Resensi: Karaeng Galesong Sang Penakluk Mataram


“Dendam kita terlampiaskan. Aku harap, Karaeng Bontomarannu segera kirim kabar ke Gowa. Kabarkan, bahwa aku putra Imalombassi Daeng Mattawang Karaeng Botomangappe Sultan Hasanuddin bernama Karaeng Galesong Kare Tojeng Karaeng Galesong telah menaklukkan Kerajaan Mataram.”

Penaklukan Mataram oleh Karaeng Galesong (Makassar) yang berkongsi dengan Pangeran Trunojoyo (Madura) berawal dari kepongahan Amangkurat I yang merendahkan Sultan Hasanuddin. Hal itu, membakar jiwa-jiwa kesatria pemuda Makassar untuk memberi pelajaran setimpal. Kepongahan Amangkurat I diperkuat dengan perannya sebagai kolaborator VOC. Pada masalah inilah yang menjadi motif kekubuan Pangeran Trunojoyo berkoalisi dengan Karaeng Galesong —yang pada perjalanan penyerbuan ke Mataram menjadikannya sebagai menantu Pangeran Trunojoyo. Sayangnya, Amangkurat I dan putra-putranya berhasil melarikan diri ketika kerajaan Mataram mulai terdesak hebat oleh serbuan Makassar dan Madura.
“Ayahanda Pangeran, inilah mas kawinku. Inilah kupersembahkan sebagai mantu kepada mertua,” kata Karaeng Galesong kepada Pangeran Trunojoyo.

Keruntuhan Kerajaan Gowa, dipertegas dengan Perjanjian Bongayya yang tak memihak rakyat sedikitpun. Perjanjian ini ditandatangani oleh Raja Gowa Tallo, I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangappe (Sultan Hasanuddin) dan Laksamana Cornelis Speelman (VOC). Sebagian rakyat Makassar, ada yang menerima perjanjian ini, ada juga yang ingin memberontak tapi mampu berbuat apa, hanya tunduk pasrah.

I Manindori Karaeng Galesong Karaeng Tojeng, yang dikenal sebagai Karaeng Galesong, seorang Putra Gowa, anak dari Sultan Hasanuddin dan istri ke empat Sultan Hasanuddin, I Lomo Tobo. Merasa gelisah dan tidak menerima begitu saja perjanjian Bongayya yang tak berpihak pada rakyat Gowa. Serta membuat kebijakan yang hampir menguasai sepenuhnya Kerajaan Gowa, seperti memungut pajak sagat tinggi, Kerajaan Gowa tak berhak mengatur pemerintahan dan membuat kebijakan, semua harus tunduk pada VOC.

Karaeng Galesong, pemuda tampan, gagah perkasa, yang memiliki ilmu perang dan pengetahuan yang cukup mumpuni walau terbilang masih belia. Dijaga oleh pria yang rata-rata berumur lebih dari 50 tahun, yakni Daeng Kulle, Daeng Jallo, Daeng Anging dan Daeng Bambang. Walau sudah berumur, para penjaganya masih kekar dan lincah.

Melihat kondisi tanah Gowa yang mulai dikuasai VOC, Karaeng Galesong memutuskan beranjak dari tanah kelahirannya. Ia punya prinsip bahwa dirinya lebih baik mencari jati diri dan memulihkan harga dirinya kembali sebagai Putra Gowa. Dengan berjuang kembali merebut tanah kelahirannya dengan berbagai cara.

Mengingat di tanah kelahirannya belum bisa berbuat apa-apa, karena surat perjanjian sudah ditandatangani ayahnya. Ia lebih berencana berlayar ke Mataram. Karena Kerajaan Mataram punya hubungan baik dengan Kerajaan Gowa di masa Pemerintahan Sultan Agung.

Tapi, Karaeng Galesong lupa bahwa sekarang Kerajaan Mataram telah dikuasai dan dikudeta oleh anak kandung Sultan Agung sendiri, yakni Amangkurat I. Yang lebih memihak VOC dan bengis terhadap rakyatnya. Bahkan menghina Sultan Hasanuddin. Sampai menyuruh datang ke Mataram dan menyembahnya. Seketika, Karaeng Galesong sadar, dan beralih rencana. Menetapkan pergi ke Mataram tetapi ingin melampiaskan dendam terhadap Amangkurat I yang telah menghina ayahnya serta memihak VOC.

Bersama lima penjaga dan prajurit Gowa yang masih ada, ia berlayar menuju Mataram, tetapi ditengah perjalanan, diikuti oleh kapal VOC. Maka rombongan Karaeng Galesong memutuskan mampir di Bima. Kekerabatan Kerajaan yang ada di Bima juga mempunyai hubungan baik dengan Kerajaan Gowa. Maka sambutan dari masyarakat Bima pun hangat kepada rombongan Karaeng Galesong.

Pesta digelar dan ketika hendak melanjutkan perjalanan ke Demung, masyarakat Bima juga menyediakan perbekalan yang cukup serta kuda kuda terbaik dari Sumbawa untuk Karaeng Galesong dan para prajuritnya.

Sesampainya di Demung, Karaeng Galesong mendapat pesan dari utusan Pangeran Trunojoyo, bahwa ia dan rombongan diundang jamuan di kediamannya di Sampang Madura.Undangan dipenuhi dan Pangeran Trunojoyo mengetahui gelagat Karaeng Galesong yang menaruh dendam terhadap Amangkurat I. Hal ini dimanfaatkannya untuk bersatu menyerang Amangkurat I yang sombong dan sadis terhadap rakyatnya.

Bukan hanya itu, karena alasan memihak VOC, Pangeran Trunojoyo ingin membumihanguskan Mataram termasuk Amangkurat I. Agar ada keterikatan, Pangeran Trunojoyo menikahkan Karaeng Galesong dengan putrinya, Maduretna. Dayung bersambut, karena Maduretna dan Karaeng Galesong pun saling tertarik.

Setelah pernikahannya yang begitu cepat, Karaeng Galesong bersama Pangeran Trunojoyo beserta masing-masing prajuritnya bersatu menuju barat, yakni Pajarakan Probolinggo sebagai pertahanan pertamanya dalam menabuh genderang perang terhadap Mataram.

Di sepanjang perjalanan menuju Plered tempat keraton Amangkurat I, Karaeng Galesong bertemu dan bersatu dengan prajurit pimpinan Karaeng Bontomarannu, yang kerap melakukan perlawanan terhadap VOC di perairan. Juga bertemu Karaeng Mammar yang merupakan salah satu daftar pencarian VOC juga.

Keganasan prajurit Gowa yang bersatu dengan pasukan Pangeran Trunojoyo serta prajurit pimpinan Karaeng Mammar dan Karaeng Bontomarannu. Ditambah lagi pasukan dari La Tenri Lai Tosengeng dari Kerajaan Wajo, yang membantu dalam memerangi VOC. Ikut bersatu membumihanguskan Mataram yang memihak VOC. Kekuatan pasukan dan keberanian membuat kemenangan di Gegedok, Plered. Amangkurat kabur ke Batavia bersama kedua anaknya Adipati Anom dan Pangeran Puger. Mataram Takluk.

Kisah sejarah yang dikemas dalam bentuk novel sejarah memiliki daya tarik tersendiri dari segi bahasa komunikasi dan tentu saja misi penanaman karakter kesatria dan bertanggung jawab. Hanya saja, tata penulisan dalam buku ini masih banyak yang perlu dikoreksi.

Bibliografi
Judul: Karaeng Galesong Sang Penakluk Mataram
Penulis: Mappajarungi Manan
Tebal: x+258 hlm.
Genre: Novel, Sejarah
Cetakan: I, Agustus 2014
ISBN: 973-602-17255-8-0
Penerbit: Cemerlang Panca Aksara, Jakarta Timur

Posting Komentar

0 Komentar