Buku
ini dirancang seperti membawa kembali ingat kita tentang peristiwa Gestapu dan
Revolusi. Dua buah peristiwa penting yang berkaitan dengan perubahan politik
Indonesia. Peristiwa itu dimotori oleh beberapa belah pihak dan serta
melibatkan tokoh-tokoh penting. Terdapat beberapa kesaksian tokoh terkait dalam
kedua peristiwa tersebut berhasil dirangkum dalam buku ini. Sudut
pandang beberapa para tokoh tersebut dan analisis dari penulis mampu
menggambarkan bentuk kejadian pada masa itu.
Sebagai
sebuah bacaan sejarah, buku ini menjadi referensi utama untuk dibaca terutama
terkait Gestapu. Salim Said dengan latar belakang wartawan memberikan gambaran
informatif dari berbagai sumber wawancara langsung tentang kesaksian sejarah
itu. Banyak hasil wawancara Salim dengan tokoh-tokoh sejarah bahkan salah
satunya liputan Salim dengan Pramoedya di Pulau Buru. Sosok Pramoedya tidak
asing lagi dalam dunia politik PKI apalagi sikapnya yang berani terhadap
musuh-musuh PKI.
Penulis
secara pribadi memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh militer mendapatkan
informasi lebih kongkret terkait peristiwa Gestapu dan Reformasi seperti
Kolonel Sarwo Edhi dan Jenderal
Soegandhi yang berperan dalam operasi militer pada saat meletusnya Gestapu.
Bagian
lain buku ini menceritakan perjalanan hidup dari seorang Salim Said ketika
harus merantau ke Jawa untuk memenuhi ambisinya sebagai seniman dan akademisi.
Meninggalkan kampung halamannya Parepare dan berkiprah dalam dunia seni dan
akademi. Sempat menikmati pendidikan di Akademi Teater Nasional Indonesia dan
kuliah di Universitas Indonesia bidang studi Psikologi dan Sosiologi.
Menghadapi
kehidupan sukar di tengah keterpurukan
ekonomi dan masa-masa sulit dalam perkuliahan menjadi kenikmatan tersendiri.
Salim berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengambil kerja sambilan
sebagai wartawan dan penulisan
resensi film Indonesia Tempo Dulu. Berawal dari
seniman kemudian wartawan dan kritikus film membawa Salim Said menjadi orang
yang multitalenta di kemudian hari.
Kehidupan
sebagai mahasiswa UI, Salim aktif dalam organisasi KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia) sebagai kepala biro radio pada biro penerangan.
Keterlibatannya dalam dunia penerangan terutama radio membawa Salim ikut
mengelola Radio Ampera di Jakarta dan mendirikan Radio Ampera di Magelang.
Perjalanan
pendidikan Salim Said terus berkibar hingga negeri seberang dengan mengambil
pendidikan magister dan doktor di Ohio State
University, Athens, Ohio Amerika
Serikat. Pemuda yang dulu sempat tidak memiliki keinginan melanjutkan
pendidikan namun memutar arahnya pikirannya untuk kembali menekuni bidang seni
dan politik di universitas tersebut.
Secara
umum buku ini membahas berbagai kesaksian sejarah tetapi juga termasuk
kesaksiannya sendiri dalam memori-memori kehidupan pribadi penulis. Namun buku
ini dalam penyajiannya menarik sehingga cerita yang dibawakan menjadi mengalir
dan mudah dipahami.
Beberapa
hal patut diperhatikan dalam tulisan ini adalah kesaksian dan analisis Salim
Said terkait Gestapu. Terlalu berat untuk menyatakan adanya usaha pendaulatan
dalam tubuh militer angkatan darat dengan melibatkan beberapa tokoh PKI.
Terjadinya suatu kecelakaan dalam operasi Gestapu dan unsur kesengajaan
menghapus jejak Gestapu.
Sebagai
sebuah partai politik besar seperti PKI kemudian dilenyapkan oleh gerakan
anti-PKI dan pihak nasionalis menjadi sesuatu tanda tanya terutama perancangnya
dan penggeraknya. Tidak mungkin Gestapu dinilai kegagalan sedangan berakhirnya
PKI merupakan suatu keberhasilan. Tidak hanya PKI bahkan Soekarno turun dari
jabatan. Naiknya Suharto menjadi presiden mengalahkan berbagai lawan politiknya dan Indonesia jatuh pada pelukan Barat.
Terlalu sulit untuk dibilang ini sebuah operasi yang gagal atau lebih cocoknya
suatu keberhasilan. Sebagai sebuah usaha penumpasan ideologi, Gestapu dinilai
sukses hing mencabut keakar-akarnya.
Niat
Soekarno terhadap
kesatuan bangsa Indonesia tercermin dari pemahaman Nasakom-nya. Suatu bentuk
keinginan kehidupan berdamai antar tiga ideologi bangsa, yaitu Nasionalis, Agama, dan Komunis.
Namun pemahaman tersebut tidak dipahami dengan bijak terutama oleh pihak
komunis dan anti-komunis. Sehingga dengan kemungkinan besar terlibat barat
komunis dalam tubuh PKI berhasil disingkirkan.
Daftar Isi:
Gestapu: Dari Daulat ke Pembantaian.
Ke Pulau Jawa Menjadi Seniman.
Pokoknya Lewat Kemayoran.
“Naar Holland,
Meneer.”
Bertemu Kapten Westerling di Amsterdam.
Menggelinding hingga Jadi Doktor.
Andi Muhammad Yusuf Amir Menjadi Panglima ABRI.
Kisah Tragis Tiga “King Maker”.
Sudomo, Laksamana di Tengah Lautan Jenderal.
Telepon dari Sarwo Edhie.
Fenomena Benny Moerdani.
Wakil Presiden Try Sutrisno: “Pemberontakan” ABRI kepada
sang Presiden?
Menyiapkan Tutut Mengganti Soeharto.
“Saya Akan Kembali ke Induk Saya”.
ABRI Menjelang Perubahan: Sekadar Masukan.
Kisah Dua Wartawan Senior.
Emil Salim Menantang Soeharto.
Tentang Tiga Jenderal Besar.
“Dobriden” Pagi, Siang, dan Malam.
Allahumma Labbaik...
Yang Keluar dari Saku Jenderal Wiranto.
Kronik Reformasi.
Epilog Anhar Gonggong: Ketika Prof. Dr. Salim Said Bicara
tentang Pengalaman dan Kesaksiannya.
Sebagai
sebuah sejarah, buku ini memiliki kekurangan terutama informasi dari pihak PKI.
Beberapa tokoh simpatisan komunis tersaji dalam buku ini tapi bagaimana dengan
tokoh PKI sendiri terhadap kesaksiannya tentang peristiwa Gestapu? Sebaliknya, dalam menggambarkan kegemparan dari chaos pada
masa itu mampu dibawakan dalam buku ini.
Saran
terbaik pada para kalangan akademisi untuk segera memiliki buku ini. Sangat
berguna terutama bagi kalangan sejarawan, seniman, kritikus film, dan politisi.
Banyak aspek kehidupan sehingga menjadi buku ini lebih hidup dan mudah
dipahami.
Judul: Dari
Gestapu ke Revolusi;
Serangkaian Kesaksian
Penulis: Salim Said
Tebal: 587 hal.
Dimensi: 15,5x23,5 cm
Cetakan: II, Januari 2014
ISBN: 978-979-433-816-2
Penerbit: Mizan, Bandung
Resentator: Harmasto Hendro Kusworo
0 Komentar