“Aku akan memberikan seluruh tanah ini kepada keturunanmu, dan mereka akan mewarisinya selama-lamanya. Aku akan membuat keturunanmu sangat banyak seperti debu tanah sehingga tak seorang pun dapat menghitungnya.” —Genesis Apocryphon (1QapGen ar)
Ismael.
Sebuah nama dari salah satu anak Abraham yang sering kita temui menjadi pihak
pesakitan bagi kaum Yahudi dan Nasrani yang menganggap Ishaq jauh lebih mulia dari Ismael. Nama Ismael
faktanya telah dikenal sejak era pra-Islam. Bahkan nama Ismael telah termaktub
dalam teks Qumron. Berkaitan dengan persoalan tersebut, selama ini nalar
Kristiani terkait sosok dan karakter Ismael selalu dalam paradigma negatif.
Sebenarnya nalar Kristiani yang tidak respektif terhadap ketokohan Ismael
tersebut disebabkan oleh dua hal yang amat mendasar, yakni otoritas teks mushaf
Ben Asher yang menjadi dasar penerjemahan teks Alkitab Kristen, dan teks
terjemahan Alkitab yang disakralkan dan diotoritaskan umat Kristiani. Selama
ini, iman Kristiani tentang sosok dan karakter Ismael dalam paradigma negatif
itu memang sangat akut dan diterustradisikan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Sehingga menjadi semacam cara berpikir yang bersifat paten dan
sakral.
Dalam
buku ini, Penulis; Prof. Menachem Ali; membedah dari sisi historis sekaligus
filologis terkait keberadaan Ismael dalam kitab Yahudi dan Nasrani, terlebih
setelah ditemukan gulungan Laut Mati (Dead
Sea Scrolls) berusia lebih dari 2000 tahun di lembah Qumron.
Manuskrip-manuskrip
yang tersimpan dalam guci-guci tua tersebut bukanlah kitab suci. Tetapi
catatan-catatan episteme (cara berpikir) yang di diterustradisikan
antar-generasi dalam bahasa Ibrani, Aram (barat: Yunani, timur: Persia), dan
Yunani. Artinya, ketiga bahasa tersebut telah dipakai di wilayah Yudea dan
sekitarnya menjelang dan awal tarikh Masehi. Sehingga, naskah-naskah tersebut
menempati posisi kunci untuk mengkonfirmasi keberadaan Ismael dalam Alkitab.
Di
awal buku ini, Penulis memberikan pemahaman tentang latar teks suci dari
kalangan Yahudi dan Nasrani. Perjanjian Lama merujuk pada teks Septuaginta
berbahasa Yunani yang ditolak oleh Yahudi. Sedangkan Perjanjian Baru merujuk
pada teks Greek New Testament (GNT)
berbahasa Yunani, juga ditolak oleh Yahudi. Yahudi hanya mau menerima
Perjanjian Lama versi Masoret yang berbahasa Ibrani yang disebut Rabbinic Bible
atau TaNaKh.
Setidaknya,
ada dua mazhab besar dalam tubuh Yahudi dalam memperebutkan otoritas dalam
keagamaan, yakni klan Ben Asher dan klan Ben Naftali. Di mana teks Masoret dari
klan Ben Asher ternyata terpilih menjadi teks TaNaKh yang otoritatif dan
dijadikan standard.
Setidaknya
ada 20 kali nama Ismael; putra Abraham; disebut dalam Alkitab teks Masoret
edisi Daniel Bomberg; 17 kali disebut dalam sefer
Bereshit atau kitab Kejadian dan tiga kali dalam sefer Dibre ha-Yamim atau kitab I Tawarikh. Hal ini menandakan,
bahwa penyebutan Ismael tidaklah asing dalam tradisi Yahudi.
Penjelasan
yang menarik lainnya adalah ketika membahas tentang siapa yang dijanjikan Tuhan
sebagai bangsa besar dan diamanahi sebagai pengelola taman Eden; tempat
diturunkannya Adam dan sekaligus tempat kelahiran Abraham.
Rabbi
Shlomoh ben Yitzhak atau Rashi menyebutkan, ‘keturunannya akan menjadi bangsa
besar’ dalam kitab Kejadian 16:12 adalah anak Abraham; Ismael. Di mana anak
keturunan Ismael tersebar di wilayah Hawilah (Hijaz) dan Hazar-maweth
(Hadramaut) yang wilayahnya membentang dari perbatasan Mesir sisi timur hingga
Yaman. Dari Moshul (Irak) hingga Etiopia. Yang di dalamnya terdapat empat
sungai besar; Pishon (Nil), Gihon (Habasyah), Tigris, dan Efrat (Kejadian
2:8-15).
Wilayah
yang dijanjikan Tuhan untuk anak keturunan Ismael —seperti disebutkan dalam
kitab Kejadian 25:18, adalah ketika Abraham diperintahkan Tuhan —kitab Kejadian
2:13— menjelajahi ‘tanah perjanjian’ tersebut dari sungai Efrat (Asyur di
timur) menuju tepi Laut Merah bagian utara, kemudian menyusuri sungai Pishon (Nil),
dan berakhir di sungai Gihon (Etiopia). Itulah taman Eden atau ‘tanah
perjanjian’ untuk anak keturunan Ismael yang kita kenal sekarang dengan Jazirah
Arab. Catatan ini terdapat dalam manuskrip Genesis
Apocryphon berbahasa Aram/Suryani.
Dalam
Vulgata Latina (terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin), di taman Eden terdapat
‘tabernacula’ —kitab Kejadian 16:12— yang bermakna ‘kemah Tuhan’ di kawasan
Hawilah (Hijaz) bagi kaum keturunan Ismael. Menarik lagi, Penulis menyajikan
data teks Taurot Ibrani versi Masorah pada kitab Kejadian 25:18 terdapat
istilah ‘boakāh’ dan Taurot Ibrani versi Samaritan terdapat istilah ‘bākāh’; istilah
purba untuk kata Makkah.
Mengapa posisi Ismael menjadi spesial dengan
diberikan janji amanah mengelola kawasan luas taman Eden dibanding saudaranya;
Ishaq; yang hanya diberi tanah Kanaan —Kejadian 21:10? Secara historis, Penulis
menjelaskan posisi Hagar sebagai salah satu istri Abraham dari Sara. Bagaimana Hagar
dan Ismael ditindas oleh Sara, sehingga Alloh memberikan posisi spesial atas
ketabahan Hagar. Pada nama pun, Ismael (Ibrani: yisma’El) memiliki makna sebagai pengabulan doa Hagar, Alloh telah
mendengar. Berbeda dengan makna nama Ishaq (Ibrani: Yitzhaq); tertawa.
“Dan umur Ismael ialah seratus tiga puluh tahun.
Sesudah itu ia meninggal. Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. Dan
mereka itu mendiami daerah dari Hawilah sampai Syur, di sebelah timur Mesir ke
arah Asyur. Dia menetapkan berhadapan dengan semua saudaranya.” —kitab Kejadian 25:17-18
Rabbi
Yosef Kapach (1917-2000 M) saat menjelaskan teks kitab Kejadian 10:29-30 mengatakan, bahwa
Yoqtan adalah Qohthon, Mesha adalah Makkah, dan Sefarah adalah Madinah.
Resume
Bab: 1. Narasi Ismael dalam Alkitab
dan Naskah-naskah Qumran
• Alkitab Kristen di Barat populer disebut Apostolic Bible yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru.
• Perjanjian Lama merujuk pada teks Septuaginta (LXX) berbahasa Yunani.
Perjanjian Baru merujuk pada teks Greek
New Testament (GNT) berbahasa Yunani.
• Orang Yahudi menolak otoritas Perjanjian Lama versi Septuaginta dan
Perjanjian Baru sebagai pewahyuan ilahi. Mereka hanya menerima otoritas kitab
Perjanjian Lama versi Masoret sebagai kitab suci berbahasa Ibrani yang disebut Rabbinic Bible atau TaNaK (Torah, Neviem ve Khetuvīm).
• Kaum Kristiani menerima otoritas Alkitab versi teks Septuaginta sebagai
kitab suci dibanding teks Peshitta dan teks Masoret.
• Kaum Nestorian lebih menerima otoritas Alkitab versi teks Peshitta
(berbahasa Suryani) sebagai kitab suci dibanding teks GNT.
• Penulisan Alkitab Kristen dilakukan selama 1610 tahun yang dikerjakan
oleh 40 orang dari tahun 1513 pra-Masehi sampai 98 Masehi. Di mana Alkitab
Kristen terbagi menjadi dua bagian, yakni Perjanjian Lama (umumnya bertulis
bahasa Ibrani dan minornya berbahasa Aram) dan Perjanjian Baru (yang sampai
sekarang masih diperdebatkan keotentikannya oleh pihak gereja). Tetapi semua
penganut GNT dan Peshitta sepakat, bahwa dakwah Yesus menggunakan bahasa
Suryani.
• Dalam kesejarahannya, teks Peshitta ternyata mengalami menggunakan
beberapa varian abjad khas Suryani yang mengadopsi istilah dari beberapa
dominasi komunitas Gereja yang menandakan adanya ketegangan antar komunitas
Gereja dan Yahudi beraliran Yunani secara dogmatis.
• Tulisan Ibrani dalam teks Masoret dipengaruhi oleh dua mazhab besar yang
saling bersaing; klan Ben Asher dan klan Ben Naftali. Pada perkembangannya,
teks Masoret dari klan Ben Asher-lah yang berhasil menjadi teks TaNaKH yang
otoritatif dan dijadikan standard dan dikenal dengan sebutan kanon Ibrani. Dan
dengan beragam skenario para Paus, teks Masoret versi klan Ben Naftali
dimusnahkan bersama kitab-kitab Yahudi lainnya.
• Teks Septuaginta berbahasa Yunani ternyata bukan hasil terjemahan dari teks Masoret versi Ben Asher. Bahkan
teks asli versi Septuaginta dan teks asli versi Masoret berasal dari teks
sumber yang berbeda.
• Penemuan naskah gulungan Laut Mati (Dead
Sea Scrolls) terdapat kitab Yesaya yang disalin 1000 tahun sebelum teks
Masoret. Yang keseluruhannya merupakan catatan episteme (cara berpikir) yang
diterustradisikan antar-generasi.
• Alkitab —khususnya Perjanjian Lama— merujuk pada teks Masoret versi klan
Ben Asher, diedit oleh Jacob Ben Chayyim dan dicetak oleh Daniel Bomberg tahun
1524 M. Nama Ismael disebut 20 kali yang tersebar dalam kitab Kejadian (sefer Bereshit) dan kitab Tawarikh (sefer Dibre ha-Yamim). Hal itu
menandakan, bahwa penyebutan Ismael tidaklah asing dalam tradisi Yahudi
Bab: 2. Ekspresi Kebahasaan
Teks-teks Qumran
• Manuskrip-manuskrip yang ditemukan di sekitaran Laut Mati bertuliskan
bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani. Artinya, ketiga bahasa tersebut telah dipakai
di wilayah Yudea dan sekitarnya jelang dan awal tarikh Masehi.
• Komunitas Qumran bukan hanya sebagai komunitas keagamaan, tetapi juga
merepresentasikan ideologi keagamaan yang melawan politik imperium melalui
kuasa bahasa. Terbukti, tak satu pun manuskrip tersebut yang berbahasa Latin.
Padahal di wilayah itu dan di masa itu, bahasa Latin menjadi bahasa resmi. Hal
tersebut dipandang, bahwa bahasa Latin adalah bahasa penjajah kolonial.
• Keunikan bahasa yang digunakan dalam kitab Mishnah dan kitab Talmud yang
merupakan kanon kedua (Taurot yang dilisankan) setelah TaNaKH. Kitab Mishnah
ditulis dalam bahasa Ibrani yang banyak mengadopsi kosa kata serapan dari
Yunani. Sedangkan Talmud Yerusalem ditulis dalam bahasa Ibrani dan Aram dialek
Barat (Yunani). Sedangkan Talmud Babel ditulis dalam bahasa Ibrani dan Aram
dialek Timur (Persia).
• Dalam tradisi kepesantrenan Yahudi (yeshiva),
metode talaqqi atau menirukan ucapan
lisan rabbi kemudian menuliskannya dalam buku menjadi kunci pemeliharaan
tradisi intelektual para santri Yahudi (Talmid).
Dan bahasa pengantar yang dilestarikan dalam yeshiva adalah Ibrani, Aram, dan Persia (Iran).
• Uniknya, di antara dokumen-dokumen Dead
Sea Scrolls di kawasan Nahal Hever ada yang berbahasa Aram, Yunani, dan
Arab Nabatea (bahasa keturunan Ismael).
Bab: 3. Sang Keledai Liar:
Infiltrasi Politik Tafsir Evangelikal dan Ideologi Kolonial
• Kebencian teologi Evangelikal terhadap kisah ketokohan Nabi Ismael dan
keturunannya dapat ditelusuri melalui politisasi penafsiran teks pada Kejadian
16:12; 25:13-18.
• Perang Salib menjadi momen penting yang dipolitisasi pihak Kristen
Byzantium dengan membentuk opini negatif terhadap karakter kejiwaan Ismael dan
kaum pengikutnya (Arab).
• Narasi “terorisme” yang ditujukan kepada Arab dan Islam saat ini menjadi
ilustrasi bagaimana politik bahasa (fitnah verbal) oleh kaum Evangelikal
digunakan untuk menunjukkan kuasanya sekaligus membunuh lawannya (conquered) berkedok agama.
• Sebagai contoh pembunuhan karakter melalui verbal oleh kaum Evangelikal,
pemaknaan Ismael seperti istilah pere
(Ibrani) yang diartikan “keledai liar” oleh kaum Evangelikal didistorsi dengan
pemaknaan negatif (janji kutukan); suka menentang, suka menyerang, suka
mengobarkan peperangan. Hal ini berbeda dengan penerjemahan Alkitab Katholik
dan Alkitab Saksi Jehovah yang menerjemahkan pere dengan “zebra”; bermakna kekhasan, kebebasan, dan kemerdekaan.
Bab: 4. Tanah Perjanjian bagi
Keturunan Ismael
• Dua metode penafsiran teks kitab suci dalam tradisi rabbinik, yakni
metode pesyat (penafsiran dengan
dalil langsung dan sederhana) dan metode derasy
(model penafsiran dengan cara mencari makna di balik dalil).
• Rabbi Shlomoh ben Yitzhaq (1040-1105 M); atau dipanggil Rashi; adalah
salah satu figur penafsir termasyhur di kalangan rabbi Yahudi Sephardim Abad
Pertengahan.
• Rashi menafsirkan kitab Kejadian 16:12 dengan ‘keturunannya akan menjadi
bangsa yang besar’. Yang ia maksud dengan ayat di atas adalah anak Abraham;
Ismael. Di mana keturunan Ismael tersebar di wilayah Hawilah (Frederick V.
Winnett, Victor P. Hamilton, Louis Ma’luf, Philip K. Hitti, John Collins, Kamal
Salibi= Hijaz) dan Hazar-maweth (Claudius Ptolemy= Cathramonite, Theophrastus=
Hadramuta, Louis Ma’luf= Hadramaut) di Jazirah Arab, antara sungai Efrat dan
sungai Tigris. Dalam Alkitab, wilayah tersebut sudah ditahbiskan oleh YHWH
sebagai tanah perjanjian bagi keturunan Abraham melalui Ismael (Kejadian
15:18), di taman Eden yang sisi baratnya mengalir sungai Pishon (Nil) yang
bercabang menjadi Pishon (Nil), Gihon (Habasyah), Tigris, dan Efrat (Kejadian
2:8-15). Rabbi Sa’adia Gaon Al-Fayyumi (892-942 M) juga menyebut sungai Pishon
sebagai sungai Nil.
• Menurut tafsir Rabbi Sa’adia Gaon, penyebutan “Zewilah” (Hawilah) pada
kitab Kejadian 2:11 berkaitan dengan kawasan taman Eden. Sedangkan dalam kitab
Kejadian 25:18 berkaitan dengan wilayah kediaman keturunan Ismael. Artinya,
lokasi taman Eden didiami keturunan Ismael yang membentang dari Syur (timur
laut Mesir/perbatasan) sampai Asyur (Moshul/Irak).
• Wilayah Syur (Ibrani= Shur, Arab= Jafar, Aram= Hagra). Wilayah Asyur
(Ibrani= Ashurah, Arab= Moshul, Aram= Atur).
• Keturunan Shem ben Nuh: Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud, dan Aram. Aram
berketurunan Us, Hul, Geter, dan Mas. Arpakhsad berketurunan Selah. Selah
berketurunan ‘Eber. ‘Eber berketurunan Peleg dan Yoqtan. Yoqtan berketurunan
Almodad, Selef, Hazar-maweth, Yerah, Hadoram, Uzal, Dikla, Obal, Abimael,
Syeba, Ofir, Hawilah, dan Yobab. (Kejadian 10:22-29)
• 12 putra Ismael: Nebayot, Kedar, Adbeel, Mibsam, Mishma, Dumah, Massa,
Hadad, Tema, Yetur, Nafiah, dan Kedma yang tinggal di Hawilah.
• Tanah Hijaz dalam manuskrip Genesis
Apocryphon (kode: 1QapGen.ar) —yang ditemukan di Qumran berbahasa
Aram/Suryani— disebutkan, sungai Gihon yang disebut dalam Kejadian 2:13
terletak di selatan Laut Merah berdasarkan perjalanan Abraham atas perintah
Tuhan untuk menyusuri tanah yang dijanjikan. Info dari _Genesis Apocryphon_ ini
menggugurkan spekulasi para penafsir Kristen Evangelikal yang menyatakan sungai
Gihon berada di wilayah Palestina.
“Mereka itu mendiami daerah dari
Hawilah sampai Syur, yang letaknya di sebelah timur Mesir ke arah Asyur.” (Kejadian 25:14)
• Batas wilayah taman Eden sebagai ‘tanah perjanjian’ bagi kaum keturunan
Ismael disebutkan dalam manuskrip Genesis
Apocryphon, yakni rute perjalanan Abraham dari sungai Efrat (Asyur di
timur) menuju tepian Laut Merah bagian Utara (kawasan barat Atur) dan berakhir
di sungai Gihon wilayah selatan (Etiopia). Dan sefer Bereshit 25:18 mulai dari kawasan Hawilah di selatan, kawasan
Syur di barat (Palestina), dan kawasan Asyur di timur (Irak) yang ditandai
adanya 4 sungai besar; sungai Nil di Mesir, sungai Gihon di Etiopia, sungai
Tigris dan sungai Efrat di Irak.
• Dalam Vulgata Latina (terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin) kitab
Kejadian 16:12 terdapat istilah “tabernacula” yang bermakna “kemah Tuhan”.
Dalam Alkitab versi New World Translation
of the Holy Scriptures (NWT) terbitan komunitas Kristen Saksi Yehuwa pada
kitab Kejadian 25:18 mengakui keberadaan ‘kemah Tuhan’ atau ‘rumah Tuhan’ atau
‘bait Alloh’ dan eksistensi tanah suci di kawasan Hawilah bagi kaum keturunan
Ismael.
• Dalam teks Taurot Ibrani versi Masorah (Masoretic Hebrew), ayat Kejadian 25:18 tersebut istilah “boakāh”
dan Taurot Ibrani versi Samaritan (Samaritan
Hebrew) terdapat istilah “bākāh” yang mengacu pada tempat di mana Ismael
dan Nebayot (anak sulung) membangun Bākāh
sebagaimana disebutkan dalam Qs. Ali ‘Imron ayat 96.
• Rabbi Yosef Kapach (1917-2000 M) saat menjelaskan teks kitab Kejadian
10:29-30, Yoqtan adalah Qohthon, Mesha adalah Makkah, Sefarah adalah Madinah.
Bibliografi
Judul: Ismael dalam Alkitab dan Manuskrip Qumran; Kajian Historis dan Filologis
Penulis: Moch. Ali (Menachem Ali)
Tebal: xviii+218 hlm.
Genre: Sejarah, Perbandingan Agama
Cetakan: I, Januari 2024
ISBN: 978-623-173-036-7
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur
0 Komentar