Resensi: Shalahuddin Al-Ayyubi; Pahlawan Perang Salib

Seberapa banyak dan seberapa mendalam pengetahuan kita tentang tokoh-tokoh Islam terdahulu? Selain kurangnya pengetahuan tentangnya, juga tak jarang banyaknya penyisipan kisah-kisah yang tidak benar, baik yang sengaja dimasukkan, berasal dari penafsiran sepihak, atau karena berita burung yang umum dipercaya. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara kita dengan pendahulu; pahlawan-pahlawan nan gagah perkasa penyebar sinar Islam ke seluruh persada. Padahal di belahan sana; Eropa; trauma akan kebesaran Islam melalui pahlawan-pahlawannya masih menghantui, bagaikan melihat sosok hantu yang akan membinasakan dan menghancurkan peradabannya. Ketakutan akan munculnya ‘Umar bin Khoththob, Thoriq bin Ziyad, dan Sholahuddin Al-Ayyubi ‘baru’ tidak pernah lekang dari angannya.

Seperti lazimnya kredo yang telah akrab kita ketahui, bahwa “Kemenangan punya syarat-syaratnya, sebagai mana kekalahan punya sebab-sebabnya”. Pada pembahasan di awal disebutkan, bahwa situasi politik di beberapa wilayah begitu pasang-surut. Awal abad ke-5 Hijriyah di Syam ―di bawah pemerintahan Biamrillah Alfathimy, terjadi kekacauan pemerintahan. Hingga orang-orang Turki Salajiqoh (Saljuk) mengambil alih kekuasaan dari tangan Fathimiyin. Di belahan Afrika pun mengalami hal yang sama. Di Sicilia pun umat Islam mengalami pertikaian internal, dan wilayah ini pun jatuh di tangan bangsa Norman. Lepasnya Sicilia ini disebut “Syahid pertama”, dan “Syahid kedua” menimpa Andalusia; “Surga yang Hilang”.

Lepasnya wilayah-wilayah Islam ini punya sebab yang sama, yakni menjauhnya diri dari berdekatan dengan Alloh, terlena dengan target-target yang membanggakan, dan memanjakan diri dengan saling curiga. Bahkan demi menjatuhkan seterunya, ia rela meminta bantuan dari kaum Nasrani.

Selain itu, perbedaan mazhab Ahlu Sunnah dan Syi’ah ikut mewarnai pergolakan dan perpecahan di tubuh Islam. Kubu Ismail bin Ja’far Shodiq (Ismailiyah) pun pecah menjadi tiga firqoh, yakni Qoromithoh, Fathiyun, dan Hasyasyun (Assassin).

Perang Salib adalah pintu masuk penentu peradaban ke depan. Perang ini bukanlah berlangsung singkat. Perseteruan yang menghabiskan banyak energi dari masing-masing pihak; Nasrani dan Islam.

Sebab mengapa perang ini terjadi, setidaknya ada beberapa alasan, yakni:
Pertama, kota Konstantinopel yang terancam runtuh, membuat kaum Salajiqoh (Saljuk) geregetan untuk mengambil alih. Kota Konstantinopel memang seolah menjadi pintu gerbang antara dunia Barat dan Timur. Ia dibangun oleh Raja Konstantin dan menjadikannya pusat Nasrani. Langkah itu ia tempuh karena Konstantin menilai bahwa Roma sudah banyak terkontaminasi nilai-nilai kepercayaan lain.

Kedua, tersiarnya tuduhan bahwa kaum Muslimin terlalu membatasi ruang gerak para pengurus Baitul Maqdis yang beragama Nasrani dengan aksi penganiayaan dan perampasan hak.

Ketiga, keadaan masyarakat Eropa yang mengalami kemunduran peradaban sangat dahsyat. Hal itu disebabkan oleh kebijakan dan ulah penguasa terhadap rakyatnya sendiri berupa penarikan pajak dan kerja paksa.

Keempat, fanatisme agama. Rakyat Eropa dibakar semangat keberagamaannya dengan menjadikan Muslim sebagai bahan bakar kebencian oleh pihak penguasa dan juga pihak gereja yang sejatinya hal itu untuk menutupi kezholiman yang mereka lakukan terhadap umatnya sendiri.

Seorang pendeta asal Perancis; Butrus (Pierre); ketika mengunjungi Baitul Maqdis dan menemukan eksistensi Muslimin di sana, menjadikannya iri. Sepulang dari Baitul Maqdis, ia menghadap Baba Uruban (Paus Urbanus) III di Roma. Laporannya ini membangkitkan ide yang sejalan dengan keinginan Paus untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Rencana pun disusun dengan menggalang emosi rakyat Italia dan Perancis. Butrus bergerilya. Dan gelombang emosi itu mengumpulkan sepasukan yang jauh dari standar pasukan perang. Wanita dan anak-anak pun diikutsertakan. Di bawah pimpinan Butrus, pasukan tanpa adab ini selalu membawa malapetaka penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan bagi wilayah yang dilaluinya menuju Konstantinopel. Inilah pasukan perintis atas nama Salib.

Di belakang mereka, tersusun pasukan yang lebih rapi, yang terdiri dari para perampok, tokoh-tokoh masyarakat, dan para bangsawan. Dengan tujuan yang sama, yakni Konstantinopel, pasukan ini diberangkatkan melalui beberapa penjuru, yakni:
a. dari Perancis melewati Jerman, Croatic, Bulgaria dan masuk Konstantinopel;
b. dari Perancis melalui Italia, menyusuri pantai dan berlayar ke Albania, Macedonia, dan berakhir ke Konstantinopel;
c. dari Perancis menerobos Jerman kemudian ke Hongaria dan masuk Konstantinopel;
d. dari Perancis ke Italia, kemudian ke Brindisi, Albania, Macedonia kemudian masuk ke Konstantinopel.

Pada pasukan ini, setiap wilayah yang mereka lewati senantiasa ramai rakyat yang ikut bergabung, sehingga pada tiap-tiap pasukan dapat terhimpun ratusan ribu. Semua menyesaki Konstantinopel. Bagai gelombang raksasa, pasukan Salib ini berangkat dari Konstantinopel menuju Baitul Maqdis.

Baitul Maqdis terkepung.
Tercatat sekitar 70.000 kaum Muslimin terbantai dengan sangat kejam. Bahkan penganut Yahudi pun tak luput menambah angka korban kebengisan pasukan Salib.

Baitul Maqdis pun menjadi pusat pemerintahan pasukan Salib. Dari sana, mereka mulai merapikan barisan dan menyebar untuk merebut kembali wilayah-wilayah mereka yang terebut kaum Muslimin: Emiret Raha, Emiret Antioche, Kerajaan Baitul Maqdis, Emirat Tripoli.

Namun perlawanan pun mulai meremaja. Bukan saja perlawanan dari luar ―dalam hal ini adalah kaum Muslimin, tetapi juga ketidaksukaan rakyat yang merasa disesaki dengan kultur tanpa risalah ketuhanan, meski mereka mengatasnamakan Kasih Tuhan.

Gerakan perlawanan ini dikomandoi oleh dinasti Zanky. Dari sang ayah bernama Imaduddin Zanky, kota Raha ―yang kemuliaannya hampir sebanding dengan Baitul Maqdis― dapat ia rebut. Dan sepeninggalnya, kedua putranya yang menduduki dua wilayah kekuasaan ―Saifuddin Ghazi di timur dan Nuruddin Mahmud di barat― melanjutkan semangat perlawanan sang ayah, hingga Syam dapat direbut kembali oleh Nuruddin Mahmud.

Di pinggir daerah Armenia, lahirlah seorang bayi yang kelak namanya menjadi momok bagi kaum Nasrani; Shalahuddin Al-Ayyubi.

Buku ini sebagian besar merangkum proses terjadinya Perang Salib dan biografi Shalahuddin Al-Ayyubi. Meski begitu, di akhir buku ini diselipkan kisah roman keamanan yang dihadirkan Shalahuddin Al-Ayyubi bagi bangsawan Nasrani; Helena dan Louis. Nilai keadilan dan toleransi ajarah Islam yang dibawa oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, menjadikan siapapun dan agama apapun menjadi nyaman dan terlindungi.

Hingga kini, eksistensi Islam di Turki menjadi perbincangan penuh sentimen di kalangan Eropa ketika Persatuan Bangsa-bangsa memasukkan ‘Empire’ ini dalam daftar wilayah Eropa Timur. Ya. Seolah bukan lagi pisau yang menggores, tetapi ada duri yang menusuk-nusuk tubuh Eropa yang men-declare sebagai tanah Nasrani.

Daftar Isi
Keadaan Ummat Islam Sebelum Perang Salib
[Negeri Syam | Di Afrika, Andalusia, dan Sicilia | Kelompok Ismailiyah | Perang Salib | Sebab-sebab Berkobarnya Perang Salib | Kerajaan-kerajaan Salib | Al-Zanky | Imaduddin Zanky | Nuruddin Mahmud Zanky]

Kelahiran Seorang Pahlawan
[Di Ujung Armenia | Di Istana Zanky | Menjelang Keruntuhan Kerajaan Fathimiyah | Menyerang Mesir Kembali | Shalahuddin sebagai Penguasa di Iskandariyah | Mesir Takluk | Shalahuddin di mesir | Perdana Menteri Selanjutnya | Gerakan Pembersihan Shalahuddin | Rencana Selanjutnya | Terungkapnya Rencana Jahat | Sultan Shalahuddin | Percobaan Pembunuhan terhadap Shalahuddin | Perjuangan Shalahuddin | Pertempuran-pertempuran Sultan Shalahuddin | Gencatan Senjata | Politik Penyatuan Sultan Shalahuddin | Peristiwa Selanjutnya | Raja Raymond]

Pertempuran Hiththin
[Mobilisasi Umum | Gebrakan Pasukan Sultan Shalahuddin | Raymond Berbalik | Musyawarah Militer | Pertempuran Hiththin | Terbunuhnya Birnis Arnath | Gerakan Sultan Shalahuddin Selanjutnya]

Kota Yerussalem Jatuh
[Pecahnya Pertempuran | Kota Yerussalem Jatuh ke Sultan Shalahuddin | Sultan Shalahuddin di Yerussalem]

Kunci Kekuatan Sultan Shalahuddin
[Keberhasilan-keberhasilan Sultan Shalahuddin | Kota ‘Aka Terkepung]

Balas Dendam Raja-raja Eropa
[Nasib Raja Almania | Kemah Sultan Shalahuddin Diserang | Raja Richard dari Inggris | Gencatan Senjata | Perselisihan Pasukan Nasrani | Pelaksanaan Gencatan Senjata]

Sultan Shalahuddin Wafat
[Keadaan Sesudah Penandatanganan Gencatan Senjata | Hari-hari Terakhir Sultan Shalahuddin]

Kepribadian Sultan Shalahuddin
[Shalahuddin di Awal Meniti Karier | Upaya-upaya Untuk Meruntuhkan Shalahuddin | Tantangan Shalahuddin sebagai Perdana Menteri | Pembaharuan Shalahuddin | Kejadian-kejadian Besar selama Memerintah Mesir | Keagungan Shalahuddin sebagai Manusia Biasa]

Appendix
[Baitul Maqdis | Helena dan Louis]

Bibliografi
Judul: Shalahuddin Al-Ayyubi; Pahlawan Perang Salib
Penulis: Dr. Mahmud Syalabi
Penerjemah: Abdullah Mahdamy
Tebal: 198 hlm.
Dimensi: 12,5x18 cm
Cetakan: III, Juli 1993
Penerbit: Pustaka Mantiq, Solo

Posting Komentar

0 Komentar