Seperti
lazimnya kredo yang telah akrab kita ketahui, bahwa “Kemenangan punya
syarat-syaratnya, sebagai mana kekalahan punya sebab-sebabnya”. Pada pembahasan
di awal disebutkan, bahwa situasi politik di beberapa wilayah begitu
pasang-surut. Awal abad ke-5 Hijriyah di Syam ―di bawah pemerintahan Biamrillah
Alfathimy, terjadi kekacauan pemerintahan. Hingga orang-orang Turki Salajiqoh (Saljuk)
mengambil alih kekuasaan dari tangan Fathimiyin. Di belahan Afrika pun
mengalami hal yang sama. Di Sicilia pun umat Islam mengalami pertikaian
internal, dan wilayah ini pun jatuh di tangan bangsa Norman. Lepasnya Sicilia
ini disebut “Syahid pertama”, dan “Syahid kedua” menimpa Andalusia; “Surga yang
Hilang”.
Lepasnya
wilayah-wilayah Islam ini punya sebab yang sama, yakni menjauhnya diri dari
berdekatan dengan Alloh, terlena dengan target-target yang membanggakan, dan
memanjakan diri dengan saling curiga. Bahkan demi menjatuhkan seterunya, ia
rela meminta bantuan dari kaum Nasrani.
Selain
itu, perbedaan mazhab Ahlu Sunnah dan Syi’ah ikut mewarnai pergolakan dan
perpecahan di tubuh Islam. Kubu Ismail bin Ja’far Shodiq (Ismailiyah) pun pecah
menjadi tiga firqoh, yakni Qoromithoh, Fathiyun, dan Hasyasyun (Assassin).
Perang
Salib adalah pintu masuk penentu peradaban ke depan. Perang ini bukanlah
berlangsung singkat. Perseteruan yang menghabiskan banyak energi dari
masing-masing pihak; Nasrani dan Islam.
Sebab
mengapa perang ini terjadi, setidaknya ada beberapa alasan, yakni:
Pertama, kota Konstantinopel
yang terancam runtuh, membuat kaum Salajiqoh (Saljuk) geregetan untuk mengambil
alih. Kota Konstantinopel memang seolah menjadi pintu gerbang antara dunia
Barat dan Timur. Ia dibangun oleh Raja Konstantin dan menjadikannya pusat Nasrani.
Langkah itu ia tempuh karena Konstantin menilai bahwa Roma sudah banyak
terkontaminasi nilai-nilai kepercayaan lain.
Kedua, tersiarnya tuduhan
bahwa kaum Muslimin terlalu membatasi ruang gerak para pengurus Baitul Maqdis
yang beragama Nasrani dengan aksi penganiayaan dan perampasan hak.
Ketiga, keadaan masyarakat
Eropa yang mengalami kemunduran peradaban sangat dahsyat. Hal itu disebabkan
oleh kebijakan dan ulah penguasa terhadap rakyatnya sendiri berupa penarikan
pajak dan kerja paksa.
Keempat, fanatisme agama. Rakyat
Eropa dibakar semangat keberagamaannya dengan menjadikan Muslim sebagai bahan
bakar kebencian oleh pihak penguasa dan juga pihak gereja yang sejatinya hal
itu untuk menutupi kezholiman yang mereka lakukan terhadap umatnya sendiri.
Seorang
pendeta asal Perancis; Butrus (Pierre); ketika mengunjungi Baitul Maqdis dan
menemukan eksistensi Muslimin di sana, menjadikannya iri. Sepulang dari Baitul
Maqdis, ia menghadap Baba Uruban (Paus Urbanus) III di Roma. Laporannya ini
membangkitkan ide yang sejalan dengan keinginan Paus untuk merebut kembali
wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Rencana pun disusun dengan menggalang
emosi rakyat Italia dan Perancis. Butrus bergerilya. Dan gelombang emosi itu
mengumpulkan sepasukan yang jauh dari standar pasukan perang. Wanita dan
anak-anak pun diikutsertakan. Di bawah pimpinan Butrus, pasukan tanpa adab ini
selalu membawa malapetaka penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan bagi wilayah yang
dilaluinya menuju Konstantinopel. Inilah pasukan perintis atas nama Salib.
Di
belakang mereka, tersusun pasukan yang lebih rapi, yang terdiri dari para perampok,
tokoh-tokoh masyarakat, dan para bangsawan. Dengan tujuan yang sama, yakni
Konstantinopel, pasukan ini diberangkatkan melalui beberapa penjuru, yakni:
a.
dari Perancis melewati Jerman, Croatic, Bulgaria dan masuk Konstantinopel;
b.
dari Perancis melalui Italia, menyusuri pantai dan berlayar ke Albania, Macedonia,
dan berakhir ke Konstantinopel;
c.
dari Perancis menerobos Jerman kemudian ke Hongaria dan masuk Konstantinopel;
d.
dari Perancis ke Italia, kemudian ke Brindisi, Albania, Macedonia kemudian
masuk ke Konstantinopel.
Pada
pasukan ini, setiap wilayah yang mereka lewati senantiasa ramai rakyat yang
ikut bergabung, sehingga pada tiap-tiap pasukan dapat terhimpun ratusan ribu. Semua
menyesaki Konstantinopel. Bagai gelombang raksasa, pasukan Salib ini berangkat
dari Konstantinopel menuju Baitul Maqdis.
Baitul
Maqdis terkepung.
Tercatat
sekitar 70.000 kaum Muslimin terbantai dengan sangat kejam. Bahkan penganut
Yahudi pun tak luput menambah angka korban kebengisan pasukan Salib.
Baitul
Maqdis pun menjadi pusat pemerintahan pasukan Salib. Dari sana, mereka mulai merapikan
barisan dan menyebar untuk merebut kembali wilayah-wilayah mereka yang terebut
kaum Muslimin: Emiret Raha, Emiret Antioche, Kerajaan Baitul Maqdis, Emirat
Tripoli.
Namun
perlawanan pun mulai meremaja. Bukan saja perlawanan dari luar ―dalam hal ini
adalah kaum Muslimin, tetapi juga ketidaksukaan rakyat yang merasa disesaki
dengan kultur tanpa risalah ketuhanan, meski mereka mengatasnamakan Kasih
Tuhan.
Gerakan
perlawanan ini dikomandoi oleh dinasti Zanky. Dari sang ayah bernama Imaduddin
Zanky, kota Raha ―yang kemuliaannya hampir sebanding dengan Baitul Maqdis―
dapat ia rebut. Dan sepeninggalnya, kedua putranya yang menduduki dua wilayah
kekuasaan ―Saifuddin Ghazi di timur dan Nuruddin Mahmud di barat― melanjutkan semangat
perlawanan sang ayah, hingga Syam dapat direbut kembali oleh Nuruddin Mahmud.
Di
pinggir daerah Armenia, lahirlah seorang bayi yang kelak namanya menjadi momok
bagi kaum Nasrani; Shalahuddin Al-Ayyubi.
Buku
ini sebagian besar merangkum proses terjadinya Perang Salib dan biografi
Shalahuddin Al-Ayyubi. Meski begitu, di akhir buku ini diselipkan kisah roman keamanan
yang dihadirkan Shalahuddin Al-Ayyubi bagi bangsawan Nasrani; Helena dan Louis.
Nilai keadilan dan toleransi ajarah Islam yang dibawa oleh Shalahuddin
Al-Ayyubi, menjadikan siapapun dan agama apapun menjadi nyaman dan terlindungi.
Hingga
kini, eksistensi Islam di Turki menjadi perbincangan penuh sentimen di kalangan
Eropa ketika Persatuan Bangsa-bangsa memasukkan ‘Empire’ ini dalam daftar wilayah Eropa Timur. Ya. Seolah bukan lagi
pisau yang menggores, tetapi ada duri yang menusuk-nusuk tubuh Eropa yang men-declare sebagai tanah Nasrani.
Daftar Isi
Keadaan Ummat Islam Sebelum Perang Salib
[Negeri Syam | Di Afrika, Andalusia, dan Sicilia | Kelompok
Ismailiyah | Perang Salib | Sebab-sebab Berkobarnya Perang Salib | Kerajaan-kerajaan
Salib | Al-Zanky | Imaduddin Zanky | Nuruddin Mahmud Zanky]
Kelahiran Seorang Pahlawan
[Di Ujung Armenia | Di Istana Zanky | Menjelang Keruntuhan
Kerajaan Fathimiyah | Menyerang Mesir Kembali | Shalahuddin sebagai Penguasa di
Iskandariyah | Mesir Takluk | Shalahuddin di mesir | Perdana Menteri
Selanjutnya | Gerakan Pembersihan Shalahuddin | Rencana Selanjutnya |
Terungkapnya Rencana Jahat | Sultan Shalahuddin | Percobaan Pembunuhan terhadap
Shalahuddin | Perjuangan Shalahuddin | Pertempuran-pertempuran Sultan
Shalahuddin | Gencatan Senjata | Politik Penyatuan Sultan Shalahuddin |
Peristiwa Selanjutnya | Raja Raymond]
Pertempuran Hiththin
[Mobilisasi Umum | Gebrakan Pasukan Sultan Shalahuddin | Raymond
Berbalik | Musyawarah Militer | Pertempuran Hiththin | Terbunuhnya Birnis
Arnath | Gerakan Sultan Shalahuddin Selanjutnya]
Kota Yerussalem Jatuh
[Pecahnya Pertempuran | Kota Yerussalem Jatuh ke Sultan
Shalahuddin | Sultan Shalahuddin di Yerussalem]
Kunci Kekuatan Sultan Shalahuddin
[Keberhasilan-keberhasilan Sultan Shalahuddin | Kota ‘Aka
Terkepung]
Balas Dendam Raja-raja Eropa
[Nasib Raja Almania | Kemah Sultan Shalahuddin Diserang |
Raja Richard dari Inggris | Gencatan Senjata | Perselisihan Pasukan Nasrani |
Pelaksanaan Gencatan Senjata]
Sultan Shalahuddin Wafat
[Keadaan Sesudah Penandatanganan Gencatan Senjata |
Hari-hari Terakhir Sultan Shalahuddin]
Kepribadian Sultan Shalahuddin
[Shalahuddin di Awal Meniti Karier | Upaya-upaya Untuk Meruntuhkan
Shalahuddin | Tantangan Shalahuddin sebagai Perdana Menteri | Pembaharuan
Shalahuddin | Kejadian-kejadian Besar selama Memerintah Mesir | Keagungan
Shalahuddin sebagai Manusia Biasa]
Appendix
[Baitul Maqdis | Helena dan Louis]
Bibliografi
Judul:
Shalahuddin Al-Ayyubi; Pahlawan
Perang Salib
Penulis:
Dr. Mahmud Syalabi
Penerjemah:
Abdullah Mahdamy
Tebal:
198 hlm.
Dimensi:
12,5x18 cm
Cetakan:
III, Juli 1993
Penerbit:
Pustaka Mantiq, Solo
0 Komentar