Resensi: Kudeta Pasukan Yeniceri


Kali ini kita mengupas isi novel besutan Jason Goodwin yang memang ‘kepincut’ dengan sejarah Byzantium di Turki, dan karena ketertarikannya tersebut lahirlah beberapa karya literasi beliau. Salah satunya novel ini.

Namanya Yashim. Ia adalah seorang kasim; lelaki yang dikebiri, di Turki masa lalu banyak dipekerjakan di harem sultan sebagai penjaga para selir atau sebagai abdi istana (h.4) dan dipanggil Lala; sang Pelindung; oleh keluarga Sultan Mahmud IV.

Seraskier; Panglima; memberikan tugas khusus kepada Yashim untuk melakukan penyelidikan atas hilangnya empat perwira Garda Baru kesultanan setelah salah satu perwira ditemukan tergeletak dalam sebuah bejana besar di pojok kandang kuda dengan kondisi mengerikan;
Si prajurit yang tewas itu masih berseragam. Tubuhnya meringkuk di dalam belanga, memenuhi dasarnya: lengan-lengannya, yang terikat pada pergelangan, terletak di samping kepala sedemikian sehingga mukanya tak terlihat... Mukanya terpapas habis. Dari dagu sampai di atas alis (h.18).

Penyelidikannya semakin menarik ketika warga menemukan buntalan yang menyumbat aliran sungai dan meluap ke jalanan saat hujan deras bakda maghrib itu, dan ternyata adalah jasad salah dua dari keempat perwira yang hilang.

Suatu malam, di temukan karung berisi yang tergantung di teralis Pasar Raya; bekas Eski Serai —tempat memensiunkan para istri sultan yang menjanda dari istana Topkapi. Sekarung benda yang setelah ditumpahkan, berisi tulang-tulang bercampur sendok dan sebuah kepala! Ya. Kepala salah tiga dari keempat perwira yang hilang. Anehnya, semua tulang tersebut dalam kondisi bersih tanpa sisa daging pun dan tanpa cacat.

Penyelidikan Yashim tak seperti umumnya polisi yang dengan heroitasnya melibatkan tim forensik dan awak media. Tidak. Ia bahkan dengan sangat hati-hati menelusuri. Beberapa petunjuk pun ia kumpulkan dari berbagai relasinya, baik pandai besi yang menjadi titik awal penyelidikan terkait bejana raksasa, tukang sop yang ditengarai sering menggunakan bejana raksasa untuk pertunjukan, hingga penari köçek; laki-laki berpenampilan perempuan —yang disebut Preen. Meninggalnya selir sultan dengan cara dicekik dan hilangnya perhiasan tak begitu berharga di lingkungan ‘kaputren’, menjadikan kasus ini semakin misterius dan menarik. Ditambah lagi beberapa isu yang dikembangkan oleh pihak kesultanan —terkait kasus ini— adalah keterlibatan pasukan Yeniçeri yang sudah dibubarkan sepuluh tahun lalu.

Yeniçeri adalah pasukan elit pengawal pribadi sultan Turki dari abad ke-14 hingga 1826. Para anggotanya direkrut dari orang-orang Kristen di wilayah Balkan. Korps ini dibubarkan sebagai bagian dari reformasi Turki pada abad ke-19. Sebutan mereka dalam bahasa Turki adalah yeniçeri yang artinya “pasukan baru” (h.12).

Pasca dibubarkan dan diusirnya, personil yeniçeri banyak yang menyusup di tengah-tengah aktivitas rakyat pada profesi yang tak banyak disukai warga di sekitar kesultanan.

Dan, waktu yang diberikan sang Seraskier hanya 10 hari untuk mengungkap misteri ini sebelum Sultan mengeluarkan Maklumat atas peristiwa ini.

Kisahnya makin mendebarkan dalam perjalanan ‘mengantisipasi’ korban keempat. Motif penyelidikan Yashim pun menebak-nebak pola operasi yeniçeri. Teror dan upaya pembunuhan terhadap Yashim terjadi beberapa kali. Hingga suatu Jum’at pagi ditemukan sesosok mayat yang terbakar di atas panggangan di salah satu los dalam pasar Kerkoporta; suatu tempat yang sangat dekat dengan perkiraan Yashim untuk ‘korban’ keempat.

Membaca novel ini, tak seperti layaknya novel roman yang mengalir sepoi-sepoi dan terkadang ada hentakan emosional. Jason Goodwin benar-benar lihai mengajak pembaca untuk memvisualisasikan segmen-demi-segmen alur kisah dalam novel ini. Benar-benar seperti menonton film detekif yang mencekam yang terbagi dalam 132 segmen. Dan ini sangat menarik; meski untuk sampai pada ekstase itu kita dipaksa mencerna pelan-pelan gaya bahasa dari budaya berpikir Turki.

Sedikit paparan Jason Goodwin yang membuat saya tidak nyaman —secara ‘aqidi— adalah kalimat di beberapa tempat, yakni
» misalnya terus-menerus membuat jimat berisi kertas bertuliskan sembilan puluh sembilan nama Allah (h.28).
» Yashim berhenti mendadak. Di sekelilingnya, para perajin timah melagukan puja-puji tanpa makna kepada penghidupan dan keahlian mereka lewat pukulan-pukulan mereka, (h.31).
» sebagaimana seruan muazin pada saat subuh merupakan keributan malam yang lazim di Istanbul, tak seorang pun mengindahkannya (h.123).

Pada segmen-segmen akhir, klimaksnya mulai terasa. Seraskier memiliki obsesi besar untuk merombak Kesultanan Turki menjadi Republik. Ia sudah jengah dengan sistem dan person yang menjalankan sistem kesultanan selama ini. Dan Yashim —tanpa ia sadari sebelumnya, ia selalu melaporkan setiap perkembangan penyelidikannya kepada Seraskier. Kenyataan inilah yang menjadikan Seraskier berlaku keji berkonspirasi dengan Kislar Agha; ketua kasim. Dan kedua sekongkol ini berakhir mengenaskan: Kislar Agha mati ditusuk kekasihnya, Seraskier mati terjatuh dari kubah bangunan. Dan kebangkitan pasukan yeniçeri hanyalah rekaan Seraskier untuk menutupi motif operasi kudetanya.

Judul: Kudeta Pasukan Yeniceri
Penulis: Jason Goodwin
Penerjemah: Zia Anshor
Tebal: vi+435 hlm.
Dimensi: 13x20,5 cm
Cetakan: I, April 2015
ISBN: 978-602-290-039-9
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta, Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar