Resensi: Berpikir Historis

Sam Wiseburg merupakan seorang pakar pendidikan sejarah di Amerika Serikat. Dan tentu saja, buku ini beliau susun dengan contoh kajian kesejarahan di Amerika (dan Inggris).

Buku ini ini terdiri dari empat bagian, yakni a) mengapa belajar sejarah; b) tantangan bagi siswa; c) tantangan bagi guru; dan d) sejarah sebagai memori nasional.

Mengapa kita belajar sejarah? Karena dengan sejarah kita dapat mengkonsepsikan kehidupan dalam perjalanan waktu. Sedangkan, menempatkan diri kita sendiri dalam perjalanan waktu itu sudah merupakan kebutuhan umat manusia. Cicero mengatakan di depan sidang senat Romawi sekitar satu abad sebelum kelahiran Yesus, Jika kita tidak tahu apa yang terjadi sebelum kita lahir, berarti kita tetap anak kecil.

Buku ini ditulis dengan asumsi dasar, bahwa tujuan sejarah adalah mengajarkan kepada kita sebuah cara menentukan pilihan, untuk mempertimbangkan berbagai pendapat, untuk membawakan berbagai kisah dan meragukan sendiri —bila perlu— kisah-kisah yang kita bawakan. Sejarah dapat mempersatukan kita. Sejarah itu bukan sekadar nama dan tanggal, tetapi menyangkut penilaian, kepedulian, dan kewaspadaan. Jadi, sejarah itu bukan seperti yang dikatakan oleh Rush Limbaugh; Sejarah itu sederhana. Anda tahu apa yang dinamakan sejarah? Apa yang telah terjadi, itulah sejarah.

Selain dari teologi, sejarahlah yang paling baik mengajarkan budi pekerti karena menimbulkan sikap rendah hati di hadapan kemampuan kita yang terbatas untuk mengetahui dan rasa takjub di hadapan luasnya sejarah manusia. Sejarah sendiri menyangkut persoalan kesinambungan dan perubahan yang daripadanya kita dapat belajar. Kita tentu tidak ingin mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat pada masa lalu. Sedangkan keberhasilan tentu perlu dicontoh.

Sejarah mengajarkan kepada kita apa yang dapat kita lihat, untuk memperkenalkan kita kepada penglihatan yang kabur sejak kita lahir. Dalam kaitannya dengan masa sekarang, seyogianya guru dapat membantu murid melihat masa lalu yang jauh itu sebagai kulit luar dari persoalan-persoalan penting yang tetap ada hingga kini.

Tantangan bagi guru bagaimana mengajarkan sejarah itu dengan pendekatan multidisiplin. Hanya dengan pendekatan multidisiplin dapat dihadapi dengan lebih baik persoalan kompleksitas sejarah. Tentu sang guru itu sendiri harus memiliki bekal tersebut. Dengan kata lain, guru harus memiliki pengetahuan dan wawasan luas.

Untuk mengetahui sejauh mana buku ini relevan dan berguna bagi pendidikan sejarah di Indonesia, kita perlu menengok kembali pendidikan sejarah di tanah air. Karena yang diajarkan hanyalah menghafal nama dan tahun, maka kemampuan murid hanya sebatas itu. bahkan karena tidak dipelajari sungguh-sungguh, tanggal itu pun mudah dilupakan karena tidak dilihat konteks peristiwanya. Selain itu, kemampuan guru juga lemah. Mereka lebih suka membuat ujian dengan menggunakan soal multiple choice ketimbang menyuruh murid membuat karya tulis. Itupun dikerjakan dengan asal-asalan.

Selain masalah guru dan murid, persoalan yang lain menyangkut bahan pengajaran. Pengajaran sejarah diuraikan dalam bentuk kompetensi kurikulum. Penjelasan standar kompetensi diambil dari buku standar. Yang jadi permasalahan sampai kini adalah buku babon itu sendiri.

Pada bagian akhir buku ini, Sam Wiseburg juga berbicara tentang memori kolektif (collective memory), yaitu sesuatu yang tetap hidup dalam ingatan masyarakat dan memori yang terhambat (collective occlusion). Istilah terakhir ini lebih disukai Penulis daripada amnesia (lupa) sejarah. Karena memori itu tetap ada (dalam buku, internet, seminar ilmiah), tidak dihapus atau dilupakan. Hanya saja tampak kabur dan tidak mudah dilihat. Jadi, ini berkaitan pula dengan perbedaan antara lived memory (ingatan yang hidup) dan learned memory (ingatan yang diajarkan). Perbedaan ini diakibatkan oleh peran yang sengaja dilakukan negara untuk mempengaruhi penulisan sejarah atau ingatan kolektif bangsa.

Dalam kondisi pendidikan sejarah (termasuk pendidikan secara umum di Indonesia) yang masih mempunyai berbagai masalah kronis, maka buku Berpikir Historis ini sangat menyegarkan; meski sangat timpang bila didekatkan dengan kurikulum dan praktik pendidikan sejarah di Indonesia.

 

Bibliografi

Judul: Berpikir Historis; Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu

Judul Asli: Historical Thinking and other Unnatural Acts Charting the Future of Teaching the Past

Penulis: Sam Wineburg

Tebal: xxxii+382 hlm.

Genre: Pendidikan

Cetakan: I, Juni 2006

ISBN: 979-461-379-X

Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

 

Posting Komentar

0 Komentar