Resensi: Misteri Yesus dalam Sejarah

Nabi ‘Isa atau Yesus adalah figur kontroversial yang menimbulkan perdebatan segitiga sepanjang zaman antara Yahudi, Kristen, dan Islam.

Setelah Yahudi mengalami penderitaan dalam pengasingan dan penjajahan selama ratusan tahun, mereka mengharapkan kedatangan Sang Mesiah (Almasih) sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Tuhan melalui para Nabi-Nya untuk membebaskan umat Yahudi dari cengkeraman bangsa lain dan sebagai pembimbing ke jalan kebenaran Ilahi. Tetapi ketika Sang Mesiah (‘Isa atau Yesus) itu datang, hanya sebagian kecil dari mereka yang mau mengikuti dan menerima ajarannya. Mayoritas kelompok elit Yahudi menentangnya dengan menuduhnya sebagai pendusta agama, bahkan mereka bersekongkol dengan penjajah (Romawi) untuk membinasakan Yesus beserta misinya.

Di sisi lain, karena ajaran Yesus telah menyebar di kalangan masyarakat yang sudah banyak terpengaruh filsafat dan pemikiran Yunani, terjadilah pluralisme dan pertentangan keyakinan terhadap figur Yesus di kalangan Kristen. Sekte Unitarian mengakui bahwa Yesus adalah manusia biasa yang menjadi Nabi Alloh, dibekali berbagai mukjizat yang amat mengagumkan. Sedangkan sekte Trinitarian mengakuinya disamping sebagai manusia, Yesus memiliki kodrat Ketuhanan Alfa Omega (yang awal dan yang akhir) sebagai jalan kebenaran hidup dan jalan menuju surga.

Sejarawan yang jujur akan mengakui bahwa agama Kristen yang berkembang sampai sekarang adalah “topeng” yang ditempelkan pada wajah Yesus. Tetapi karena topeng itu dipakai dalam waktu yang amat lama, maka ia memiliki kehidupan tersendiri dan diterima begitu saja oleh kaum Kristen.

Sepanjang sejarah, umat Islam menerima Yesus (‘Isa) sebagai manusia biasa dan utusan Alloh, serta menolak topeng itu. Inilah letak perbedaan tajam antara Islam dan Kristen sampai sekarang.

Bahkan sebelum Nabi Muhammad saw lahir, sekte Arian (pengikut uskup Arius) dan bangsa Goth (baik Goth Barat dan Timur) menerima Yesus sebagai hamba Alloh dan menolak topeng itu.

Tetapi kaisar-kaisar imperium Romawi memaksa bangsa-bangsa taklukannya untuk menerima doktrin topeng itu. Untuk mencapai tujuan gila itu, berjuta-juta umat Kristen mengalami pembunuhan secara massal dan keji. Castillo; seorang pengagum Michael Servetus; pernah berkata,
To kill a man is not to prove a doctrin; Membunuh seseorang bukanlah membuktikan kebenaran ajaran. Keyakinan tidak bisa dipaksakan dengan pedang.”

Ada penemuan arkeologi yang mengejutkan di abad ini, yakni harta karun naskah-naskah kitab suci yang memiliki rahasia kuno yang tersembunyi di padang Yudea selama lebih kurang 2.000 tahun. Sejak penemuannya pada tahun 1947 oleh seorang gembala domba badui di gua Qumron, sekitar 10 mil sebelah timur Yerussalem, the Dead Sea Scrolls (Naskah Gulungan Laut Mati) menjadi bahan penelitian secara intensif, spekulatif, dan kontroversial. Ia menjadi penelitian serius para sarjana Alkitab dan sejarawan yang memberikan pandangan alami tentang Alkitab, dan menimbulkan pandangan baru tentang masa-masa pergolakan yang melahirkan agama Kristen dan Yudaisme modern.

Di dalam gua Qumron ―tempat menyembunyikan gulungan itu― terdapat sekitar 800 macam fragmen dokumen yang ditulis sekitar tahun 200 SM dan 50 M. Naskah tersebut mungkin ditulis oleh sekte zuhud yahudi yang dikenal dengan sebutan Esenes. Sekitar 127 dokumen adalah ayat-ayat Bibel (Alkitab), termasuk versi tertua kitab-kitab Perjanjian Lama, kecuali kitab Ester.

Pada abad pertama sepeninggal Yesus, para murid Yesus masih tetap mempertahankan ajaran Tauhid secara murni. Hal ini dapat dibuktikan dalam naskah The Shepherd (Gembala) karya Hermas yang ditulis sekitar tahun 90 Masehi. Menurut Gereja, naskah itu termasuk kitab kanonik (yang dianggap suci). Di antara isi dari naskah Shepherd itu berbunyi:
“Pertama, percayalah bahwa Allah itu Esa. Dialah yang menciptakan dan mengatur segalanya. Dia menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Dia meliputi segala sesuatu, tetapi Dia tidak diliputi oleh apa pun...” (h.36)

Menurut Theodore Zahn ―sebagaimana yang dikutip oleh E.J. Goodspeed di dalam The Apostolic Fathers― menjelaskan bahwa sampai sekitar tahun 250 M, kalimat keimanan itu masih berbunyi,
“Saya percaya kepada Allah yang Maha Kuasa.”

Antara tahun 180 M sampai dengan tahun 210 M ada yang menambahkan kata “Bapa” di depan kata “Yang Maha Kuasa”.

Ketika ajaran yesus yang murni tersebar luas, ia berbenturan dengan berbagai kebudayaan dan harus menghadapi konflik dengan kaisar Romawi yang mempertahankan pemujaan kepada dewa-dewa dan mengaku sebagai anak dewa. Agama ini juga berasimilasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai kebudayaan masyarakat tempat ia berkembang, juga mengalami perubahan mendasar untuk menghindarkan diri dari penindasan para penguasa. Terutama di Yunani, ia mengalami metamorfosis akibat dari dua faktor: Pertama, karena agama ini diajarkan dan diungkapkan dalam bahasa baru. Kedua, karena ajarannya disesuaikan dengan filsafat dan kebudayaan Yunani. Kepercayaan politeisme yang mewarnai kehidupan masyarakat Yunani memberikan sumbangan besar bagi perumusan doktrin Trinitas, dengan mengangkat kedudukan Yesus dari seorang Nabi menjadi Tuhan. Paulus (Saul) dari Tarsus memiliki andil yang sangat besar dalam perumusan doktrin Trinitas ini.

Pada tahun 325 M, doktrin Trinitas diresmikan sebagai keyakinan agama Kristen, bahkan sebagian besar tokoh gereja yang “terpaksa” menandatangani kredo (syahadah) itu tidak mempercayainya. Sebab kredo itu sama sekali tidak berdasarkan pada kitab suci Kristen.

Keputusan konsili Nicea yang sangat bersejarah itu lebih banyak berdasarkan kepentingan politik serta pengaruh filsafat Yunani yang berkembang di saat itu, terutama pengaruh ajarah filsafat Trinitas dari Neo-Platonisme yang dikembangkan oleh Platonis (205-270 M) di Aleksandria (Iskandaria) dan Athanasius (293-373 M) yang mengjabat uskup di Aleksandria.

Sebagai bukti bahwa keputusan itu bertendensi pada kepentingan politik adalah dalam catatan sejarah, para pemeluk agama Kristen dan pemeluk agama Yahudi selalu dikejar-kejar dan disiksa selama pemerintahan kaisar Diolektianus (284-305 M). Kemudian kaisar Konstantin yang pada asalnya beragama paganisme (menyembah banyak dewa) menyatakan keinginannya untuk memeluk agama Kristen, dan langsung memegang kendali konsili Nicea tahun 325 M yang dihadiri oleh seluruh uskup yang berada di wilayah kekuasaan imperium Romawi dengan misi mengubah Kristen Unitarian menjadi Trinitarian.

Strategi kaisar Konstantin ini hanya memanfaatkan pengaruh Kristen untuk menambah massa dukungan atas eksistensinya dengan menjadikan Kristen “gaya baru”, dan para uskup mendapat perlindungan penuh dari kaisar jika mau menerima Kristen modifikasi tersebut.

Peristiwa ini nyaris sama ketika terjadi Perang Dunia II meletus. Ketika Idul Fitri makin dekat, Tokyo menyiarkan terus-menerus bahwa pelaksanaan Idul Fitri akan dipusatkan di Singapura ―yang menjadi wilayah taklukannya. Akibat dari siaran itu, sangat mempengaruhi umat Islam sedunia. Tetapi tiba-tiba siaran itu berhenti dan menjadi misteri dalam waktu cukup lama. Teka-teki itu baru terungkap setelah seorang tawanan Jepang diinterogasi. Tawanan itu menyatakan bahwa Perdana Menteri Tojo ingin menjadi pembaru terbesar di zaman modern.

Ia menghendaki penyesuaian ajaran Islam dengan tuntutan zaman baru, yakni dengan mengubah arah kiblat umat Islam dari ke arah ka’bah menjadi ke arah Tokyo. Umat Islam menolak niat busuk itu. Pupus maksud Tojo. Akibatnya, perayaan Idul Fitri di Singapura pun dilarang oleh pemerintah Jepang. Perdana Menteri Tojo mengetahui potensi besar yang tersimpan dalam umat Islam yang dia harapkan untuk dimanfaatkan demi kepentingan perluasan sayap kekuasaannya, tetapi ia tidak berhasil. Sebaliknya, kaisar Konstantin berhasil menyulap kota Roma menjadi Yerusalem Kedua sebagai pusat Gereja Paulus (Pauline Christianity).

Buku ini adalah hasil studi selama 30 tahun untuk mengungkap kehidupan Yesus (Nabi ‘Isa) secara objektif, berdasarkan sumber-sumber ―salah satunya― Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls), Alkitab, hasil riset modern dari agama Kristen, juga Al Qur’an.

Kelebihan buku karya Muhammad Ataur Rahim ini adalah berdasarkan pada hasil penelitian dan kritik sejarah, dan bukan merupakan “Biblical Critics” (yang mengkritik dan menganalisis isi Alkitab). Sehingga buku ini menjadi buku kritik sejarah agama Kristen.

Daftar Isi
Bab I―Keesaan Tuhan dalam Agama Kristen
Bab II―Yesus dalam Sejarah
Bab III―Kesaksian Injil Barnabas
Bab IV―Kesaksian Injil Shepherd of Hermas
Bab V―Kesaksian Barnabas dan Umat Kristen Awal
Bab VI―Unitarian Awal dalam Kristen
Bab VII―Unitarian Modern dalam Kristen
Bab VIII―Kesaksian Kristiani Masa Kini
Bab IX―Kesaksian Al Qur’an tentang Yesus

Bibliografi
Penulis: Dr. Muhammad Ataur Rahim
Penerjemah: Drs. Masyhur Abadi
Tebal: 135 hlm.
Dimensi: 13x19,5 cm
Cetakan: I, November 1994
Penerbit: Pustaka Da’i


Posting Komentar

2 Komentar