Resensi: Lost Islamic History


Sejarah Islam yang Hilang; diawali dengan menuturkan geografi (spatial) yang jadi ajang peristiwa sejarah yang pengaruh geografinya tidak hanya mengubah karakter bangsa-bangsa (personal) di Timur Tengah.

Firas yang merupakan peneliti sekaligus sejarawan dari Universitas Illinois ini menuturkan ulang peristiwa sejarah di sekitar Timur Tengah dengan lebih ringkas. Tulisan Firas ini pun penuh dengan evaluasi terhadap laku sejarah. Terkandung sifat analisis dan evaluasi secara rasional (action rationale explanation). Maksudnya, penulisan sejarah ini tergerak disebabkan perubahan pemikiran pelaku sejarah.

Daftar Isi:
Bab 1-Arab pada Zaman Pra-Islam (Era Jahiliah).
Pada zaman pra-Islam, keramahtamahan dipandang sangat penting sampai-sampai seorang tamu di rumah sebuah keluarga Arab akan dijamin keamanan serta perlindungannya sekurang-kurang tiga hari sebelum -bahkan- maksud kedatangannya ditanyai. Tradisi ini terus dipertahankan oleh Rosululloh saw yang menyatakan bahwa seorang tamu berhak dijamu selama tiga hari.

Bab 2-Kehidupan Nabi Muhammad saw.
“Kaum Yahudi adalah salah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum Muslim agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zholim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.” -Konstitusi Madinah

Bab 3-Para Khalifah yang Mendapat Petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Masa Abu Bakar
“Jangan membunuh anak-anak, wanita, atau orang tua. Jangan menebang, merusak atau membakar pepohonan, terutama jika sedang berbuah. Jangan menghabisi hewan ternak musuh, selain untuk makananmu. Kau mungkin akan bertemu dengan orang-orang yang telah mengabdikan hidup untuk layanan monastik, jangan kalian ganggu mereka.” -Aturan perang Abu Bakar; didiktekan di depan pasukannya.

Hikmah dibalik perang terhadap kaum murtadin di masa Abu Bakar: pertama, konflik itu menunjukkan bahwa penyatuan spiritual Islam sangatlah penting; kedua, kesatuan politik dunia Islam telah dipastikan untuk sementara waktu; ketiga, ketegasan kewenangan pemerintah pusat.

Masa Umar
Pada tahun 70 Masehi, Kekaisaran Romawi mengusir bangsa Yahudi dari Yerusalem. Baru setelah penaklukan Muslim pada tahun 637, mereka diizinkan kembali ke Kota Suci.

Sejumlah besar harta kekaisaran Sassaniyah direbut di Qadisiyah dan dibawa ke Madinah. Alih-alih menyimpannya sebagai simbol kemenangan Islam terhadap Persia, Umar memerintahkannya dihancurkan, sementara perhiasan serta emasnya dijual untuk memberi makan fakir miskin.

Masa Utsman
Selama masa pemerintahan Utsman, utusan Muslim dikirim ke Tiongkok untuk membangun hubungan diplomatik antara kekhalifahan dengan Dinasti Tang.

Bab 4-Pendirian Negara Islam.
Masa Muawiyah
Masjid Kubah Sakhrah dibangun pada akhir tahun 690-an sebagai bagian dari kompleks Masjid al-Aqsa di Yerusalem. Sebagian besar desainnya bergaya Byzantium, dan separuhnya dibangun oleh orang-orang Kristen.

Konflik Suksesi
Fakta bahwa Bani Umayyah menaklukkan sebagian besar Iberia hanya dalam empat tahun dengan beberapa ribu tentara menunjukkan bahwa mereka mendapat dukungan dari penduduk setempat.

Pembebasan Lebih Lanjut
Kebanyakan mualaf India awal adalah penganut Buddhis serta anggota kasta lebih rendah, yang tertarik dengan sifat egaliter dalam Islam.

Revolusi Abbasiyah
Khalifah Abbasiyah Harun ar-Rasyid terkenal atas kekayaan dan hubungan diplomatiknya dengan negara-negara jauh. Pada tahun 802, ia mengirim utusan ke Charlemagne di Perancis membawa hadiah yang termasuk seekor gajah serta jam air.

Sampai pada Bab 4, hegemoni perseteruan politik kekuasaan sudah relatif dihafal. Dan memang saya salut dengan Penulis yang mampu merangkum berjilid-jilid buku tentang Siroh Nabawiyah dan Siroh Khulafa menjadi tak lebih dari 100 halaman saja tanpa mengurangi esensinya. Ini butuh kecerdasan luar biasa.

Menarik –bagi saya– adalah dengan memasuki Bab 5. Sebab, belum banyak buku mengupas jejak-jejak masa gemilangnya Islam dalam bidang intelektual.

Bab 5-Zaman Keemasan Intelektual.
Ada paparan menarik ketika membahas hikmah dari Masa Keemasan Muslim di mana kholifah Al-Makmun (bertahta dari 813-833) membangun proyek ilmu pengetahuan dalam Baitul Hikmah di Baghdad, yakni:
1. Kekaisaran (demikian Firas menyebutnya) Islam yang ekspansif ini merobohkan dinding yang sebelumnya memisahkan berbagai kelompok yang berbeda. Sebelum Islam, tidak ada alasan bagi seorang cendekiawan Alexandria melakukan perjalanan ke Ctesiphon (Persia) untuk belajar dan mengajar.
2.  Bahasa Arab menjadi lingua franca yang bisa menyatukan orang dari berbagai latar belakang.
3. Islam sendiri memerintahkan akuisisi pengetahuan, menjadikan penelitian ilmiah sebagai kegiatan ibadah. (hal. 100)

Untuk memotivasi dan menghargai sebuah upaya ilmiah, pemerintah bahkan akan memberikan emas sebanding dengan bobot buku yang mampu diterjemahkan oleh cendekiawan dari bahasa asli ke bahasa Arab. (hal. 99)

Pada Bab ini, dikupas beberapa disiplin ilmu yang melatarbelakangi ilmu pengetahuan modern, yakni Matematika, Astronomi, Geografi, Ilmu Kedokteran, Fisika, Fiqh dan Hadits, dan Teologi.

Bab 6-Pergolakan.
Bab ini berkisah tentang mulai tumbuh akan pentingnya nilai kesatuan dan persatuan. Jatuh-bangunnya suatu peradaban dari mulai Perang Salib hingga sepak terjang Bangsa Mongol.

Bab 7-Andalusia.
Puerto del suspiro del Moro; tarikan napas terakhir bangsa Moro (Muslim)” adalah julukan bagi Abu Abdullah Muhammad XII; sang penguasa terakhir Granada yang tak mampu mempertahankan eksistensi pemerintahan Muslim di dataran Eropa yang terlena dengan segala capaian ilmu pengetahuan dan ekonomi, sehingga melemahkan sisi pertahanan sebuah negeri, sebuah bangsa. Konflik dan intrik politik internal sangat kental. Bahkan tak lagi menjadikan ideologi beragama sebagai basis bagi eksistensi. Dan akhirnya, keterusirannya dari istana dinyatakan oleh sang bunda untuk sang putra, “Jangan menangis seperti wanita atas apa yang gagal kaupertahankan sebagai seorang lelaki.”

Bab 8-Wilayah Tepian.
Mengisahkan sejarah Islamisasi di beberapa wilayah, seperti Afrika Barat, Afrika Timur, Amerika (kalangan budak), Brasil, Tiongkok, India, dan Asia Tenggara.

Bab 9-Kebangkitan Kembali.
Sejarah Utsmaniyah di Turki sebakda serangan dan berkuasanya Mongol dan Saljuk. Bagaimana pasukan Yeniceri terbentuk. Ada sisi lain sejarah Turki yang menarik untuk di bahas sekilas, yakni disebutkan bahwa “Kopi pertama kali diperkenalkan oleh Muslim Yaman pada tahun 1400-an. Ketika kekaisaran Utsmaniyah meluas ke Semenanjung Arab, kopi pun menyebar ke utara ke Istanbul, dan dari sana ke seluruh Eropa.” (hal. 229)

Selain kebangkitan Islam di Turki, juga terjadi pada Dinasti Safawiyah (dari ordo Sufi Turki) dan Mughal di India.

Bab 10-Kemunduran.
Masuknya perak Amerika secara besar-besaran menyebabkan inflasi di kekhalifahan Utsmaniyah. Pada 1580, sekeping koin emas bisa dibeli dengan 60 koin perak. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1590, butuh 120 koin perak untuk membeli sekeping emas. Pada tahun 1640, butuh 250 koin perak.

Kejadian secara umum pada perkembangan Turki Utsmaniyah di bawah pemerintahan Sultan Abdul Majid I hampir sama dengan beberapa negara saat ini, yakni terjebak dengan pembangunan infrastruktur yang membutuhkan anggaran sangat besar. Sebagai akibatnya, pemerintah mengambil pinjaman luar negeri dengan tingkat suku bunga yang sangat tinggi.

Dari sanalah mulai muncul pengeroposan sebuah pemerintahan, yakni dari bidang ketahanan. Hingga dimulailah reformasi liberal. Bagaimana sebuah peradaban kuat, dapat runtuh bukan karena serangan militer, tetapi melalui program “pembangunan”.

Tetapi dari Bab ini pula kita dapat mengetahui bahwa pada abad ke-16, Utsmaniyah mengirim ekspedisi laut ke Kesultanan Aceh untuk membantu upaya pertahanan dalam menangkal imperialisme Barat.

Bab 11-Gagasan Baru dan Lama.
Salah satu tema sentral dalam Islam adalah finalitas dan kesempurnaan, yakni membangun kembali kesadaran dan pemahaman untuk apa dan untuk siapa Islam itu ada. Oleh karenanya, terbangun kembali secara sporadis kesadaran Islam di setiap belahan dunia.

Keunikan buku ini selain menebarkan banyak callouts yang membantu pembaca mengonstruksi alur kisahnya, juga menempatkan foto-foto dokumentasi full color dalam lembar khusus dari jenis art paper.

Desain dan layout buku terjemahan ini serasa tercederai kualitasnya dengan masih terdapatnya tata tulis yang kurang sempurna (“adalah” ditulis “adalan”, “yang” ditulis “yan”, “sangatlah” ditulis “sangatah”) dan ketidakkonsistenan dalam menggunakan istilah (Sassaniyah/Sasaniyah, Hippocrates/Hipocrates, Copernicus/Kopernikus).

Judul: Lost Islamic History; Merebut Kembali Kejayaan Peradaban Islam
Penulis: Firas Alkhateeb
Penerjemah: Nadya Andwiani
Tebal: x+322 hal.
Dimensi: 18x23 cm
Cetakan: I, Januari 2016
ISBN: 978-602-372-053-8
Penerbit: Zahira, Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar