Resensi: Scouting For Boys

Sebuah gerakan —apapun namanya— akan berhasil dan panjang umur kalau memenuhi dua prasyarat penting di dalamnya, yakni ownership atau rasa memiliki dan kebanggaan yang kuat dari para anggotanya, dan believers group atau adanya sekumpulan orang atau kelompok yang benar-benar meyakini visi-misi sebuah gerakan. Dua hal itulah yang dapat mengubah sebuah gagasan sederhana menjadi sebuah gerakan yang besar pengaruhnya, massif anggotanya, dan langgeng usianya.

Didirikan secara resmi pada tahun 1920, Organisasi Gerakan Pramuka Sedunia atau WOSM (World Organization of the Scout Movement) saat ini memiliki kurang lebih 40-an juta anggota Pramuka di lebih dari 200 negara. Berdasarkan visi WOSM 2023, jumlah tersebut akan terus ditingkatkan hingga mencapai 100 juta anggota Pramuka pada tahun 2023. Di Indonesia sendiri, Gerakan Pramuka secara resmi baru berdiri pada tahun 1961 dan terus berkembang hingga sekarang menjadi organisasi Gerakan Pramuka dengan anggota terbanyak di dunia.

Buku ini bisa dikatakan merupakan sumber awal yang paling penting dan historis dari Gerakan Pramuka. Semua ajaran moral, nilai-nilai kepramukaan, hingga how-to teknis kepramukaan yang diterapkan dengan diinginkan oleh sang pendiri; Baden-Powell; semuanya tertuang didalam buku klasik referensial ini.

Selain bersejarah, sarat ajaran moral dan penuh dengan how-to kepramukaan, buku Scouting for Boys ini ternyata masih sangat relevan dengan kebutuhan anak Pramuka ‘zaman now’. Bahkan isi buku ini sebenarnya tidak hanya untuk anggota Pramuka saja, tapi juga untuk para pencinta alam, guru, sukarelawan kemanusiaan, dan para orangtua yang ingin lebih dekat dengan anak-anaknya.

Istilah kepramukaan berarti pekerjaan dan sikap kaum penjelajah, pengembara hutan, dan penghuni tapal batas. Dalam memberikan unsur-unsur ini kepada anak-anak, Pramuka menyediakan sistem permainan dan praktik yang sesuai dengan keinginan dan naluri mereka, sekaligus bersifat edukatif.

Dari sudut pandang anak-anak, kepramukaan menempatkan mereka dalam kelompok persaudaraan yang merupakan organisasi alamiah mereka, baik untuk bermain, melakukan kenakalan, maupun berkeliaran. Gerakan kepramukaan memberikan busana dan peralatan, memikat imajinasi dan romansa mereka, dan melibatkan mereka dalam kehidupan yang aktif di ruang terbuka.

Dari sudut pandang orangtua, kepramukaan memberikan kesehatan dan perkembangan fisik, mengajarkan kesigapan, keberdayaan, dan keterampilan, menanamkan kedisiplinan, keberanian, sopan-santun, dan patriotisme. Dengan kata lain, kepramukaan membangun “karakter” yang jauh lebih esensial dibandingkan hal lain bagi pemuda dalam menjalani kehidupan.

Prinsip kerja kepramukaan adalah dengan mempelajari gagasan anak-anak dan mendorong mereka untuk mengedukasi dirinya.

Prinsip ini selaras dengan yang dipegang oleh para pendidik masa kini.

Pembinaannya bersifat progresif dan sesuai dengan psikologi anak yang berubah-ubah.

Siaga didorong untuk mengembangkan diri secara mental dan fisik sebagai individu.

Penggalang mengembangkan karakter dan semangat pengabdian.

Penegak mempraktikkan cita-cita pengabdian Pramuka dalam kewarganegaraan mereka.

Dari sudut pandang nasional, tujuan kepramukaan semata-mata untuk menjadikan generasi muda sebagai warga negara yang baik.

Kepramukaan tidak ikut campur dalam agama anak-anak —apapun itu— tetapi tetap mendorong mereka untuk mengamalkan apapun yang mereka yakini.

Pembinaan kepramukaan terbagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Pembinaan karakter individu dalam pemberdayaan, observasi, dan kemandirian untuk meraih Lencana Pramuka;
2. Keterampilan atau hobi yang dapat membantu anak menjalankan hidupnya yang membuatnya layak menerima Lencana “Kemahiran”;
3. Kesehatan fisik dengan mendorong anak banyak berolahraga dan memperhatikan tubuhnya
4. Pengabdian bagi negara, misalnya pasukan pemadam kebakaran, ambulans, penyebar agama, penyelamat, atau tugas kemasyarakatan lain dalam gugus.

Kepramukaan memikat anak-anak dari segala lapisan dan dapat dilaksanakan di kota ataupun di desa.

Apabila Pembina tidak memiliki pengetahuan memadai pada topik tertentu, biasanya ia dapat mencari teman yang ahli dan memberikan instruksi yang tepat kepada regunya.

Dana harus dicari oleh kepramukaan sendiri melalui kerja, bukan mengemis. Beragam cara menghasilkan uang akan disajikan dalam buku ini.

Pembinaan Siaga dan Penggalang kebanyakan merupakan persiapan untuk memberikan pengabdian yang praktiknya kemudian disempurnakan oleh Penegak. Dalam banyak kasus, pengabdian ini berbentuk bantuan dalam hal administrasi dan pembinaan di gugusdepannya. Dengan begitu, siklus progresif ini menjadi tuntas dari Siaga ke Pembina.

Dengan cara ini —sembari menjaga para remaja agar selalu memperoleh pengaruh baik dalam masa kritis hidupnya, Pembina juga melatih diri sendiri. Sementara bagi negara, ia menyediakan pemuda yang terlatih dan berkualifikasi untuk menjadi warga negara yang bermanfaat.

Jika sesuatu itu memiliki kisah sejarah, maka hal yang paling esensial adalah mendalami sejarah itu sendiri —sebelum berkecimpung lebih dalam pada kisah-kisah setelahnya.

Kurikulum Gerakan Pramuka —baik dari Gugusdepan hingga Kwartir— akrab dengan beragam kompetisi. Bahkan sekadar baris pun, menjadi hal yang sangat didetailkan kriteria penilaiannya.

Bagi Pramuka, Baden-Powell lebih banyak mengajarkan makna dan sebab-sebab mengapa kita musti menjadi Pramuka yang sejati, yakni yang mandiri dan mudah menolong. Fenomena kompetisi sudah jelas menjadikan dunia Pramuka bukan tempat yang nyaman untuk karakter tenggang rasa dan empati.

Buku ini tidak bicara tentang teknik kepramukaan —apalagi memaparkan segala teknik kompetisinya, tidak. Baden-Powell lebih sibuk menjadikan anak-anak Pramuka dapat bekerjasama, kooperatif, dapat membantu sesama.

“Kebajikan tidak harus sesuatu yang besar. Memasukkan uang koin ke kotak sumbangan, membantu wanita tua menyeberangi jalan, merapikan ruangan sebelum kedatangan seseorang, memberikan air untuk kuda yang kehausan, atau menyingkirkan kulit pisang dari trotoar, semuanya adalah kebajikan. Namun harus ada satu yang dilakukan setiap hari. Perbuatan itu hanya dihitung apabila kalian tidak menerima imbalan apapun (h.22).”

Tentang imunitas tubuh,
“Pramuka harus banyak tidur di alam terbuka. Anak yang terbiasa hidup dengan jendela kamar tertutup, kemungkinan akan menderita flu ketika tidur di alam terbuka untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, tidurlah dengan jendela kamar yang terbuka, baik musim panas maupun musim dingin. Sehingga kalian tidak mudah pilek.”

“Olahraga sebentar setiap pagi dan malam sangat penting untuk menjaga kebugaran. Tidak perlu hingga membuat tubuh kalian berotot, yang terpenting semua organ dalam berfungsi dengan baik dan peredaran darah kalian lancar.”

“Pramuka sejati harus mandi setiap hari. Jika tidak memungkinkan, ia harus menggosok tubuhnya dengan handuk basah.”

“Pramuka bernapas melalui hidung, bukan mulut. Sehingga mereka tidak mudah kehausan. Dengan cara itu, mereka juga tidak menghirup kuman penyakit yang ada di udara.”

“Pramuka sejati juga tidak mendengkur.”

Pada suatu pembinaan para Pembina Pramuka, ada yang melontarkan pertanyaan, “Apa perbedaan Pandu dan Pramuka?”
Pandu adalah suatu istilah yang saat itu dimanfaatkan oleh para pejuang Indonesia untuk menutupi strategi persiapan perebutan kembali Ibu Pertiwi dari penjajah. Nuansa pejuangnya begitu kental. Sedangkan Pramuka merupakan wadah pelestarian jiwa ksatria dan patriotisme.

“Dalam segala hal yang kalian lakukan, dahulukanlah negara. Jangan buang waktu dan uang hanya demi kesenangan pribadi. Pikirkanlah cara kalian untuk dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Barangkali kalian tidak mengerti cara anak yang belum dewasa dapat bermanfaat bagi negaranya. Namun dengan menjadi Pramuka dan setiap hari melaksanakan Darma Pramuka, semua anak dapat bermanfaat.

“Negara saya lebih utama dari diri saya sendiri,” kalimat ini harus dijadikan sebuah prinsip. Barangkali jika kalian bertanya kepada diri sendiri, justru yang sebaliknyalah yang terjadi saat ini. Jika demikian, saya berharap kalian mengubahnya ke arah yang tepat mulai saat ini. Jangan merasa puas dengan membayar orang lain untuk bermain sepak bola atau bertempur demi kalian. Lakukanlah sendiri segala yang dapat membuat bendera negara tetap berkibar.”

Daftar Isi
Kegiatan Pramuka — Karya Pramuka | Kegiatan Kepramukaan | Menjadi Pramuka | Regu Pramuka
Berkemah — Hidup di Alam Terbuka | Pramuka Bahari & Dirgantara | Tanda dan Aba-aba
Kehidupan di Kemah — Pioneering | Berkemah | Memasak di Perkemahan
Melacak Jejak — Mengamati Tanda | Mengikuti Jejak | Membaca Tanda atau Deduksi
Keterampilan Hidup di Hutan — Menguntit | Hewan | Tanaman
Ketahanan Bagi Pramuka — Menumbuhkan Kekuatan | Kebiasaan yang Menyehatkan | Mencegah Penyakit
Budi Pekerti Kesatria — Budi Pekerti terhadap Orang Lain | Disiplin | Pengembangan Diri
Menyelamatkan Nyawa — Mengantisipasi Kecelakaan | Kecelakaan dan Cara Menghadapinya | Menolong Orang
Kewajiban Kita sebagai Warga Negara — Kewarganegaraan | Biografi Baden-Powell

Bibliografi
Judul: Scouting for Boys
Penulis: Lord Baden-Powell
Penerjemah: Leinovar
Tebal: xxxiv+405 hlm.
Dimensi: 15x23 cm
ISBN: 978-602-1201-42-8
Cetakan: II, September 2018
Penerbit: Renebook, Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar