Resensi: Anatomi Budak Kuffar


Awal era ‘90-an, pernah terbit majalah Islam —tapi saya tidak banyak ingat tentang urutan yang timbul dan di tenggelamkan, di antaranya ada Sabili, Inthilaq, An-Naba’ yang ke semuanya sempat mengalami intervensi konten entah oleh siapa hingga pencabutan izin penerbitan. Sebelum adanya pencabutan izin, pernah ada salah satu majalah yang memuat materi secara serial dengan judul “Anatomi Budak-budak Kuffar”. Saya secara pribadi belum pernah membaca serial tersebut yang konon baru di muat satu atau dua edisi —karena ‘keburu’ di banned artikel tersebut oleh pihak yang terganggu dengan isinya pada edisi berikutnya. Dan perburuan artikel ini alhamdulillah terobati setelah 25 tahun mencari.

Buku ini diterbitkan seiring efek destruktif dari pemikiran Islam yang ‘nyleneh’ oleh seorang cendekiawan Muslim sepulang dari pendidikannya di Barat dengan mengatakan, “Amerika pembangunannya maju pesat, tanpa teriak-teriak taqwa” (Pengantar).

Pada Muqoddimah dipaparkan, bahwa budak adalah sebutan untuk seseorang yang dikuasai oleh orang lain, dan nasibnya digantungkan kepada penguasanya. Sedangkan budak-budak modern di belenggu oleh SK (Surat Keputusan), besluit, sertifikat, dan anugerah gelar yang kemudian ia di pekerjakan dan di peras habis-habisan. Sebagai imbalannya, ia diberi upah ala kadarnya.

Pada umumnya, budak-budak modern dibeli melalui program beasiswa, tugas belajar, grant, scholarship, dan semacamnya. Sehingga banyak ditemui budak-budak bergelar akademis (h.3).

Ghozwul fikri adalah bagian tak terpisahkan dari gerakan pemurtadan dan penyesatan. Ia memanipulasi istilah-istilah Islam, menggugat orisinalitasnya, dan memberi arti yang kontroversial, kabur, bahkan menyimpang jauh dari makna sebenarnya.

Produk dan produsen ghozwul fikri adalah sama-sama pengidap gangguan kejiwaan. Sebab, secara mental ia “kehilangan kemampuan untuk menangkap arti sesuatu (agnosia), kehilangan hakikat makna dan pengertian (afasia); paradigma berpikirnya kacau sehingga tidak mampu mencapai natijah (conclusion) yang sehat.

Tanda-tanda lain, seperti suka mengecam, obsesif, kompulsif (sangat ragu-ragu dan tak terkontrol), phobia, halusinasi, dan delusi (tidak beresnya cara berpikir karena keyakinan palsu).

Pengidap sakit jiwa tersebut dapat dikategorikan psychoneurose (histeria, psychostemia, neurosthenia, anorexia nervosa) dan psychose (schizophrenia, manic depresif, dan paranoia). Paranoia sering diidap oleh mereka yang ‘cultured and well-educated’ (berbudaya dan berpendidikan tinggi)” (h.9).

Sifat mereka yang sangat menonjol dan tidak dapat ditutup-tutupi ialah kebanggaan dan kefanatikannya terhadap berbagai jenis kesesatan, serta kepatuhannya terhadap arahan dan instruksi guru-gurunya. Jadi, jelas mereka menjadi manusia-manusia yang siap diarahkan untuk menyesatkan ummat Islam dari dalam (h.10).

Disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tipe Budak Kuffar, yakni:
Pertama, orang-orang Islam yang sangat menyukai popularitas dengan memanfaatkan gelar kebangsawanan maupun gelar akademis.

Kedua, orang-orang Islam yang rakus harta.

Ketiga, orang-orang yang telah jatuh mentalnya, berjiwa budak juga kerdil, sehingga terserang penyakit rendah diri (inferiority complex) yang parah. Untuk menutupi kekurangannya tersebut, mereka menyerang apa saja yang berbau Islam dan bersamaan dengan itu, mereka mengidentikkan dirinya dengan kemajuan dan kemodernan.

Ciri utama gerakan ini adalah menjadikan Islam sebagai objek studi, bukan sebagai manhaj hidup. Islam semata-mata dijadikan sebagai ilmu yang boleh-boleh saja dikritik dan dikecam (h.42).

Mereka memandang Islam sebagai pasien yang perlu perawatan. Dan merekalah yang menjadi dokternya. Mereka tak segan mendiagnosis dan memberikan resep penyembuhan. Bila perlu, mereka melakukan pembedahan terhadap Islam (h.43).

“Mereka adalah bangsa kita, berbicara dengan bahasa kita, tetapi sejatinya mereka sangat membahayakan eksistensi kita... Beda mereka dengan duta-duta resmi, kalau duta resmi dibatasi oleh tradisi yang mengharuskan menahan ucapan dan gerakannya oleh berbagai protokoler. Sedangkan duta-duta orientalis itu tugas utamanya ialah mengoceh di surat-surat kabar dan seminar-seminar, serta setiap harinya menciptakan berbagai problem imajiner untuk merontokkan batu bata bangunan Islam yang tertanam di dalam jiwa.” (Muhammad al-Ghozali dalam muqoddimah bukunya berjudul “Zholam minal Ghorb; Kegelapan dari Barat”)

Tugas mengkader pionir-pionir kuffar ini sejalan dengan pernyataan Ketua Missionaris Kristen untuk Dunia Islam —asal Yahudi; Zwemmer; pada konferensi missionaris internasional di Palestina tahun 1935:
“Tugas missionaris di dunia Islam yang telah dibebankan kepada Anda oleh orang-orang Kristen bukanlah mengkristenkan orang Islam dan memasukkan orang Islam ke dalam agama Nashrani. Sebab persoalan Islam bagi kaum Muslimin adalah sebuah hidayah. Karena itu, tugas pokok Anda ialah mengeluarkan mereka dari Islam, agar mereka menjadi manusia tidak bertuhan, tidak berhubungan dengan Tuhan. Seterusnya mereka menjadi manusia yang tidak berakhlak. Ingat: akhlak dalam Islam adalah soko guru kehidupan sosial umat Islam. Karena itu, tugas utama missionaris ialah meruntuhkan nilai-nilai akhlak ini.” (h.49-50)

Disebutkan adanya ciri-ciri umum ideologi iblis dan kesamaannya dengan GPK, yakni: ideologinya hasil rekaan dan lamunan, seruannya tidak logis, tidak bertanggung jawab dan cuci tangan, mengacaukan pandangan, dan suka memperdebatkan kebenaran.

Menilai buku ini, ada beberapa catatan. Di antaranya adalah bahwa susunan kalimatnya to the point, tepat sasaran, berani, tajam, dan menelanjangi. Oleh karenanya, saya kesulitan untuk menyimpulkan dengan bahasa sendiri atas isi buku ini yang khawatir akan mempolarisasi maksud isi buku ini. Bagi saya, tema dan bahasan di dalamnya masih sangat layak masuk dalam ranah kajian-kajian; baik khusus maupun umum; untuk kembali menyadarkan umat Islam dari keterlenaan.

Patut di catat, bahwa meskipun nama-nama tokoh yang tersebut dalam buku ini sudah meninggal, syarat-syarat menjadi budak kuffar tersebut masih sangat relevan untuk kondisi sekarang. Bahkan hari-hari ini —meski telah berlalu 25 tahun, begitu benderang apa dan siapa budak-budak kuffar menurut buku ini. Seperti mengulang pita sejarah.

Sedangkan kekurangan buku ini adalah ketiadaan anatomi dari buku ini sendiri. Barangkali terkait dengan ‘cadasnya’ kandungan buku ini yang saat itu sangat berseberangan dengan sistem demokrasi yang diberlakukan oleh pemerintahan Orde Baru, maka informasi tentang buku ini sendiri disembunyikan.

Daftar Isi
1. Fenomena Perbudakan Pemikiran;
2. Tiga Tipe Budak Kuffar;
3. Membedah “Gerakan Pembaruan Keagamaan”;
4. Ciri-ciri Ideologi Iblis, dan Sejauh Mana Kesamaannya dengan Ideologi yang Dikembangkan “Gerakan Pembaruan Keagamaan”;
5. Sekitar Tahrif (Menelusuri Hulu dan Muara “Gerakan Pembaruan Keagamaan”);
6. Pada Tahap Apakah Kedudukan Pemikiran “Gerakan Pembaruan Keagamaan”?;
7. Tentang Proses Berpikir;
8. Tentang Qadhiyyah al-Ghazwu al-Fikri;
9. Kaidah Memahami Istilah-istilah Islam;
10. Sikap dan Tindakan yang Diperlukan dalam Menghadapi Budak-budak Kuffar.

Membaca seluruh isinya, pantas saja jika majalah yang memuat bahasan “Anatomi Budak-budak Kuffar” secara berkala saat itu ada pihak yabg mendesak menghentikan artikel ini. Sebab, didalamnya langsung menyebut nama tokoh person-to-person yang berpredikat “budak kuffar”.

Judul: Anatomi Budak Kuffar dalam Perspektif Al-Qur’an; Telaah Kritis Fenomena Perbudakan Pemikiran Gerakan Pembaharuan Keagamaan (GPK) di Indonesia
Penulis: Muhammad Yaqzhon
Tebal: xvi+168 hlm.
Dimensi: 11,5x16,5 cm
Cetakan: 1993
Penerbit: Al-Ghirah Press

Posting Komentar

0 Komentar