Resensi: A Magic Gecko


Pengalaman menginjakkan kaki di negeri-negeri Timur selalu menyisakan pertanyaan bagi mereka yang terbiasa dengan alam pikiran Barat. Kosmologi, cara berpikir, gaya hidup, serta sistem nilai Timur yang berbeda dengan Barat, adalah faktor yang membuat “perjumpaan” dengan Timur terkesan selalu bertumbukan.

Padahal jika saja semua perbedaan itu dapat dikompromikan, pertemuan itu akan menjadi lebih indah. Tidak harus ada gejolak ataupun penolakan yang berarti. Sebaliknya, keselarasanlah yang terjadi.

Keberhasilan itulah kira-kira telah dicapai oleh Horst Henry Geerken selama menjalankan tugasnya di Indonesia. Ia tidak hanya dapat memahami semesta pemikiran orang-orang Indonesia, namun juga menerimanya sebagai bagian budaya.

Geerken yang berkebangsaan Jerman adalah pegawai telekomunikasi Jerman yang tengah menjalankan tugasnya di Indonesia. Ia datang ke Indonesia pada tahun 1963 untuk membantu membangun jaringan telekomunikasi yang sangat dibutuhkan pada saat itu.

Kehadirannya di Indonesia menjelang kejatuhan Presiden Soekarno telah membawa Geerken ke dalam sebuah pengalaman menarik sekaligus menegangkan. Menarik karena ia menjadi saksi sebuah peristiwa sejarah Indoneisa. Menegangkan karena Geerken melihat sendiri kekacauan politik yang berakhir dengan pertumpahan darah.

Dalam buku ini Geerken menyajikan berbagai catatan tentang Indonesia dan keindonesiaan. Catatatan-catatan ini seperti sebuah upaya untuk memotret realitas masyarakat Indonesia secara umum.

Sebut saja kecenderungan masyarakat Indonesia untuk memercayai hal-hal yang bersifat supranatural, mistik, dan serta tahayul. Bagi Geerken, hal-hal tersebut bertolak belakang dengan rasionalitas Barat.

Namun Geerken tidak menolak hal tersebut. Malah dalam beberapa kasus ia membiarkan pembantunya melakukan praktik itu di lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa Geerken tidak alergi dengan perbedaan-perbedaan yang ada.

Meskipun begitu, Geerken juga mencatat sejumlah masalah budaya yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Bagi Geerken, hal itu tidak lepas dari latar belakang yang rumit. Inferioritas terhadap bangsa berkulit putih misalnya, adalah wujud keberhasilan pemerintah kolonial dalam menanamkan ketakutan yang berlebihan terhadap bangsa penjajah. Akibatnya, dalam jangka waktu panjang, orang-orang berkulit putih dianggap sebagai orang dengan derajat yang lebih tinggi.

Namun Geerken mencatat juga, sepak terjang Soekarno dalam politik internasional adalah bentuk pemberontakan dan usaha untuk lepas dari inferioritas tersebut. Soekarno yang terang-terangan melawan imperialisme Amerika Serikat dan Inggris adalah simbol perlawanan itu.

Lewat catatannya, Geerken ingin menegaskan bahwa bangsa yang terjajah pun memiliki potensi untuk melakukan perlawanan serta pemberontakan. Penolakan terhadap intervensi negara-negara Barat adalah sebuah pesan bahwa banyak masalah di negara berkembang tidak selalu dapat diselesaikan dengan formulasi Barat.

Tidak mengherankan apabila kemudian Soekarno dekat dengan Blok Timur. Namun inilah yang memicu kegerahan Amerika Serikat. Dari sinilah berhembus isu bahwa dinas rahasia Amerika Serikat, CIA, memiliki peran yang strategis dalam menjatuhkan Presiden Soekarno.

Bahkan ada indikasi bahwa lembaga yang sama juga berperan dalam pembasmian orang-orang yang dianggap berhaluan komunis. Mengenai hal tersebut, Geerken menegaskan, bukti-bukti yang ada mengarah kepada keterlibatan Amerika Serikat.

Namun Amerika Serikat tidak mau mengakuinya. Padahal ada bukti bahwa Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta memiliki daftar nama orang-orang komunis dalam tubuh militer Indonesia. Orang-orang ini kemudian disingkirkan secara sistematis (h.264).

Kedekatan Geerken dengan Soekarno tidak hanya menguak sejumlah aktivitas politik Soekarno, namun juga kehidupan pribadi presiden pertama Republik Indonesia tersebut. Di sinilah sisi lain Soekarno terungkap. Ia tidak hanya seorang presiden, namun juga seorang seniman dengan citarasa yang tinggi. Sebagian kecil kisah cintanya pun diungkapkan Geerken dalam buku ini.

Meskipun buku ini memiliki sub judul Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno, tetapi tidak seluruh bab dalam buku ini mengulas hal tersebut. Sebagian besar isi buku ini adalah pengalaman Geerken bertemu dengan banyak orang Indonesia, baik secara kultural maupun filosofis. Dari sinilah ia mengenal “kekayaan” keindonesiaan.

Semua itu diungkapkan Geerken secara objektif, lugas, bahkan dengan sangat cair. Inilah yang membuat buku ini tidak membosankan ketika dinikmati.

Daftar Isi
Persiapan
Berlayar ke Kapal MS Victoria
Kesan Pertama dan Kenalan Pertama
Kontak dan Perilaku
Hari-hari Awal dan Perjalanan Dinas Pertama
Kondisi Hidup yang Asing
Jawa dan Bali
Masa Lalu Belanda
Walter Spies, Tenggelamnya Kapal Van Imhoff dan Kenangan
Jalan Berdarah-darah menuju Kemerdekaan
Ganyang Malaysia
Hotel Indonesia
Soekarno, Presiden Pertama
Singapura dan Sumatera
Bandung, Parijs van Java
Komunikasi
Masa-masa Sulit, Kekacauan Politik
Pindah ke Rumah Pertama
Kudeta dan Persekongkolan CIA
Orde Baru dan Proyek Baru
Cuti Pulang
Kegiatan dan Bahaya
Laut Jawa dan Tragedi di Negeri Tropis
Rumah Kedua Kami dan Pengalaman sebagai Penggemar Radio
Guna-guna dan Sihir
Pendatang Keliling dan Barang Antik
Carita, Surga di Selat Sunda
Pak Sakip dan Suku Baduy
Ujung Kulon, Krakatau, dan Gunung Bromo
Pulau Sumba
Arca, Emil Helfferich, dan Ekonid

Judul: A Magic Gecko
Penulis: Horst Henry Geerken
Tebal: xvi+408 hlm.
Dimensi: 15x23 cm
Cetakan: I, Februari 2011
ISBN: 978-979-709-555-0
Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Posting Komentar

0 Komentar