Resensi: Barisan Pemuda Zaman Nabi

Pemuda menjadi elemen penting dalam sejarah peradaban Islam. Betapa banyak tokoh besar yang mengukir kebesaran Islam dengan tinta emas ketika muda. Dengan keimanan di dada, mereka berjuang demi agama.

Pada zaman Nabi SAW, ‘Ali bin Abi Tholib menjadi sosok pemuda tangguh yang kerap mendampingi Rosululloh SAW dari sebelum hijroh. Kisah fenomenal ‘Ali yang berani mempertaruhkan nyawa untuk Rosululloh SAW saat perintah hijroh datang pun kerap diulang dalam buku sejarah Islam.

Dari beberapa buku atau kitab Siroh yang saya koleksi dan baca —Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (Moenawar Chalil), Sirah Nabawiyah (Romadhon Al-Buthy), Sirah Nabawiyah (Shafiyurrahman al-Mubarakfury), Manhaj Haraki (Al-Ghadhban)— mengisahkan rencana Nabi untuk keluar dari Kota Makkah tercium kaum Quroisy. Seorang pemuda Quroisy dipilih dari setiap kabilah. Tujuannya agar setiap kabilah memiliki tanggung jawab yang sama terhadap darah Muhammad. Mereka adalah pemuda pilihan.

Berbadan tegap lengkap dengan sebilah pedang yang tajam. Pada waktu yang disepakati, mereka pun mengepung rumah Nabi SAW. Pada malam itu, Nabi berbisik kepada ‘Ali bin Abi Tholib supaya mengenakan mantel hijau kepunyaan Nabi dari Hadromaut. ‘Ali pun diminta untuk berbaring ke tempat tidurnya.

Rosululloh berpesan agar ‘Ali tinggal dahulu di Makkah untuk menyelesaikan barang-barang yang dititipkan kepada Nabi. Pemuda-pemuda Quroisy mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu. Di mata mereka, sosok itu adalah Nabi SAW. Menjelang larut malam —tanpa sepengetahuan mereka, Muhammad sudah keluar menuju rumah Abu Bakar ash-Shiddiq. Kedua sahabat itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang. Mereka bertolak ke arah selatan menuju Gua Tsur.

‘Ali yang sudah mendapat bimbingan rohani dan akhlak dari Rosululloh merasa mantap. Tanpa ragu, dia mengambil risiko mempertaruhkan nyawa untuk sepupunya itu. Sesudah ancaman pemuda-pemuda pilihan itu pergi, ‘Ali harus menempuh risiko lainnya. Dia mesti berjalan kaki seorang diri sejauh 477 kilometer menuju Yatsrib (Madinah) untuk menyusul Nabi. Dia harus berjalan pada malam hari karena siangnya dia bersembunyi.

Dalam perjalanan yang gelap itu, ‘Ali hanya ditemani gemintang yang bersinar di langit padang pasir. Dia harus melalui jurang dan mendaki bukit. Satu perjuangan berat sedang dilalui pemuda pilihan itu. Meski lelah, ‘Ali sadar apa yang di lakukan Nabi jauh lebih berat.

Karena itu, apa pun yang terjadi, ‘Ali melaksanakan perintah Nabi dengan taat. Ketika sampai di Yatsrib, ‘Ali dipanggil Nabi. Saking lelahnya, ‘Ali tak dapat berjalan. Hingga Nabi sendiri datang menghampirinya. Melihat kaki ‘Ali yang bengkak, Rosululloh terharu. Di peluknya anak muda itu dengan penuh kecintaan.

Pemuda-pemuda ahli ibadah pun hidup pada zaman Nabi. Dikisahkan, ada 70 pemuda dari kalangan Anshor yang digelari al-Qurro’ (para pembaca Al-Qur’an). Mereka biasa tinggal di Masjid Nabawi. Menjelang petang, mereka keluar menuju pinggiran Kota Madinah. Di sana, mereka belajar bersama dan mendirikan sholat.

Keluarga mereka menyangka jika mereka masih berada di masjid. Sementara, orang-orang di masjid menyangka mereka akan pulang menemui keluarga. Menjelang Shubuh, mereka pun mencari air dan mencari kayu bakar. Barang-barang itu mereka sandarkan di dinding kamar Rosululloh SAW.

Hasil penjualan kayu-kayu itu dibelikan makanan bagi para penghuni shuffah. Orang-orang fakir yang hijroh ke Madinah sedangkan mereka tidak memiliki keluarga atau kerabat di Madinah.

Para pemuda di zaman Rosululloh terbiasa untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala. Tidak heran, Rosululloh SAW berwasiat bahwa pemuda menjadi salah satu dari tujuh golongan yang akan dinaungi Alloh SWT di bawah 'Arsy-Nya. Syaratnya, pemuda tersebut harus tumbuh dalam ibadah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla.

Kisah para pemuda sholih juga sudah terjadi sebelum zaman kenabian Rosululloh SAW. Pada zaman Kaisar Hadrianus (117-138 M), orang-orang Yahudi diminta untuk menyembah dewa-dewa Yunani. Para pembesar Yahudi pun mengeluarkan ultimatum akan berontak bersama rakyatnya untuk melawan kekaisaran Romawi. Mereka pun memukul mundur garnisun Romawi di perbatasan dan berhasil merebut Yerussalem. Selama tiga tahun mereka berhasil mempertahankan kekuasaannya.

Terakhir, Hadrianus bergerak bersama pasukannya untuk menumpas pemberontak. Mereka membunuh semua orang Yahudi. Kaum Yahudi yang masih hidup di jual sebagai budak. Pada zaman itu, muncul tujuh pemuda yang bersembunyi dari Kaisar Hadrianus. Mereka hendak menyelamatkan agamanya. Para ulama pun menyimpulkan mereka adalah pemuda yang disebut Ashabul Kahfi.

Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rowi dalam Untaian Kisah-kisah Qur’ani dalam Surah al-Kahfi menjelaskan, kisah Ashabul Kahfi memiliki mutiara hikmah yang tak lekang hingga akhir zaman. Alloh SWT dapat menjadikan gua yang notabene tempat sempit, seseorang tidak bisa berlama-lama tinggal di dalamnya, sebagai tempat tidur para pemuda beriman. Bahkan hingga ratusan tahun. Alloh menginginkan agar manusia menyadari, gua sempit menurut pemikirannya bisa menjadi lapang berdasarkan kuasa-Nya. Anugerah Tuhan membuat tempat sesempit itu terasa luas dan lapang, sehingga mereka bisa leluasa di dalamnya.

Buku ini seolah meringkas beberapa buku biografi sahabat Nabi SAW. Dan memang tiap sosok pemuda dalam buku ini tak sedetail dalam buku-buku biografi; seperti halnya buku “Karakteristik Perihidup Enam puluh Sahabat Rasulullah SAW.” Namun begitu, kandungannya lumayan memberi gambaran kepada kita tentang pribadi dan sosok pemuda tangguh di sekitar Nabi Muhammad SAW.

Sedikit muncul pikiran ‘nakal’ saat membayangkan tokoh-tokoh dalam buku ini ketika berusia tua, apakah masih disebut “pemuda”? Sekuat apakah mereka di usia senja itu? Qodarulloh, sore tadi membaca status instagram mas Deddy Corbuzier, bahwa usia di atas 40 tahun, butuh latihan fisik dua kali lipat dari anak muda untuk jalan revitalisasi peremajaan organ tubuh.

Dan yang menarik dari buku ringkas ini, tokoh dalam buku ini disusun berdasarkan keahlian masing-masing pemuda di sekitar Nabi; untuk menunjukkan bahwa sekumpulan pemuda di sekitar Nabi bukanlah pemuda penggembira saja. Tetapi benar-benar punya kuasa dan keahlian untuk membela Rosululloh SAW dan keberlangsungan da’wah.

“Saatnya memutus mata rantai kisah heroik fiktif Hollywood yang penuh dengan manipulasi dan narasi dengan kilau resolusi jutaan warna nyata. Para sahabat, ada Mush’ab bin ‘Umair, Jabir bin ‘Abdullah, Sa’ad bin Mu’adz serta sederet pemain asli sejarah yang hadir untuk menjadi referensi sempurna pemain bintang tanpa settingan.” (ustadz Oemar Mita, Lc)

Daftar Isi
• Ali bin Abi Thalib; pemuda yang alim, zuhud, dan pemberani
• Usamah bin Zaid; komandan pasukan termuda
• Mush’ab bin Umair; duta pertama dalam Islam
• Al-Barra’ bin Azib; tidak diizinkan ikut Perang Badar karena masih kecil
• Anas bin Malik; berkhidmat kepada Nabi SAW sejak kecil
• Sa’id bin Zaid; orang yang membuat hati Umar luluh
• Salamah bin Al-Akwa’; pemanah ulung dan pelari cepat
• Zaid bin Tsabit; sang pencatat wahyu, muda dan cerdas
• Jabir bin Abdullah; putra syuhada Uhud, Abdullah bin Amr
• Abu Sa’id Al-Khudri; rajin menghadiri majelis Nabi SAW sejak remaja
• Mu’adz bin Jabal; da’i Rasulullah ke Yaman, sahabat yang paling tahu tentang halal dan haram
• Ja’far bin Abu Thalib; pemimpin dan juru bicara Muhajirin di Habasyah
• Abdullah bin Umar; rajin tahajud dan banyak meriwayatkan hadits
• Abdullah bin Mas’ud; betisnya lebih berat dari Gunung Uhud
• Abdullah bin Abbas; ahli tafsir Al-Qur’an terbaik
• Abdullah bin Amr; khatam Al-Qur’an setiap tiga hari
• Rafi’ bin Khudaij; Nabi SAW menjadi saksi kesyahidannya
• Samurah bin Jundub; jago gulat sejak kecil
• Thalhah bin Ubaidullah At-Taimi; muda dan dermawan
• Zubair bin Awwam; mengikuti semua peperangan Rasulullah SAW

Bibliografi
Judul: Barisan Pemuda Zaman Nabi
Judul Asli: Syabab haula ar-Rasul
Penyusun: Lajnah Tahkik Darul Qalam
Penerjemah: Umar Mujtahid
Tebal: x+351 hlm.
Dimensi: 14x20,5 cm
Cetakan: 1, September 2019
ISBN: 978-979-039-746-0
Penerbit: Aqwam, Solo


Posting Komentar

0 Komentar