Bahagia adalah kata paling
menyihir dalam hidup manusia. Jiwa merinduinya. Akal mengharapinya. Raga
mengejarnya. Tapi kebahagiaan adalah goda yang tega. Ia bayangan yang melipir
jika dipikir, lari jika dicari, tak tentu jika diburu, melesat jika ditangkap,
menghilang jika dihadang. Di nanar mata yang tak menjumpa bahagia; insan lain
tampak lebih cerah. Di denging telinga yang tak menyimak bahagia;
insan lain terdengar lebih ceria. Di gelisik hati yang tak merasa bahagia;
insan lain berkilau bercahaya.
Keberkahan akan menghadirkan kebahagiaan. Bahwa jika bahagia dijadikan
tujuan, kita akan luput menikmatinya sepanjang perjalanan. Bahwa jika bahagia
dijadikan cita, kita akan kehilangan ia sebagai rasa. Bahwa jika bahagia
dijadikan tugas jiwa, kita akan melalaikan kewajiban sebagai hamba. Bahwa jika
bahagia dijadikan tema besar kehidupan, kita bisa kehilangan ia setelah
kematian.
Berkah memiliki akar makna sebagai nikmat yang menetap, berbekal,
bertumbuh, dan bertambah. Ialah berkah; kebahagiaan yang tumbuh dari bimbingan
Alloh untuk menaati-Nya di setiap keadaan. Ia terletak di dalam dada dan
bersemayam di ruang-ruang rasa, maka wujud lahiriah dari berkah boleh saja
beraneka warnanya.
Berkah diikat oleh satu asas penting, bahwa ia bersumber dari Dzat Yang
Mahasatu, Allohu Ta’ala. Tabarokalloh, Maha Mulia Dia, Dzat Yang Sebaik-baik
Pencipta. Di Lapis-Lapis Keberkahan kita meyakini setiap bertambahnya
kenikmatan adalah sebab kedermawanan Alloh ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana
keajaiban penciptaan kita, kuasa untuk meletakkan kethoyyiban ada di tangan-Nya
semata.
Sebab semua berada di genggaman Alloh, maka di buku Lapis-lapis
Keberkahan kita kembali belajar. bahwa pengetahuan-Nya lebih sempurna dari
kita. Seperti Nabi Musa dalam doanya, kita belajar mengeja iman dan adab dalam
doa-doa. Bahwa tiap helaan nafas, detakan jantung, denyutan nadi adalah
karunia-Nya. Selayak Nabi Yunus dalam doanya, kita belajar mengakui
ketidakberdayaan di hadapan Yang Maha Jaya, sumber kekuatan yang tak pernah
berakhir. bahwa tugas hidup kita adalah mengemudi hati menuju Alloh di jalan
yang lurus. Bahwa mencapai keberkahan berarti memesrakan hidup pada Penggenggam
hati kita. Dari-Nya kita bermula, dan pada-Nya jua kita berpulang.
Melalui ilmu, di Lapis-lapis Keberkahan kita mengikat kebajikan. Lalu
dari para Ulul Albab, kita belajar mengamalkan. Dari Imam Abu Hanifah, sosok
yang gigih bekerja, rela menghemat nafkahnya, dan menakjubkan dalam infaknya.
Dari Imam Malik, sang pemikul pengetahuan hakiki. Dari Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad, sepasang guru-murid yang berjalan di atas cahaya, saling merunduk malu menyimak
jalan ilmu. Dari Atho’ ibn Abi Robah, ‘alim Robbani yang mampu membuat Kholifah
Hisyam ibn ‘Abdul Malik menangis. Dari Imam Asy-Sya’bi, pencerah tempat dan
zaman. Dari para Khulafa Ar-Rosyidin yang Alloh limpahi cahaya hingga terang
hatinya, tajam bashiroh-nya, jernih pandangannya. Serta dari para ahli fiqh
yang luas ilmunya, lapang dadanya, dan jelita akhlaknya meski saling berbeda
pendapat.
Melalui rezeki, di Lapis-lapis Keberkahan kita mentafakkuri diri. Sebab
rezeki itu soal keyakinan, ia telah dijamin, bahkan ia memburu hamba melebihi
kecepatan ajal. Sebab rezeki itu soal ikhtiar, hatta Maryam pun diminta
menggoyangkan pohon kurma yang tegar di kala melahirkan, seakan tak mungkin
namun satu-per-satu ruthob lepas dari tangkainya. Sebab rezeki itu soal rasa,
bukan soal berapa banyak; tapi nikmat apa yang kita rasa. Sebab rezeki itu
karunia-Nya, apa jadinya bila ia digunakan untuk mendurhakai-Nya. Sebab rezeki
itu soal pertanggungjawaban, sebab setiap nikmat akan ada hisab dan tanya.
Sebab selama bertakwa, selalu ada rezeki bahkan dari arah yang tak disangka.
Sebab menjadi kaya itu bukan tujuan utama, kemiskinan pun tak patut dicela.
Hanyasanya kita tetap diminta bekerja, sebab ia adalah ibadah. Nikmat itu hadir
setelah payah, lezat itu terasa sebakda lelah. Dan akar semua itu adalah
kehalalan, sebab ia yang memasok gizi bagi semua keberkahan.
Melalui amal, di Lapis-lapis Keberkahan kita menyusuri jalan menuju
ketaqwaan. Mengejawantahkan iman menjadi kesholihan. Memurnikan niat di setiap
perbuatan. Beristiqomah di atas tuntunan Nabi akhir zaman. Menjadikan derma
sebagai kebiasaan. Menjadikan syahid sebagai kerinduan.
Melalui bumi, di Lapis-lapis Keberkahan kita menghimpun berkah yang
berserakan. Memburunya dengan membersamai orang-orang sholih. Memungutnya dari
yang telah diturunkan oleh-Nya; Al-Qur’an, hujan, zaitun, kurma, kuda, kambing,
dan susu. Mencarinya di detik-detik berharga; Romadhon, Lailatul Qodr, awal
Dzulhijjah, hari Arofah, hari Nahr, Tasyriq, empat bulan Harom, hari Jum’at,
Senin-Kamis, waktu sholat, akhir malam, bahkan di pagi hari. Menggapainya di
tempat-tempat istimewa; masjid-masjid, Masjid Nabawi, Madinah Al-Munawwaroh,
Masjidil Harom, Makkah Al-Mukarromah, Masjidil Aqsho, serta Negeri Yaman.
Hingga menelisiknya di Bumi Syam; Gaza dan Raihaniah.
Di Lapis-lapis Keberkahan, kita berkaca pada sosok-sosok agung penuh
ketulusan. Bak permata bening yang hebat pencerminannya. Pada Rosululloh,
pribadi yang bersedia menanggung beban nan berat dan penyayang terhadap seluruh
ummat. Pada Abu Bakar, si lembut yang teguh. Pada ‘Umar Al-Khoththob, si keras
yang kasih. Pada ‘Utsman ibn ‘Affan, sang pemalu yang malaikat pun malu
terhadapnya. Pada ‘Ali ibn Abi Tholib, sang periang yang pemberani. Pada ‘Umar
ibn ‘Abdul ‘Aziz, kholifah kelima yang begitu dikenang.
Di Lapis-lapis Keberkahan, kita menumbuhkan putra-putri Robbani dari
rumah tangga surgawi. Memasuki pernikahan dengan komitmen keimanan. Memadukan
cinta di hadapan Alloh semata. Memperjuangkan sakinah, mawaddah, dan rohmah
sesuai makna sebenarnya. Membawa keluarga ke surga melalui kehalalan harta.
Mewariskan nilai pada anak dengan tulus dan jujurnya kata. Menyemai kasih meski
kejauhan jarak menyapa.
Di Lapis-lapis Keberkahan, kita mengambil berkah dari langit agar
meliputinya ke seluruh negeri. Ketika hujan membangkitkan syukur dan panas
menerbitkan sabar. Ketika kesuburan menguatkan ketaatan dan ketandusan mencegah
kemaksiatan. Ketika kemakmuran menegaskan kehambaan dan paceklik menjalinkan
persaudaraan. Ketika kejayaan membawakan kewaspadaan dan bencana mencekamkan
keinsyafan. Pemimpinnya amanah lagi takut pada Alloh, dicintai dan mencintai
rakyat, didoakan dan mendoakan ummat. Masyarakatnya tenteram dan rukun,
membentuk sebuah ummat yang tumbuh dan berkembang serta maju dan berperadaban.
Tak heran buku spesial ―karena bagian dari pre-order cetakan pertama dan
bertanda tangan Penulis― setebal 518 halaman ini masuk proses cetak ulang hanya
3 hari setelah peluncuran. Kalimat-kalimatnya bernas. Sangat sayang untuk
melewatkan setiap kata. Sarat cerita sejarah yang bertabur hikmah. Penuh kisah
kekinian yang menuntun kita pada perenungan.
Rasanya resensi sederhana ini tak cukup mewakili seluruh isi buku. Hanya
sebuah upaya kecil untuk menuang kembali apa yang telah dibaca. Semoga
keberkahan itu lekas menghampiri. Mengisi seluruh ruang kehidupan dalam diri.
Dan mengantar kita hingga ke Firdaus yang telah lama dinanti.
Daftar Isi
Prolog: Tiga
Gunung
Bagian
Pertama―Beriris-iris Asas Makna
[Menetap-Berkekal,Bertumbu h-Bertambah |
Tabaarakallaah, Sebaik-baik Pencipta | Kebaikan di Tangan-Mu, Yang Maha Tahu |
Tiada Daya, Maka Berjayalah | Mengemudi Hati di Jalan Lurus | Mesra dalam
Ringkasnya Hidup]
Bagian
Kedua―Bertumpuk-tumpuk Bahan Karya
[Seayat Ilmu: Pengikat Kebajikan | Para Pemikul
Kesejatian | Jalan Cahaya | Celupan Sang Pencipta | Penggamit Hati | Pencerah
Tempat dan Zaman | Berpelangi dalam Cinta | Setitis Rizqi: Cicak di Dinding dan
Keyakinan Utuh | Soal Rasa | Bukan Empunya, Tapi Apa Jawabnya | Jalan Tak
Terduga | Harta Qarun dan Warisan Sulaiman | Bekerja, Betapa Nikmatnya | Halal,
Akar Kebaikan | Segerak Amal: Menghamba, Menyambung Taqwa | Keshalihan yang
Merajuk | Jika Hati | Bermurni Tiada Henti | Bertutur di Jalan Runtut | Mengemis
di Langit, Bermanis di Bumi | Tangan di Atas, Hati Berbadai | Atap Penaung
Islam | Menjadi Da’i | Seisi Bumi: Shalah-Shalih | Serba-Serbi | Detak-Detik |
Letak-Letik | Tanah Syam, Catatan dari Gaza dan Raihania]
Bagian
Ketiga―Bersusun-susun Rasa Surga
[Sesosok Pribadi: Dia, tentang Dirinya | Dia, Bagi
Ummatnya | Cermin-cermin Permata | Serumah Keluarga: Pangeran dan Putri Menikah
| Mengisi Rumah Sejati | Belum Surga, Tapi Serambinya | Cinta dari Kejauhan |
Selingkuh Negara: Berkah Langit dan Bumi | Keadilan; Gubuk Pemimpin dan Istana
Rakyat]
Epilog:
Tiada Rasa Cukup akan Berkah-Mu
Bibliografi
Judul: Lapis-lapis Keberkahan
Penulis: Salim A. Fillah
Tebal: 518 hlm.
Dimensi: 16x24 cm
Cetakan: I, 2014
ISBN: 978-602-7820-12-8
Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta
0 Komentar