“Bagi
yang pengen pinter bisnis, apapun yang diajarkan dalam buku cara goblok ala om
Bob ini patut disimak dan diikuti! Luar biasa!” (Andri Wongso, motivator no.1
Indonesia)
Di tahun 1967
ia berhenti kerja dari Djakarta Llyod, setelah 17 tahun di Eropa. Alasannya
sepele, atasannya sangat menyebalkan. Tapi ia bingung. Ia akhirnya menjual satu
sedan mercy-nya untuk membeli rumah, satu Mercedes lainnya dijadikan taksi
gelap. Taksi itu tak berapa lama rusak dalam suatu kecelakaan, dan Bob –setelah
melarang istrinya yang mantan pegawai Bank Indonesia di Amerika untuk kembali
melamar kerja– bekerja menjadi buruh bangunan dengan upah Rp.100,- per pekan.
Di posisi itu Bob berada, kira-kira selama satu tahun. Makanan sehari-hari cukup
gado-gado, atau paling mewah ditambah telur, dan kadang-kadang ikan dari hasil
memancing di rawa yang saat itu masih ada di sekitaran Kemang.
Dengan bantuan
seorang teman di Belanda, Bob diberi ide dan modal untuk beternak ayam broiler
dan kemudian menjual telurnya. Saat itu di Indonesia orang-orang tidak mengenal
ayam broiler, apalagi telurnya. Jualannya sering tidak laku. Tapi Bob terus
berlangganan majalah-majalah khusus peternakan terbitan Belanda –tentu saja
juga berbahasa Belanda. Masalah bahasa bukan kendala bagi Bob. Ia bisa bahasa
Jerman, Inggris, dan Belanda. Dengan bacaan itu –sebuah ilmu dari Eropa yang up to date, ia sering diminta mengisi
ceramah tentang ayam oleh IPB dan segera dipandang sebagai pakar ayam broiler
di Indonesia. Saat di mana kebanyakan anak kuliahan membaca buku dari zaman
lima sampai sepuluh tahun lebih lama dari majalah-majalah langganan Bob.
Dari ayam itu
ia menemukan filosofi persaingan rezeki: ayam hanya punya paruh dan kaki, tapi
ia tetap hidup dan mampu mencari makan sendiri. Mengapa manusia tidak? Yang
menjadikan menarik pada kisah Bob bukanlah itu.
Di Indonesia
–bagi kebanyakan orang, Cina adalah suatu lakon dengan level tertentu dalam
perdagangan. Kadang-kadang punya konotasi yang tidak enak. Tapi Bob dengan
kesuksesan bisnisnya itu –yang punya mobil jaguar lebih dari satu, mendobrak
lakon sentral dari Cina. Memang terasa sedikit, tapi ia menyingkirkan kelas
yang hegemoninya amat kuat di masyarakat, sejak era kolonial lalu. Tanpa
disadari Bob, prinsip tersebut meletakkan diri di luar kelas-kelas sosial,
sekaligus menegaskan: siapa pun bisa sukses (itu pun bila kita menganggap
perihal sukses adalah sejauh seperti Bob).
Yang menarik
dalam konsepsi bisnisnya, Bob melanggar semua aturan manajemen dalam
teori-teori pakar: ia tidak punya rencana, tidak punya harapan, tidak memiliki
organisasi serumit yang dikatakan teori, dan tidak melakukan evaluasi. Kita
mengenal istilah “bekerja keras atau bekerja cerdas”. Bob hanya bilang, “taik
kucing” terhadap semua teori dan rumus-rumus pakar tadi. Kesannya kasar, tapi
maksud Bob nampaknya ini: ia lebih memberi bentuk kepada aksi dan repetisi
(pengulangan). Baginya hidup mengalir, tidak perlu rumit-rumit memakai konsep
atau teori-teori manajemen, apalagi ekonomi. Bob memang berkali-kali mengakui
dirinya goblok. Ia bahkan tak pernah selesai kuliah. Dalam kamus, goblok
artinya bodoh sekali, atau tuli. Pemikiran radikal seperti itu barangkali
berangkat dari kekesalan Bob terhadap orang kampus yang pintar teori tanpa
praktik. Bagi Bob, orang kampus seperti itu telah melakukan “arogansi
akademik”. Dalam ajaran agama, mirip-mirip dengan orang yang berilmu tanpa
beramal.
Kita agaknya
tidak bisa tidak setuju kepada Bob. Prinsipnya, yang tanpa visi dan misi telah
terbukti berhasil di dunia. Seandainya kita tidak setuju, kita lama-lama bisa
mengerti bahwa Bob adalah orang cerdas, yang salah satu cirinya pandai
menyederhanakan segala hal. Orang seperti itu tidak punya beban, langkahnya
ringan, tidak pernah terseret-seret. Bahkan teori yang meski telah teruji
bertahun-tahun dalam ilmu alam, bisa berkembang, beranak, dapat disalahkan
dengan teori yang lebih baru. Tapi mungkin juga karena teori –sebagaimana
harapan, sebagaimana putus asa– sama-sama mengandung ilusi: lebih sering tidak
terkabul sepenuhnya.
Pertanyaannya,
Anda mau jadi goblok?
Judul: Belajar
Goblok dari Bob Sadino
Penulis: Dody Mawardi
Tebal: xxx+150 hlm.
Dimensi: 14,5x21 cm
Cetakan: I, 2010 (softcover)
Penerbit: Kintamani Publishing,
0 Komentar