Mendapati teman atau atasan yang dengan mudahnya —dan tanpa nurani— menimpakan kesalahan atas keteledorannya kepada kita, barangkali suatu kejadian yang banyak terjadi di sekitar kita.
Atau seseorang yang membutuhkan saran dari kita,
tetapi ia seolah tak memperhatikan atau tak membutuhkan dukungan kita dengan
cara bermain HP saat kita menjelaskan atau seolah setuju tetapi menyertakan
penolakan. Contoh kasus ini disampaikan penulis sebagai prolog dari buku ini.
Di mana saya awalnya belum paham maksud dari peristiwa seorang Kepala Dewan
Direksi yang meminta masukan dari seorang Direktur Bagian Administrasi, tetapi
masukannya selalu diikuti dengan “tetapi”. Terkesan butuh-tak butuh. Psychological game ini sangat
destruktif. Ia awalnya memberikan apresiasi, di waktu berikutnya mengoreksi;
“baiklah... tetapi...”
Sebagaimana disclaimer
dari penulis di awal buku ini, bahwa penjelasan terkait permainan psikologi ini
dikemas dengan bahasa lugas, jelas, dan sederhana. Dan itu terbukti.
Bersyukur, bahwa dengan membaca buku ini, kita tidak
disuguhkan dengan beragam teori dan pemikiran psikologi modern yang begitu
rumit.
Buku ini mengkaji dan menganalisis permainan
psikologi. Seperti apakah pengertian dari permainan psikologi itu? Penulis
menjelaskan, bahwa secara lahiriah, permainan psikologi memiliki aspek sosial
yang sangat mirip dengan pertandingan olahraga. Ia lebih banyak mengandung
racun sosial. Sedangkan secara mental, ia bagaikan siksaan dan tekanan sosial.
Dalam buku ini, kita akan diajari bagaimana cara-cara
merusak permainan orang yang menggunakan permainan psikologi ini dan bagaimana
kita tidak terjerat pada umpannya.
Pembahasan buku ini terbagi menjadi tiga jiwa
manusia: struktur dan kunci kepribadian, komunikasi antarmanusia, dan permainan
psikologi.
Uraian terkait permainan psikologi ini diawali
dengan pemahaman mendasar, bahwa kepribadian itu terbentuk dari tiga kondisi
kejiwaan yang berbeda, yakni ego anak-anak (child
ego state) di mana perilaku, pikiran, dan perasaannya merupakan pengulangan
masa kanak-kanak, ego dewasa (adult ego)
di mana perilaku, pikiran, dan perasaannya merupakan respons keadaan “di sini
dan saat ini”, dan ego orangtua (parent
ego) di mana perilaku, pikiran, dan perasaannya merupakan salinan dari
orangtua atau figur orangtua.
Dari buku ini, kita mendapati penjelasan yang lugas
dan mudah dipahami terkait ego orangtua. Bahwa ia adalah memori yang terekam
dalam pikiran bawah sadar terkait watak dan sifat orangtua sejak kita balita,
baik perasaan, perilaku, kecenderungan, sikap dan pengalaman-pengalaman
kebapakan. Sehingga bertutur dan bersikap seperti orangtua.
Saat anak menyatu dengan kepribadian orangtua, ia
akan mengikuti orangtuanya dalam segala hal. Perilaku ini terjadi pada level
perasaan. Sedangkan pada level terdalam (bawah sadar), seorang anak akan
menyimpan perasaan-perasaan kepribadian orangtua dalam hal perasaan, kecenderungan,
bahkan pengalamannya.
Pada usia tertentu, kita —dengan ego parental— akan
merenungi perilaku orangtua yang tak kita sadari telah terduplikasi pada diri
kita saat kita merenung. Dan ego parental ini akan terekam kuat saat anak
berusia hingga lima tahun.
Menurut Sigmund Freud, sekumpulan pesan parental
yang kita dapatkan sejak bulan-bulan pertama usia kita disebut nurani atau super ego. Eric Berne menyebutnya ego
orangtua (parent ego).
Nilai-nilai moral yang lahir dari nurani ini akan
bergeser menjadi negatif ketika kita mulai matang. Setelah ego dewasa kita
mulai tumbuh dengan sempurna dan semakin nyata dengan asupan pengajaran,
pendidikan, dan wawasan. Ia akan berubah menjadi nilai moral yang ‘norak’ atau
kampungan.
Ego anak-anak akan muncul secara spontan, tak
melihat berapa pun usia kita (unsur ketidaksengajaan) seperti halnya pernah
kita jumpai potongan video beberapa kakek-kakek saling usil ketika sholat
berjama’ah. Sedangkan ketika muncul angan-angan ingin mengulang masa-masa
kecil, ia disebut unsur kesengajaan.
Jika ego anak-anak
menguasai (mudah putus asa, mudah emosi, ngambek,
kekanak-kanakan, ingin sesuatu yang praktis dan instan), terhapuslah ego dewasa
dan ego orangtua secara total pada diri seseorang (regresi). Karena secara
umum, ego yang mampu menghadapi masalah dan memberikan solusi objektif adalah
ego dewasa.
Ego dewasa (adult ego) berhubungan dengan kemampuan
berpikir secara matang dan objektif yang dibangun di atas pengetahuan tentang
kebenaran dan kemampuan menganalisis hubungan-hubungan serta memprediksi
berbagai kemungkinan sebelum mengambil keputusan. Indikator utamanya adalah kemampuan
berpikir secara baik.
Jika menilik dari
pertumbuhan ego, ia tersusun pada waktu-waktu tertentu. Secara umum, child ego bertumbuh sejak kelahiran
sampai lima tahun. Sedangkan adult ego
bertumbuh sejak sepuluh bulan dan setelahnya. Dan parent ego bertumbuh sejak kelahiran sampai lima tahun.
Ego dewasa tak serta
merta ada tanpa sebab. Sumber informasi dan data yang digunakan oleh ego dewasa
berupa sumber data eksternal yang bisa diamati secara objektif, seperti wajan
dengan minyak panas saat di atas perapian. Kemudian sumber data internal ego
orangtua, seperti peringatan untuk tidak mendekati atau menyentuh wajan dengan
minyak panasnya. Sedangkan sumber data internal ego anak-anak, seperti ketika
mencoba menyentuh wajan berisi minyak panas. Ego dewasa akan menganalisis dan
menaksir berbagai kemungkinan, kemudian mengambil keputusan. Sehingga sumber
utama untuk memupuk ego dewasa adalah pembelajaran dan pengalaman.
Yang perlu diwaspadai
adalah ketika ada pencemaran ego orangtua atau ego anak-anak ke ego dewasa.
Misal, seleksi karyawan sudah dilakukan secara objektif. Kemudian karyawan yang
awalnya dinyatakan diterima tersebut ditolak atau batal diterima karena alasan
mitos terkait suku tertentu. Itu menandakan ego dewasa tercemar ego orangtua.
Atau seorang guru agama tetapi tidak berani ke toilet sendirian karena takut
hantu, itu menandakan ego dewasanya tercemar imajinasi-imajinasi kanak-kanak.
Jika ada orang yang dominan
mengkritik orang lain atau terlalu baik —mentolerir kesalahan orang lain, itu
pertanda aktifnya kondisi ego orangtua. Contoh, bahwa ketika seseorang tidak
terpengaruh dengan suasana bercanda kemudian ia mempertanyakan materi bercanda
dengan serius, itu artinya ia sejak kecil ‘terjebak’ pada ego dewasa. Sedangkan
ketika seseorang mudah marah kemudian segera tenang —atau emosionalnya tidak
stabil, ia dapat dikatakan selalu dalam kondisi kanak-kanak.
Para ilmuwan komunikasi
dan psikologi menyimpulkan, bahwa perasaan yang terjadi saat percakapan lima
menit pertama adalah kunci komunikasi selanjutnya. Pertama, jika ia nyaman
(pikiran dan perasaan) dan tenang, percakapan akan berlangsung lama dan
menarik. Ini bergantung pada tingkat kecerdasan, kualitas perhatian, dan
kondisi ego yang aktif dalam diri kita. Keserasian dan kecocokan dengan lawan
bicara disebut proper matching. Jika
berbeda disiplin ilmu tetapi perbincangannya saling membangkitkan sel-sel
pikiran disebut intellectual empathy.
Kedua, jika percakapannya
mengeksplorasi keprihatinan, maka ego orangtua akan mendominasi percakapan.
Ketiga, jika percakapannya tidak menarik, kita tidak begitu peduli dan
cenderung arah percakapannya tidak menentu dan tidak terarah. Keempat, jika
percakapan tersebut membosankan, maka kita berharap segera mengakhiri
percakapan.
Yang menarik adalah
pembahasan terkait hubungan transaksional dalam komunikasi. Sebab, pada keadaan
inilah kita sangat sering mengalami. Pertama, hubungan saling mengimbangi
secara sempurna (complementary
transactions). Tentu saja kita akan menemukan kecocokan dan keserasian
ketika ego dewasa disambut dengan ego dewasa. Kedua, hubungan transaksional
menyilang (crossed transactions) yang
biasanya menimbulkan masalah atau gap. Seperti ketika kita mengungkapkan dengan
ego dewasa, tetapi ditanggapi dengan ego anak-anak.
Ketiga, hubungan yang
menyimpan maksud tersembunyi (ulterior
transactions). Ini memang unik. Umumnya diungkapkan oleh satu pihak yang
sedang ada kegelisahan atau kemarahan. Misalnya, saat ditanya, “Kamu marah?”
Kemudian dijawab, “Tidak. Mending kamu jauhi aku dulu.”
Pada bab terakhir buku
ini memuat contoh-contoh kasus yang beragam terkait permainan psikologi
sekaligus cara mematahkan upaya agar kita tidak terjebak dalam permainan
psikologi. Tentu saja, dengan mengaktifkan ego dewasa bukan berarti kita
mematikan ego anak-anak dan ego orangtua. Karena memang setiap kita —menurut
buku ini— dilengkapi tiga ego tersebut. Hanya saja, kita lebih dominan mengaktifkan
ego yang mana.
Buku ini menjelaskan
bagaimana langkah-demi langkah agar kita lebih mengerti permainan psikologi
yang cenderung tidak kita sadari. Dan membantu menjembatani agar bisa membangun
hubungan sosial yang lebih baik agar jejak kehidupan kita lebih bermakna.
Bibliografi
Judul buku: Mengerti Permainan Psikologi
Penulis: Dr. Adil Shadiq
Penerjemah: H. Iman
Firdaus, Lc., Dipl.
Tebal: 250 hlm.
Genre: Psikologi
Cetakan: I, 2012
ISBN: 978-979-024-257-9
Penerbit: Zaman, Jakarta
0 Komentar