Resensi: Banjir Besar Zaman Nabi Nuh

Membahas tentang banjir besar di masa lampau memang sangat seksi. Tokoh sejarah yang sangat dikenal dalam tradisi Semit maupun Arya ini disapa dengan nama Nuh (Ibrani: Noah). Sedangkan pada peradaban lain, memiliki nama tokoh masing-masing; Sumeria dengan Ziusudra, Babylonia dengan Utnapishtim, India dengan Manu, Cina dengan Yao, dan Yunani dengan Deucalion.

Ada poin-poin yang tidak seragam dari tradisi Semitik terkait peristiwa banjir besar di masa Nuh. Dalam Al-Quran disebutkan, bahwa penyebab banjir besar dikarenakan umat Nabi Nuh mengingkari dakwah Nabi Nuh. Bahkan pelopor penyembahan terhadap berhala adalah umat Nabi Nuh yang mengkultuskan orang-orang sholih —Wadd, Suwa’, Ya’uq, Yaghuts, Nasr— yang pernah hidup sebelum Nabi Nuh. Sedangkan dalam Alkitab tidak disebutkan adanya seteru antara Nabi Nuh dengan kaumnya.

Pembahasan banjir besar di buku ini lebih dominan mengupas dari sisi Al-Quran. Sedangkan kupasan dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru', dan dari beragam peradaban hanya sepintas-lalu. Bahkan beberapa subbab mengalami pengulangan penjelasan yang sudah dipaparkan di subbab sebelumnya. Seyogianya bagaimana relasi Al-Quran dengan kitab-kitab sebelumnya dipahami.

Tentang bahtera, dalam Alkitab disebutkan bahwa Nuh dituntun atau dipandu dalam rancang-bangun bahtera oleh (malaikat) Tuhan. Juga disebutkan detail dimensi bahteranya. Sedangkan dalam Al-Quran hanya disebutkan bahwa Nuh membangun bahtera dalam bimbingan Alloh tanpa disebutkan dimensi rinci bahteranya.

Jika dalam Alkitab disebut perwakilan semua spesies satwa ikut naik ke atas bahtera, ahli tafsir Al-Quran menyebutkan hanya sebagian satwa yang ada di negeri Nuh saja yang ikut naik ke bahtera.

Tentang bahtera bersandar di mana saat banjir surut, kisah di Sumeria menyebutkan di pegunungan Armenia, sejarah Babylonia di pegunungan Nisir, kisah dalam Alkitab di pegunungan Ararat, sedangkan dalam Al-Quran di gunung Judiy.

Hal menarik ada pada pembahasan sejauh mana banjir itu berdampak. Menurut kisah banjir Sumeria, seluruh bumi. Begitu juga menurut kisah banjir Babylonia dan Alkitab. Tetapi masyarakat India dan kaum Majusi di Persia yang hidup jauh sebelum banjir besar di masa Nuh, tidak pernah mengalami banjir besar tersebut. Kecuali Mesir pada bangunan Piramida Agungnya terdapat jejak bekas air bah setinggi seperempat Piramida. Selain itu memang Raja Surid mendapat firasat dari mimpi bakal terjadi banjir besar. Oleh karenanya ia perintahkan untuk membangun Piramida Agung untuk tempat berlindung. Jadi, beberapa mufassir dan ahli arkeologi menyebutkan, bahwa banjir besar di masa Nuh bersifat lokal. Hanya mengenai negeri Nuh saja.

Perkembangbiakan manusia pasca banjir besar diturunkan dari ketiga putra Nuh; Yafits, Sam, dan Ham. Sedangkan orang-orang selain keluarga Nuh yang ikut dalam bahtera, mati semua. Begitu tutur Ibnu ’Abbas.

Pada paragraf terakhir di halaman 83 tertulis; “Seperti yang telah kami sebutkan di catatan kaki.” Kalimat ini mengejutkan. Sebab dari halaman prolog hingga bab terakhir tidak ditemui urutan angka untuk catatan kaki di dalam teks halaman. Hal ini menjadi catatan pertama untuk diperhatikan oleh penerbit, sekaligus menambahkan untuk catatan kedua terkait end note yang akan lebih nyaman jika dalam bentuk foot note.

Terakhir, ada pernyataan unik dari Romo Aldo Tulung Allo dalam sebuah diskusi terkait banjir besar dalam tradisi agama Semit dan Arya, bahwa peristiwa banjir besar zaman Nuh bukanlah kisah sejarah. Tetapi hanya kisah-kisah alegori yang sarat pesan moral untuk diestafetkan dari generasi ke generasi.

 

Bibliografi

Judul: Banjir Besar Zaman Nabi Nuh

Penulis: Manshur Abdul Hakim

Penerjemah: Misbahul Munir

Tebal: viii+328 hlm.

Genre: Sejarah

Cetakan: I, Januari 2023

ISBN: 978-623-220-143-9

Penerbit: Pustaka Alvabet, Tangerang Selatan

 

Posting Komentar

0 Komentar