Bicara
tentang bakti terhadap ibu, semua bangsa dan semua agama memiliki birama yang
sama.
Seseorang
yang degup jantungnya senada dengan detak jantung kita, seseorang yang
saripatinya menyatu dengan tubuh kita, seseorang yang laktasinya mengalir
menggemukkan kita, seseorang yang kehangatannya mampu menghidupkan saraf-saraf
kita.
Beragam
bangsa memiliki kisah unik tentang “kekeramatan” seorang ibu yang harus
dimuliakan —terlepas dari beberapa penyimpangan fitrah seorang ibu.
Jangankan
membantah, mendikte orangtua dalam hal selera pun adalah bentuk dari
ketidakpatuhan anak kepada orangtua. Seperti ketika seorang anak menawarkan
pilihan kepada orangtua —sebelum orangtua menentukan, segera kita memberikan
referensi pilihan yang terbaik menurut kita. Hal itu merupakan kelancangan anak
terhadap orangtua. Itu adalah penjelasan dari maksud kata “uf” pada ayat 23
surat Al-Isro’. Meskipun mereka menuruti kemauan kita, betik pertama dalam hati
mereka akan pilihan merekalah yang sejatinya bertabur berkah.
Tentang
menjaga hati orangtua (ibu), —saya lupa tokohnya— ketika ia harus menjaga hati
orangtuanya saat membersamai kedua orangtuanya hingga selesai makan tetapi ia
belum berani ikut makan. Karena khawatir jika ia membersamai keduanya makan dan
ada hidangan yang ia ambil, ternyata hidangan tersebut disukai orangtuanya.
Dan
selama bukan dalam hal kemaksiatan, jika menurut kita yang terbaik itu adalah
pilihan A, ketika orangtua memilih pilihan B, maka semua keberkahan pada
pilihan A akan Alloh pindahkan ke pilihan B.
Buku ini
berusaha memberikan beragam kasus anak yang melukai hati ibu dan memberikan
hikmah serta penguatan tersendiri terkait “sesakralan” ibu.
Dari 16
kisah dalam buku ini, setidaknya ada satu bahasan yang —menurut saya— perlu
ditinjau ulang untuk menjadi bagian dari bahasan, yakni pada kisah ke-13.
Sisi
menarik yang diupayakan penulis adalah memberikan cuplikan kisah untuk diambil
hikmahnya. Hanya saja, sebagian kisah terkesan fiksi demi mengejar hikmah yang
ingin disampaikan.
Resume buku
Halaman: 1-21
Bab: Dong Ye dan Feng Su dalam Wasiat Ibunya
Kisah dua
anak yatim di Tiongkok. Dong Ye seorang anak dungu, tolol, lugu. Sedangkan Feng
Su seorang anak cerdas, rajin, dan cekatan. Jelang wafat, ibunya berwasiat agar
Dong Ye mengambil satu hal bermanfaat kemudian konsisten melakukannya.
Sedangkan kepada Feng Su, ibu berpesan agar mengabdi di kuil dengan mengajak
adiknya; Dong Ye.
Di kuil,
seorang kakek pengemis yang jago kungfu menganjurkan mereka berdua ikut
dengannya meninggalkan kuil karena hidup terikat di kuil. Dong Ye menuruti
ajakan sang kakek, sedangkan Feng Su memilih di kuil.
Berpuluh
tahun kemudian, Dong Ye jadi guru kungfu yang disegani dan bijaksana. Sedangkan
Feng Su jadi perampok yang mati digantung atasannya karena misi merampoknya
digagalkan Dong Ye.
Boleh jadi,
Dong Ye selalu menjaga wasiat sang ibu, dan Feng Su merasa cerdas kemudian
mengkritisi dan mengabaikan wasiat sang ibu.
Halaman:
22-33
Bab: Membuang Muka, Zen Kualat
Zen
berkehendak kuliah ambil jurusan Filsafat di Yogyakarta. Ayahnya yang seorang
pengasuh pondok pesantren mengizinkan, tetapi ibunya menghendaki Zen ambil
jurusan Tafsir Al-Quran. Dan Zen bersikeras memilih Filsafat.
Semua
nasihat sang ibu ia abaikan. Bahkan tak jarang Zen naik pitam jika ibunya
menasihati Zen untuk tidak menekuni filsafaf.
Zen pun
menikmati filsafat, hingga terjerumus pada liberalisasi berpikir dan
antifeodalisme. Kehidupan rebel ia jalani dengan menuhankan prinsip pribadinya.
Hingga suatu hari ia mati mengenaskan karena dipukuli massa setelah
meninggalkan rumah dan hidup menggelandang di jalanan Jakarta kemudian mencuri.
Halaman:
34-45
Bab: Lebih Mementingkan Istri Ketimbang Ibunya,
Al-Qimah Sulit Naza’
Alqomah
hidup sezaman dengan Nabi Muhammad. Ia anak yang berbakti kepada sang ibu.
Setelah Alqomah menikah, ia hidup bersama istrinya dan lebih memperhatikan
istrinya daripada sang ibu. Tanpa disadari Alqomah, hal itu melukai perasaan
sang ibu. Sumpah pun keluar dari lisan sang ibu. Dan Alqomah tak bisa mengucapkan
syahadat saat sakarotul maut. Dengan upaya Nabi Muhammad, sang ibu akhirnya
memaafkan Alqomah. Dan Alqomah pun dapat meninggal dengan mengucapkan syahadat.
Halaman:
46-54
Bab: Balasan untuk Samiun, Raja Penebas Leher
Ibunya
Kisah di
Madura kuno. Raja Samiun adalah putra dari Raja Jai dari selir bernama Misna.
Misna memiliki tampilan fisik tidak menarik dibanding istri-istri raja lainnya.
Rasa minder Misna dihibur dengan keberadaan anaknya; Samiun.
Penghinaan
yang diterima Misna membuat Samiun marah. Dan ia diam-diam belajar ilmu
beladiri. Karena motif balas dendam, tak ada guru beladiri aliran putih yang
mau menerima. Dan Samiun menempuh jalan aliran hitam.
Sang ibu
bercita-cita sederhana: hidup di desa dengan meninggalkan atribusi dan
fasilitas kerajaan. Tetapi Samiun tak mau. Ia harus jadi raja pengganti ayahnya
untuk menunjukkan pembelaannya terhadap sang ibu.
Perebutan
kekuasaan terjadi antar-putra Raja Jai. Mereka berkoalisi melawan Samiun.
Karena sang ibu tak ingin ada perang, ia meminta Samiun mengalah. Tanpa di
nyana, Samiun marah kepada sang ibu dan menebas leher sang ibu. Dalam perang
itu, Samiun menang dan menjadi raja zholim.
Anak Samiun
yang lebih suka bermain di desa, mendengar kezholiman sang ayah dan telah membunuh
sang nenek dari warga desa. Ia pun menjebak dan membunuh sang ayah dengan motif
menghentikan kezholiman sang ayah dan karena telah membunuh nenek lantaran
ambisi kekuasaan.
Halaman:
55-64
Bab: Jangan Menghina Ibu, Meskipun Ia Seorang
Pelacur
Kisah
seorang anak perempuan yang sejak kecil hanya hidup bersama sang ibu tanpa
mengetahui siapa ayahnya. Semua kebutuhan pendidikan dan keagamaan sang anak
dipenuhi sang ibu. Dan sang ibu selalu menyembunyikan profesinya. Sampai suatu
saat —ketika sang anak sudah menginjak SMA, selentingan tentang siapa dan apa
pekerjaan ibunya mulai dicelakan padanya. Dan diam-diam ia memata-matai sang
ibu saat berangkat ‘kerja’. Dari sanalah ia melihat sendiri apa pekerjaan sang
ibu. Tetapi sang anak tak pernah mengkonfrontir kepada sang ibu tentang profesi
dan celaan yang ia alami. Ia tetap bersabar dan memilih mendoakan sang ibu.
Kisah tersebut selesai sampai di sana tanpa menjelaskan bagaimana akhir
perjalanan kedua anak beranak ini.
Halaman:
65-73
Bab: Dalamnya Sesal Lisa karena Menghardik
Ibunya
Penyesalan
seorang anak kelas 2 SMA yang merasa malu memiliki seorang ibu yang ia nilai
terlalu ketinggalan zaman hingga tak segan membentak-bentak sang ibu. Air
matanya membanjir di punggung telapak tangan ibunya yang sedang koma melawan
kanker darah. Momen tersebut menyadarkan Lisa akan butuhnya dirinya kepada
sosok ibu.
Halaman:
74-81
Bab: Getirnya Hidup Ahmad Akibat Menyimpan
Dendam kepada Ibunya
Ahmad
dulunya tumbuh manja di keluarga berada di bilangan Jawa Tengah. Akibat
kelakuannya tersebut, keluarga Ahmad mengalami kebangkrutan dan hidup prihatin.
Ahmad harus putus sekolah karena tak ada biaya. Ahmad pun tak bisa menerima
kenyataan tersebut dan pergi meninggalkan rumah dan orangtuanya. Ia dendam dan
menyumpahi kedua orangtuanya, terutama sang ibu.
Di Jakarta
—tanpa surat berharga, Ahmad hidup menggelandang dan kerja serabutan. Bahkan
jadi pemulung. Ahmad pun menikah dan tinggal di kampung kumuh dengan luas
sekitar 3x4 m².
Halaman:
82-90
Bab: Mengambil Harta Ibu tanpa Hak, Ainur
Terpidana Korupsi
Ainur sejak
kecil terkenal nakal dan suka mencuri. Hukuman sudah sering ia terima. Tetapi
tak pernah membuatnya jera.
Suatu
ketika, sang ibu mengutuk kelakuan Ainur yang mencuri uang ibunya agar Ainur
celaka.
Selepas
menyelesaikan gelar masternya, Ainur jadi anggota DPRD. Di akhir masa baktinya,
ia tersandung kasus korupsi dengan hukuman seumur hidup dan uang denda.
Halaman:
91-98
Bab: Rofik yang Berkacak Pinggang, Rofik yang
Malang
Sejak kecil
hingga ia berkeluarga, Rofik selalu berlaku kasar kepada ibunya. Menjawab
dengan bahasa kasar dan bentakan adalah kebiasaan Rofik.
Berkacak
pinggang sambil menceramahi sang ibu ketika ia menolak untuk membersihkan makam
sang kakek, menjadi awal hukuman Alloh. Anaknya mewarisi sifat Rofik.
Meski Rofik
menyesal dan sudah meminta maaf kepada kedua orangtuanya, Jamal —sang anak— tak
berubah karakternya. Tetapi Rofik siap dengan konsekuensinya. Ia kemudian
mendampingi dan mendidik Jamal sebaik mungkin.
Halaman: 99-107
Bab: Membantah Perintah Ibu, Perahu Sudjipto
Disambar Petir
Sudjibto
seorang anak nelayan. Ia yatim sejak usia awal SD. Ibunya bersikeras anaknya
dapat bersekolah sampai kuliah dengan bekerja sebisa mungkin.
Akibat
salah memilih teman bergaul, Sudjibto memilih hidup dengan komunitas geng dan
kabur dari rumah. Hingga Sudjibto terjebak dalam kemaksiatan. Sudjibto pun
mendapat sanksi moral dari warga. Tak satu pun teman geng yang menolongnya.
Karena malu, sang ibu tak mau menerima kehadiran Sudjibto lagi. Rasa terbuang
memaksa Sudjibto mencuri perahu dan berniat kabur sejauh mungkin. Sesaat
setelah pemilik perahu menyumpahi dan mengutuk Sudjibto, petir menyambar dan
menghancurkan tubuh dan perahu curiannya.
Halaman:
108-116
Bab: Juraji yang Ahli Ibadah Disambat Doa Ibunya
Dalam
sebuah hadits —disebut Juroij, seorang anak berbakti kepada ibunya. Ia ahli
ibadah. Ia terkena kutuk sang ibu karena tidak menyahuti panggilan sang ibu
sebanyak tiga kali kesempatan. Pemuda tersebut saat itu sedang sholat.
Kutukannya agar pemuda ini jangan meninggal sebelum tersandung kasus dengan
pelacur!
Pelacur di
kampung pemuda ini begitu cantik. Dan ia tertantang untuk menggoda sang pemuda
alim ini. Karena gagal, sang pelacur melampiaskannya kepada lelaki lain. Ketika
hamil, ia mengklaim anak tersebut hasil hubungannya dengan pemuda alim tersebut.
Hukuman
baginya tertunda sampai sang bayi lahir setelah amuk massa dialami sang pemuda.
Dan pemuda alim ini setelah sholat dua roka’at, menanyai sang bayi sambil
tentang sejati ayahnya. Dan sang bayi menjawab, bahwa ayahnya seorang
penggembala (bukan pemuda alim tersebut).
Halaman: 117-128
Bab: Gagal Kerja Akibat Mengabaikan Kepentingan
Ibu
Yusri
seorang sarjana IT yang kuliah di Jakarta. Ia enggan pulang kampung, terlebih
berkarya di kampungnya. Upaya sang ibu yang berkeinginan Yusri bekerja di
kampung, ia tolak. Ia anti pulang kampung. Dan musibah pemfitnahan, pemecatan,
dan penindasan dialami Yusri.
Nasihat
seorang ustadz menyadarkannya, bahwa kunci kebahagiaan adalah kepatuhan anak
kepada orangtua (ibu). Yusri pun pulang dan menuruti semua nasihat sang ibu.
Hidupnya lempang.
Halaman:
129-142
Bab: Surga Menolak Anak Durhaka
Dalam kitab
_Miftahul Jannah; Qishosh Haulal Umm_ disebutkan, Rosululloh SAW meminta Baqi’
—yang sudah lama meninggal— untuk keluar dari kubur karena selalu terdengar
teriakan minta tolong dari dalam kuburnya.
Setelah
diusut, ternyata semasa hidupnya, Baqi’ pernah terbakar emosi akibat aduan sang
istri kepada sang ibu dan membantingnya salam tungku hingga beberapa bagian
tubuh sang ibu terbakar. Kutukan sang ibu menimpa Baqi’, bahkan setelah Baqi’
meninggal. Setelah sang ibu memaafkan, makam Baqi’ tak terdengar teriakan minta
tolong lagi.
Halaman: 143-149
Bab: Akibat Memaki dan Menendang Kepala Ibu
Di bilangan
Labuhan Batu, Sumatera Utara, tertemui makhluk berkepala anjing, berbadan ular,
dan bertangan seperti biawak. Ia jelmaan dari siswi SMP yang memang berperangai
buruk. Ibunya bekerja serabutan. Dan sang anak memiliki keinginan yang harus
dituruti orangtua. Sang anak yang naik pitam, menendang kepala sang ibu yang
sedang sujud sholat maghrib dengan sumpah serapah. Kontan, anak tersebut
menjelma jadi makhluk aneh.
Halaman:
149-164
Bab: Setelah Menghina Islam, Ismail Kembali ke
Pangkuan Ibunya
Namanya
Ismail. Ia ber- _partner_ kerja dengan Karolina. Beda suku, beda agama. Ismail
pindah agama demi menikahi Karolina. Dan sang ibu mengutuk pernikahan anaknya
tidak berkah. Seiring waktu, rumah tangga Ismail mendapat ujian: sang istri
selingkuh dengan pemuda ber- _trah_ Kristen. Ismail pun cerai. Penyesalan yang
amat dalam menuntunnya kembali ke pangkuan sang ibu dengan memeluk Islam
kembali.
#Selesai
Bibliografi
Judul: Jangan Lukai Ibumu!
Penulis:
Muhammad Ridhafi
Tebal: 164
halaman
Genre: -
Cetakan: I,
September 2014
ISBN: -
Penerbit:
Saufa, Yogyakarta
0 Komentar