Resensi: Menjadi Guru yang Sukses dan Berpengaruh

Hal yang paling susah digali adalah ketika dilontarkan pertanyaan tentang motif menjadi guru; meskipun sudah menjalani profesi tersebut di atas 10 tahun. Cukup aneh, ya? Hehehe...

Sepuluh halaman Kata Pengantar dalam buku ini, cukup mementahkan semua alasan-alasan klise kita. Membungkam kita dan harus jujur mengakui segala kalimat pembelaan panjang-lebar kita, hanyalah percuma belaka. Itu yang saya dapat di awal pembacaan karya Dr. Muhammad Abdullah Ad-Duweisy ini. Caranya bertutur, seolah beliau ada di depan kita. Bicara langsung di hadapan kita. Menguliahi kita tanpa kita bisa bicara apa-apa.

Perhatikan penggalan kalimat-kalimat beliau ini,
“Saudaraku yang mulia, apakah engkau pernah memikirkan besarnya tempat yang engkau duduki? Besarnya amanat yang engkau pikul? Para orangtua; laki-laki dan wanita yang telah berusia lanjut; menggantungkan harapan-harapan mereka —sesudah kepada Alloh— kepadamu untuk menjaga dan menyelamatkan anak-anak mereka.”

Bagaimana?
Sudah terasakah bahwa segala dalih kita yang klise itu terbungkam?
Poin di ataslah yang setiap saya diminta mewawancarai calon orangtua murid terasa berat dan sekuat hati menahan diri agar jangan ada yang menggenang di pelupuk mata. Coba bayangkan, hampir semua orangtua murid berujar, “Saya titip anak saya ya, Pak... Agar jadi anak yang berbakti dan bermanfaat.”

Berat!
Terlebih bahwa anak sendiri pun belum tentu tertangani seperti harapan para orangtua kepada anak-anak yang mereka titipkan. Terbayang ada wajah ayah di pundak kanan sang anak, dan ada wajah ibunya di pundak kirinya. “Saya titip anak saya ya, Pak...” Selama —setidaknya— enam tahun harus terkawal perkembangan anak tersebut. Tak terbayangkan jika ada satu sekolah yang muridnya di atas angka 1000! Salah didik, akan menjadi dosa jariyah!

Seperti apa potret guru menurut Dr. Ad-Duweisy? Beliau membagi potret guru menjadi —setidaknya— 5 (lima) tipe, yakni:
• Mengajar hanya sebagai sarana mengeruk keuntungan materi;
• Menekuni dunia guru adalah sebuah beban;
• Kehilangan semangat mengajar dan melaksanakannya hanya sekadarnya saja;
• Sebuah keterpaksaan karena tak ada peluang lain; dan
• Profesional dan amanah.

Keempat potret pertama di atas digolongkan pada tipe guru yang lalai dan mencampakkan dari tanggung jawab sebagai guru.

Kemudian apa yang musti dijalankan seorang guru agar output-nya berkualitas dan berkarakter? Tentu saja mengacu kepada cara mendidiknya Nabi Muhammad SAW.
1.    Melatih dan membiasakan untuk mengetahui alasan dan titik pijakan hukum.
2.    Melatih dan membiasakan metode dan etika bertanya.
3.    Memberi jawaban tidak terbatas pada hal yang ditanyakan, tetapi juga menjawab dengan kaidah umum.
4.    Mengajak untuk bereksplorasi dan menganalisis.
5.    Melatih berdiskusi dan mengevaluasi.
6.    Melatih untuk mengambil suatu kesimpulan.
7.    Melatih untuk mempresentasikan.
8.    Berikan apresiasi.
9.    Segenap murid di akomodir.
10.  Dapat memetakan potensi dan kemampuan nalar murid.
11.  Memfasilitasi setiap kecenderungan (spesialisasi) murid.
12.  Dihubungkan dengan fenomena realita.
13.  Gunakan sarana penunjang.
14.  Berusaha tetap fokus.
15.  Membuat review.

Deretan daftar dibatas adalah sebagian yang mampu saya tangkap dari isi buku ini. Barangkali Anda yang memiliki buku serupa, mempunyai kesimpulan yang lebih menyempurnakan daftar di atas, silakan.

Tetapi ada yang patut kita jadikan penguat pijakan atas profesi guru yang beliau sematkan di awal nasihat-nasihat tersebut. Kalimat motivasi ini bukan retoris, tetapi penuh dengan ruh. Berorientasi ukhrowi.

“Keputusan yang tepat telah engkau ambil ketika engkau memilih mengemban profesi yang mulia ini, memikul risalah yang abadi ini. Engkau telah menjejakkan kakimu di pelataran umat ini. Guru saudaraku, engkau tidak membutuhkan kata-kata indah dan tiupan seruling selamat datang.”

“Guru saudaraku, saya sering mendengar kata-kata pujian tulus terlontar dari murid-muridku. Saya sering melihat nilai-nilai mulia darimu terpancar pada diri mereka. Tidakkah engkau melihat para pemuda lugu yang berlomba meraih shof pertama di masjid-masjid, berlomba duduk di halaqoh-halaqoh ilmu dan majelis-majelis kebaikan? Saya tidak berkata kepadamu, ‘Pergilah ke sekolah!’ Karena engkaulah pemiliknya.”

Sebagai pungkasan, kalimat berikut semoga menggugah,
“Guru saudaraku, Engkau, wahai pembaca goresan pena ini. Engkaulah yang aku maksud! Bukan orang lain. Engkaulah tumpuan harapan kita. Engkaulah jalan kami. Tidak hanya kepada para pemuda dan para siswa, akan tetapi kepada seluruh manusia.”

Daftar Isi
1—Apa Arti Pengarahan Bagi Kita?
2—Petunjuk Nabi SAW dalam Mengajar
3—Sifat-sifat Guru
4—Guru dan Pengarahan
5—Kendala-kendala Pengarahan
6—Guru dan Pengarahan yang Kita Harapkan

Bibliografi
Judul: Menjadi Guru yang Sukses dan Berpengaruh
Penulis: Dr. Muhammad Abdullah Ad-Duweisy
Penerjemah: Izzudin Karimi, Lc
Tebal: xxv+194 hlm.
Dimensi: 12,5x17,5 cm
Cetakan: V, September 2008
Penerbit: eLBA, Surabaya


Posting Komentar

0 Komentar