sebagai orang Islam. Laa haula wa laa
quwwata illa billah.
Tentang
perkataan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahulloh “ada sepuluh
pembatal”, maka sebenarnya lebih dari itu. Akan tetapi Syaikh hanya memilih
yang sepuluh ini karena adanya ijma’ kaum Muslimin terhadap jumlah yang sepuluh
ini, sebagaimana beliau jelaskan pada masing-masing pembatal yang beliau
sebutkan. Atau dapat pula dikatakan,
bahwa sekian banyak pembatal yang disebutkan oleh para fuqoha’ mengenai hukum
murtad, kembalinya (sumbernya) tetap pada yang sepuluh tersebut.
Syaikh
mengawali kesepuluh pembatal keislaman ini dengan menempatkan “syirik kepada
Alloh” sebagai pembatal pertama. Sebab, syirik merupakan dosa paling besar yang
diperbuat untuk mendurhakai Alloh swt. Syirik berarti merampas rubbubiyyah dan mengurangi uluhiyyah. Karena syirik adalah
menyamakan selain Alloh dengan Alloh, dalam hal yang merupakan bagian dari
sifat Alloh swt.
Syirik
sendiri terbagi menjadi tiga, yakni syirik akbar,
syirik ashghor, dan syirik khofi. Tetapi menurut Ibnul Qoyyim
Al-Jauziyyah berpendapat bahwa syirik hanya ada dua macam, yakni syirik akbar dan syirik ashghor.
Kategori
syirik akbar antara lain: syirik dalam hal berdo’a (Qs. Al-Ankabut: 65); syirik
dalam hal niat, kehendak, dan tujuan (Qs. Hud: 15-16); syirik dalam ketaatan
(Qs. At-Taubah: 31).
Hadits
yang berkaitan dengan Qs. At-Taubah ayat 31 adalah hadits yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi dari Ady bin Hatim, bahwa ia pernah mendengar Nabi saw membaca
ayat tersebut: “Mereka menjadikan
orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Alloh...”
maka aku (Adiy bin Hatim) berkata kepada beliau, “Sesungguhnya kami tidak
menyembah mereka.” Beliau kemudian bersabda, “Bukankah mereka itu mengharamkan
apa yang telah dihalalkan oleh Alloh, lalu kalian ikut pula mengharamkannya?
Dan mereka juga menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Alloh, lalu kalian
ikut pula menghalalkannya?” Saya jawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Demikian itulah
penyembahan mereka.”
Kategori
syirik akbar keempat adalah syirik dalam kecintaan (Qs. Al-Baqoroh: 165).
Al-Allamah Ibnul Qoyyim berkata, “Ada empat macam bentuk mahabbah yang harus dibedakan antara satu dengan yang lain, karena
orang yang tak dapat membedakannya pasti tersesat. Keempat macam mahabbah tersebut adalah mahabbatulloh (mencintai Alloh), mahabbatu maa yuhibbulloh (mencintai apa
saja yang dicintai Alloh), al-hubb lillah
wa al-hubb fillah (cinta demi Alloh dan cinta karena Alloh), dan al-mahabbah ma’alloh (mencintai sesuatu
dan menyejajarkannya dengan kecintaannya kepada Alloh).
Syaikh
menyebutkan, “Siapa saja yang menjadikan perantara-perantara antara dirinya
dengan Alloh, yang kepada perantara-perantara itu ia berdo’a atau meminta
syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka, maka ia telah kafir berdasarkan
ijma’.”
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak
memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudhorot kepadamu selain Alloh; sebab
jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang zholim. Jika Alloh menimpakan sesuatu kemudhorotan
kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Alloh
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya.
Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Yunus: 106-107)
“Barangsiapa
yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu-ragu mengenai kekafiran
mereka, atau malah membenarkan mazhab (paham) mereka, maka ia telah kafir.”
“Barangsiapa
meyakini bahwa selain petunjuk (teladan) Nabi saw itu lebih sempurna daripada
petunjuk beliau saw, atau meyakini bahwa hukum manusia lain lebih baik daripada
hukum beliau saw; seperti orang yang lebih mengutamakan hukum thoghut atas hukum beliau saw, maka ia
telah kafir.”
“Barangsiapa
membenci sebagian saja dari ajaran yang dibawa oleh Rosululloh saw ―meskipun ia
mengamalkannya, maka ia telah kafir.”
“Barangsiapa
mengolok-olok sebagian (saja) dari agama Rosululloh saw, atau memperolok pahala
dan hukuman Alloh swt, maka ia telah kafir.”
Katakanlah, “Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya, dan Rosul-Nya kamu
selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf. Karena kamu kafir sesudah
beriman. (Qs.
At-Taubah: 65-66.)
“Barangsiapa
melakukan sihir ―termasuk di antaranya adalah shorf dan athf, atau rela
dengan sihir, maka ia telah kafir.”
Shorf adalah tindakan
memalingkan (mengubah) seseorang dari sesuatu yang disukainya; seperti
memalingkan dari kecintaan kepada istri menjadi membencinya.
Athf sejatinya mirip dengan shorf. Hanya saja athf adalah kebalikan dari shorf,
yakni menjadikan seseorang tertarik setelah sebelumnya biasa saja atau
membencinya.
Keduanya (Harut dan Marut) tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun
sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu). Sebab itu
janganlah kamu kafir.” (Qs.
Al-Baqoroh: 102)
“Pembatal
keislaman yang kedelapan adalah tolong-menolong dengan kaum musyrikin dan
saling membantu dengan mereka dalam menghadapi kaum Muslimin.”
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim. (Qs. Al-Maidah: 51)
“Barangsiapa
meyakini bahwa ada sebagian manusia yang mendapat keleluasaan (kebebasan)
keluar dari syari’at Muhammad saw ―sebagaimana keleluasaan Khidhr untuk keluar
dari syari’at Musa as, maka ia kafir.”
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Alloh agar kamu bertakwa. (Qs. Al-An’am: 153)
“Bahwa
pembatal keislaman kesepuluh adalah berpaling dari dinulloh, tidak mau
mempelajarinya, dan tidak mau mengamalkannya.”
Dan siapakah yang lebih zholim daripada orang yang
telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling
daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang
yang berdosa. (Qs. As-Sajdah: 22)
Daftar Isi
Pembatal Pertama―Syirik dalam Beribadah
kepada Alloh swt
[Syirik Akbar: Syirik Dakwah (Syirik Do’a); Syirik Niat,
Kehendak, dan Tujuan; Syirik Ketaatan; Syirik Cinta | Syirik Ashghor]
Pembatal Kedua―Orang yang Membuat
“Perantara” antara Dirinya dengan Alloh swt
Pembatal Ketiga―Tidak Mengkafirkan
Orang-orang Musyrik, atau Ragu terhadap Kekafiran Mereka, atau Membenarkan
Mazhab (Ideologi) Mereka
Pembatal Keempat―Meyakini Adanya
Petunjuk yang Lebih Sempurna daripada Petunjuk Nabi saw, atau Meyakini Ada
Hukum yang Lebih Baik daripada Hukum Beliau saw
Pembatal Kelima―Membenci Ajaran yang
Dibawa oleh Rosul saw
Pembatal Keenam―Memperolok-olok Ajaran
Rosul saw
Pembatal Ketujuh―Sihir
Pembatal Kedelapan―Tolong-menolong dengan
Kaum Musyrikin dan Bantu-membantu dengan Mereka dalam Menghadapi Kaum Muslimin
Pembatal Kesembilan―Meyakini bahwa Ada
Sebagian Manusia yang Mempunyai kebebasan Keluar dari Syari’at Muhammad saw
Pembatal Kesepuluh―Berpaling dari Dinulloh
Bibliografi
Judul:
At-Tibyan; Syarh Nawaaqidhul Islam
lil Imam Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab
Penyusun:
Sulaiman bin Nashir bin ‘Abdulloh al-‘Ulwan
Tebal:
80 hlm.
Dimensi:
14,5x20,5 cm
Cetakan:
1417 H/1996 M
Penerbit:
Darul Muslim, Riyadh
Terjemahan:
Penjelasan tentang Pembatal Keislaman
Penerjemah:
Abu Sayyid Sayyaf
Tebal:
132 hlm.
Dimensi:
12x18 cm
Cetakan:
I, April 1999
Penerbit:
At-Tibyan, Solo
0 Komentar