Rosihan
Anwar selaku salah satu wartawan Indonesia yang meliput day-per-day pada Konferensi Meja Bundar 1949 di Den Haag memaparkan
kilas balik peristiwa 60 tahun lalu dengan mengunjungi tempat bersejarah
tersebut.
Beliau
boleh disebut sebagai satu-satunya wartawan Indonesia peliput Konferensi Meja
Bundar yang tersisa di penghujung tahun 2009 saat berkunjung ke Den Haag
tersebut.
Yang
menarik dari tuturan wartawan senior dengan daya ingat yang lumayan terjaga
tajam di usia senjanya ini adalah bukan saja beliau bercerita tentang seputar
peristiwa Konferensi Meja Bundar. Tetapi kisah-kisah sejarah konstelasi politik
di Kerajaan Belanda sebelum terjadinya Konferensi Meja Bundar, seperti yang
beliau ceritakan lumayan panjang dan menegangkan di bab 6 tentang “Kisah
Konspirasi Kudeta di Indonesia Awal 1950”. Juga sekilas tentang upaya kudeta
terhadap Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Presiden' Soekarno oleh
konspirasi antara Pangeran Bernhard (suami Ratu Juliana, dari Jerman), Kapten
Raymond Westerling, Sultan Hamid Alkadrie (Pontianak), dan Sirdar Iqbal Ali
Shah (diplomat Pakistan) pada awal 1950.
Ada
poin yang berkesan saat membaca buku ini —selain dirampasnya album-album foto
Rosihan Anwar oleh Badan Intelijen Belanda (NEFIS) untuk kemudian menjadi
bagian dari Arsip Nasional Kerajaan Belanda, yakni ketika Rosihan Anwar
menceritakan bagaimana ‘hidayah’ itu datang kepada Duta Besar RI untuk Belanda;
Fanny Habibie; ketika tetiba masuk seorang diplomat wanita muda ke kantornya
dengan mengabaikan lapis pengamanan kedutaan hanya untuk memberitahu, bahwa
“Pak Dubes telah mendapat limpahan rezeki Allah SWT dan keluarga yang bahagia.
Bapak juga diberikan pangkat, derajat, serta harta yang berkecukupan oleh Allah
SWT. Tapi Bapak mempunyai utang kepada Allah SWT. Bapak punya utang tiga menit
untuk sholat shubuh, tiga menit untuk sholat zhuhur, tiga menit untuk sholat
asar, tiga menit untuk sholat maghrib, dan tiga menit untuk sholat isya. Hanya
15 menit dalam satu hari, Pak Dubes, yaitu sholat.” Nasihat to the point yang menyadarkan, yang
bahkan daya ubahnya belum mentenagai nasihat dari istrinya sendiri.
Membaca
buku ini, kita seolah mendapat remah-remah sejarah yang makin melengkapi puzzle
seputar Konferensi Meja Bundar.
Resume
Bab:
1. Meliput KMB Den Haag 1949
•
Rosihan Anwar berkunjung ke kantor Parlemen Belanda pada 23 Desember 2009;
tempat upacara pembukaan Konferensi Meja Bundar (KMB) atau Ronde Tafel Conferentie (RTC) pada 23 Agustus 1949. Sebuah upaya
Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada negara federasi Republik
Indonesia Serikat (RIS).
•
KMB berlangsung dari 23 Agustus s.d. 2 November 1949. Dan penyerahan kedaulatan
pada 27 Desember 1949.
•
Peserta KMB: Belanda, Republik Indonesia, dan golongan Federal dalam BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg).
•
Dalam KMB, Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada RIS.
•
Belanda tidak mengakui Proklamasi 17 Agustus 1945. Belanda hanya mengakui
penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 sebagai bermulanya negara
merdeka berdaulat berbentuk federasi, yaitu RIS.
•
Desember 1945, PM Sutan Sjahrir dan Dr. Hubertus Johannes van Mook secara
informal menyepakati diakuinya Republik Indonesia secara de facto berkuasa.
•
Perundingan Linggarjati di paraf 15 November 1946 dan ditandatangani pada 25
Maret 1947 dengan menyisakan dua tafsiran menurut kedua pihak.
•
Pecah aksi militer Belanda pertama pada 21 Juli 1947. Setelah terjadi
perundingan Renville pada Januari 1948, terjadi aksi militer Belanda kedua pada
19 Desember 1948.
•
Setelah terjadi perjanjian Roem-Royen pada Mei 1949, terselenggaralah KMB
Bab:
2. Album Fotoku Disita Intel NEFIS Tahun
1946
•
Netherlands Force Information Service
(NEFIS); badan Intel Belanda; menyita foto-foto koleksi Rosihan Anwar pada
April 1946 di Jakarta dan disimpan di Arsip Nasional Den Haag.
Bab:
3. Perayaan Natal Putih di Wisma Duta
•
Saat itu, Natal Putih dilaksanakan 26 Desember 2009 di Wisma Duta kedutaan
Besar RI di Belanda. Hadir pula mantan pemimpin OPM (Organisasi Papua Merdeka);
Nicholas Jouwe; yang saat KMB 1949 mewakili Nieuw Guinea (Irian Barat) dan
belum tergabung dalam wilayah RIS. Papua (dahulu Irian Jaya) bergabung lagi
dengan Republik Indonesia pada tahun 1962
Bab:
4. Paris di Masa KMB 1949 dan 60 Tahun
Kemudian
•
Rosihan Anwar —dengan fasilitas dari KLM— memanfaatkan waktu sela konferensi
untuk menjelajah Eropa Barat. Begitu pula ia mengenang jejak kunjungannya 60
lalu yang sudah mengalami banyak perubahan dalam pembangunan dan fasilitas
kotanya.
Bab:
6. Kisah Konspirasi Kudeta di Indonesia
Awal 1950
•
Upaya kudeta terhadap RIS dan Presiden Soekarno dilakukan oleh konspirasi
antara Pangeran Bernhard (Belanda asal Jerman), Kapten Raymond Westerling,
Sultan Hamid Alkadrie (Pontianak), dan Sirdar Iqbal Ali Shah (diplomat
Pakistan) pada awal 1950.
•
27 Desember 1949, Nederland dan Indonesia menandatangani perjanjian pembentukan
Uni Belanda-Indonesia; persemakmuran; yang terdiri dari Nederlands Antillen,
Suriname, Nederlands Nieuw-Guinea, dan RIS (Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, dan Jawa Tengah)
yang diketuai Ratu Juliana.
•
Kapten Raymond Westerling penganut politik kanan di Belanda yang tak setuju
Indonesia berdaulat. Ia terlibat dalam aksi-aksi militer Belanda di Indonesia.
Ia manfaatkan DI/TII untuk meruntuhkan pemerintahan Indonesia. Ia gagal dan
kabur ke Belanda.
•
Sultan Hamid II dari Pontianak yang dipanggil dengan nama Max menjadi Ketua
BFO. Orientasinya kebarat-baratan dan kurang pandai berpolitik. Ia terlibat dalam
kudeta bersama Westerling.
•
Hasil penyelidikan oleh Marsose, ada keterlibatan Pangeran Bernhard di balik
aksi Westerling dan perdagangan senjata ilegal di Indonesia. Dan Bernhard
memainkan politik sendiri di belakang istrinya; Juliana.
•
Motif Pangeran Bernhard atas semua intrik politiknya adalah ingin menjadi raja
muda di Indonesia. Meski pun begitu, atas jasa Pangeran Bernhard pula Irian
Barat kembali ke Indonesia.
Bab:
7. Sejarah Kolonial sebagai Pembelajaran
•
Abad ke-16, Nusantara masih berbentuk kerajaan-kerajaan. Kehadiran bangsa Eropa
ke Nusantara dalam misi dagang membawa perubahan, yakni upaya penguasaan
potensi dan wilayah penghasil rempah oleh bangsa Eropa. Ambisi untuk mendapat
laba sebesar-besarnya, menjadikan misi dagang bergeser menjadi agresi militer,
penjajahan, dan perbudakan.
•
Sejarah Indonesia diwarnai dengan mental kepengecutan penguasa hingga aksi
patriotis yang menggetarkan mental penjajah.
Bibliografi
Judul: Napak Tilas ke Belanda; 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949
Penulis: Rosihan Anwar
Tebal: xiv+210 hlm.
Genre: Sejarah
Cetakan: I, Mei 2010
ISBN: 978-979-709-490-4
Penerbit: Kompas Media Nusantara
0 Komentar