David Shenk dalam bukunya berjudul “Data Smog” membahas bagaimana pikiran kita seringkali mengalami kerancuan dan kepenatan diakibatkan oleh banyaknya informasi yang kita dapatkan. Menurut Shenk, ada banyak sampah-sampah memori dalam otak kita yang tidak kita perlukan tetapi kita jejalkan dengan beragam motif. Sehingga berakibat pada stress, penat, kelelahan, mengurusi hal-hal yang bukan kewenangan kita, memikirkan permasalahan yang tidak ada kepentingan dengan prioritas hidup kita, mendahulukan apa yang tidak utama.
Buku ini diniatkan membahas konsep kepribadian remaja. Terlebih dengan fenomena remaja yang saat ini men-distract apa yang semestinya menjadi nilai utama bagi remaja; konsep diri yang matang. Sehingga sampah-sampah pikiran yang memenuhi benak remaja menyebabkan sangat mengganggu; cemas, penat, tertekan, tidak mengetahui skala prioritas, mudah terhasut, mudah putus asa. Dari sanalah muncul beragam perilaku-perilaku remaja yang kurang tepat, bahkan yang tidak semestinya.
Fase remaja perlu pemenuhan ilmu seiring masa peralihan perkembangan fisik dan mental mereka. Banyak nilai dogmatis yang berbenturan dengan keteladanan orangtua. Sehingga anak pada fase usia remaja harus diarahkan pada pendidikan yang mendewasakan, yakni memahami nilai-nilai dasar yang berlaku pada ranah domestik dan sosial.
Pada akhir buku ini diberikan kuesioner yang berkaitan dengan konsep diri remaja. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk memberikan (setidaknya) arahan bagai mana semestinya remaja menempatkan konsep diri sesuai dengan prioritas pada usianya. Meski begitu, kuesioner tersebut bukanlah alat ukur yang spesifik. tetapi lumayan membantu pembaca (terutama remaja) untuk bisa mendeteksi sifat diri dan konsep dirinya.
Buku ini dalam membahas subbab terlalu bertele-tele dan terkesan dipaksakan dengan memasukkan biografi beberapa tokoh yang dijelaskan lumayan panjang di mana sebagian informasinya tidak begitu menambah nilai dari pokok bahasan. Padahal dapat juga diatur dengan cara split sesuai kebutuhan bahasan. Bagian-bagian dari isi biografi dapat dikelompokkan sesuai dengan tema bahasan. Sehingga lumayan membosankan ketika harus menyelesaikan membaca biografi beberapa tokoh tersebut. Begitu juga dari sisi kandungan. Di akhir subbab (yang sebelumnya dijelaskan panjang-lebar dari deduktif ke induktif ke deduktif kembali) baru disajikan rekomendasi dari permasalahan. Dan sebetulnya rekomendasi yang diberikan pun bukan hal baru.
Membandingkan judul buku dengan isi bahasan, kurang memenuhi espektasi. Definisi “sekolah santai” perlu dijelaskan di awal sebagai pengantar mengeja penjelasan berikutnya. Terlebih ditambah diksi “nilai perfect” yang semakin menguatkan asumsi pembaca —terutama remaja— tentang keumuman perilaku pelajar selama ini. Apalagi saran atau solusi di dalamnya merupakan hal umum yang dianggap ‘template’; seperti memindahkan nilai-nilai umum ke dalam kemasan baru.
Jika
membaca pendahuluan dalam salah satu buku karya Mohammad Fauzil Adhim, kunci
sebuah buku menjadi menarik dan berbobot ada di tangan seorang editor;
bagaimana menentukan alur bahasan, komposisi bahan, memberikan
pandangan-pandangan, dan mengkritisi.
Resume
Bab: 1.
Sekolah, Yuk!
Sekolah menjadi penting ketika orangtua tidak
memiliki kompetensi yang memadai bagi perkembangan atau kebutuhan pendidikan
anaknya. Di sana juga memberikan kepada anak latihan bersosialisasi dengan
beragam teman.
Fase remaja perlu pemenuhan ilmu seiring masa
peralihan perkembangan fisik dan mental mereka. Banyak nilai dogmatis yang
berbenturan dengan keteladanan orangtua. Sehingga anak pada fase usia remaja
harus diarahkan pada pendidikan yang mendewasakan, yakni memahami nilai-nilai
dasar yang berlaku pada ranah domestik dan sosial.
Meski akan tertemui tribulasi saat penempuhan
pendidikan di lingkungan sekolah, kaum remaja memang sudah seharusnya melalui
tahap tersebut untuk mematangkan kepribadian mereka. Menjadikan sekolah sebagai
ajang adu keren, menandakan bahwa yang bersangkutan belum memahami hakikat
kerennya sekolah.
Pada pembelajaran berdiferensiasi, memahami
kecerdasan majemuk pada anak akan membantu kita mengoptimalkan kemampuan anak
sesuai aspek kecerdasannya seperti yang disimpulkan oleh Prof. Howard Gardner,
yakni aspek linguistik, aspek logis matematis, aspek visual spasial, aspek
kinestetik, aspek musikal, aspek naturalis, aspek interpersonal, dan aspek
interpersonal.
Bab: 2.
Sekolah, Santai Aja Kali!
Dengan memahami esensi sebuah tema atau bab, kita
akan mudah menyimpulkan. Tentu saja untuk mencapai tahap di mana dapat memahami
esensi, kita mesti mampu menyingkirkan pikiran-pikiran sampah yang berpotensi
menghalangi daya tangkap materi.
Bab: 3. Selaraskan
Pikiran dengan Perasaan
Kenali diri untuk dapat berfokus pada capaian yang
ingin dituju. Selain itu —jika dibutuhkan, dapat juga ditempuh sugesti dari
luar, baik dalam bentuk terapi hipnosis atau pun terapi titik-titik tubuh.
Langkah selanjutnya, gali lebih jauh tentang
urgensi belajar melalui renungan atau bantuan kuesioner dari psikolog. Hal
tersebut untuk membantu mempertegas pemahaman terkait urgensi belajar.
Yang tak kalah pentingnya adalah langkah
kontinuitas dalam mengasah minat dan bakat. Langkah ini biasanya dengan bantuan
pihak lain; psikolog. Selain itu, tingkatkan kedekatan dan komunikasi dengan
orangtua terkait harapan mereka dan potensi kita. Atau dapat juga memanfaatkan
guru Bimbingan Konseling di sekolah untuk membantu mengenali potensi dan
kecenderungan potensi.
Jiwa yang resah dan panik, selalu menyimpan
masalah yang tak kunjung menemui solusi. Oleh karenanya, ungkapkan
permasalahan-permasalahan rumit yang mengganggu tersebut kepada Tuhan. Dengan
mengungkapkan dan memasrahkan masalah tersebut kepada Tuhan, kita akan merasa
ringan karena apapun yang membebani pikiran kita akan diurus oleh Tuhan.
Banyak teman —yang berkepribadian baik— akan
saling meringankan beban teman lainnya. Kita dapat belajar dan mengambil keputusan
dalam menghadapi masalah dari pengalaman teman-teman kita.
Meski upaya memilah-milah pikiran yang membebani
dengan yang utama, ada kalanya juga tetap terselip kepenatan. Pintar-pintarlah
membuat atau memanfaatkan momen untuk penyegaran.
Bab: 4.
Jadi Pintar Itu Gampang
Optimalkan modal belajar yang kita punya. Jika
kita memiliki modal belajar visual, buatlah peta pikiran (mind map) atau tabel ringkasan yang menarik sebagai bahan belajar.
Jika kita memiliki modal belajar auditori, manfaatkan audio book atau semacamnya untuk belajar sambil mengerjakan
aktivitas yang lain. Jika modal belajar kita termasuk kinestetik, buatlah
aktivitas konkret berbasis pelajaran. Jika pada bahasa, berlatihlah dengan cara
presentasi. Jika berhubungan dengan Matematika, buatlah contoh-contoh konkret
dan hitung sendiri. Selain itu, berakrablah dengan buku dan jangan segan untuk
bertanya.
Bab: 5. Tes
Kepribadian, Cara Kenali Bakat dan Kemampuan Diri
Berisi kuesioner terkait pengenalan diri.
Bibliografi
Judul: To
Be a Perfect Student; Sekolah Santai, Nilai Perfect
Penulis: Katharina Ann, Dewi Uma
Tebal: vi+176 hlm.
Genre: Psikologi Remaja
Cetakan: I, Oktober 2014
ISBN: 978-602-70040-6-1
Penerbit: Certe Posse, Yogyakarta
0 Komentar