Resensi: What would Machiavelli Do?; Tujuan Menghalalkan Segala Cara

“Satu idiot adalah satu idiot. Dua idiot adalah dua idiot. Sepuluh ribu idiot adalah partai politik.” —Franz Kafka

Membaca buku tentang bagaimana birahi kekuasaan dan kepopuleran dapat membunuh rasa malu dari nurani paling dasar manusia.

Buku ini bukan mengajari bagaimana caranya tak tahu malu. Tapi membuka wacana kita, bahwa ada manusia yang seidiot dan sehina itu demi memperturutkan nafsu dirinya.

Niccolo Machiavelli bukanlah orang yang mencetuskan tips kebusukan perilaku “menghalalkan segala cara” seperti yang ia detailkan dalam buku “The Prince” atau _“Il Principe”. Ia seorang diplomat dan ahli teori politik Italia abad ke-16 yang hanya menuliskan profil penguasa dan politisi saat itu, di mana segala cara ditempuh untuk tetap eksis demi mendapat keuntungan (pragmatis) dengan mengabaikan cita-cita abstrak apa pun (nilai moral dan etika). Sumber dari tips-tips culas itu pun ia dapatkan dari para ‘Pangeran-pangeran’ tersebut; para penguasa-penguasa setara walikota hingga menteri. Bukan dari hasil perenungan dan inspirasi yang ia dapatkan. Dan Bing memberikan penguatan melalui pendekatan organisasi secara umum.

Perlu dicatat, bahwa apa yang dikumpulkan oleh Machiavelli bukanlah membentuk pribadi diktator yang represif sejak awal. Tetapi sebuah cara, bagaimana tujuan pragmatis tersebut dapat dicapai dengan cara bermanis lidah (retoris), memaparkan visi dan misi yang cerah, untuk kemudian mengeksploitasi mereka sebagai alat mencapai tujuan. Dan setelahnya, mereka akan terus ditekan atau bahkan dimusnahkan.

Jika Napoleon hingga Hitler menjadikan buku Machiavelli sebagai kitab ‘suci’ yang penuh inspirasi dan menghasilkan kehancuran mengerikan sepanjang sejarah, apatah lagi cara-cara itu disajikan di masa lampau yang menjadikan Machiavelli tergerak untuk menyusun “Il Principe”.

Tentu saja, Bing mengangkat cara pragmatis yang terjadi pada beragam organisasi tidak bermaksud menjadikan Machiavelli sebagai pencetus ide kejam tersebut —seperti umumnya masyarakat dengan mudah melabeli Machiavelli sebagai pihak yang berkontribusi sekaligus bertanggung jawab dengan rusaknya dinamika sosial-politik. Tetapi ia hanya meminjam ilustrasi dari profil-profil para penguasa yang menggunakan segala cara rasional untuk mencapai tujuan tanpa harus mempertanyakan moralitas.

Sebagai contoh, Bing menggambarkan pengalamannya ditipu bos pertamanya yang kabur melalui pintu belakang saat dia diminta menunggu di ruang tunggu. Atau ia diintimidasi bosnya di tengah rapat kerja untuk hal-hal sepele.

Di sekitar kita, barangkali akan kita temui profil manusia pragmatis yang tertangkap jelas sebagai orang yang diskriminatif, menggandeng siapapun yang sekiranya dapat ia manfaatkan dan loyal untuk menjadi bidaknya, tanpa segan menebar fitnah (membunuh karakter) pihak yang ia anggap sebagai pesaing, menghalang-halangi program pembangunan oleh penguasa kepada pejabat di bawahnya, mengobrak-abrik hasil kinerja pendahulunya dengan mengabaikan peluang prestasi yang mestinya dapat ia bangun. Orang yang bangga dengan kekejamannya sendiri yang sekaligus memandangnya sebagai kekuatannya. Ada 45 profil manusia pragmatis yang Bing paparkan dalam buku ini.

Bagaimana pun, Machiavelli tetaplah orang yang masih memiliki pengendalian diri saat dihadapkan pada para penguasa pragmatis. Bahwa keputusan menghalalkan segala cara tetaplah harus memperhitungkan risiko yang dapat berdampak pada karier dan kekuasaan si pelaku.

Pesan Bing —yang seorang kolumnis majalah Forbes— di akhir buku ini, bahwa apapun keculasan dan kejahatan seorang Fir’aun terhadap Musa atau ketidaksantunan setan kepada Tuhan, pada akhirnya akan mendapatkan ganjaran yang pantas. Kebaikan —bagaimana pun payahnya untuk menjaga, akan selalu mendapat imbalan kebaikan yang besar. Bahwa kejahatan mempunyai batas-batas yang —jika dilampaui— akan memakan si pelakunya sendiri.

Buku terbitan Gramedia cetakan pertama tahun 2004 ini kurang nyaman dibaca karena kualitas penerjemahannya masih kasar. Kalimat yang tersusun menyerupai hasil mesin penerjemah. Meski hanya 150-an halaman, membacanya memaksa kita mengerutkan dahi untuk memahami maksud kalimat yang dibaca.


Bibliografi
Judul: What would Machiavelli Do?; Tujuan Menghalalkan Segala Cara
Penulis: Stanley Bing
Alih bahasa: Bern. Hidayat
Tebal: xxx+132 hlm.
Genre: Filosofi, Bisnis, Politik, Psikologi
Cetakan: I, Maret 2004
ISBN: 979-22-0794-5
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar