Resensi: Barus Negeri Kamper

Sejak dulu, popularitas Barus yang terletak di pantai barat Sumatera Utara berkaitan dengan perdagangan kamper dari daerah pedalaman serta dengan penyair mistis Hamzah Fansuri. Kedua jilid awal (1998, 2003) seri ini telah memberi tumpuan kepada sejarah Barus di antara abad ke-9 dan abad ke-11. Kali ini, buku ini menyampaikan sumbangan terbaru mengenai sejarah Barus di antara abad ke-12 dan pertengahan abad ke-17.

Publikasi ini memuatkan enambelas studi hasil penelitian yang ditulis berdasarkan data-data arkeologi dan epigrafi, serta sebagai jenis sumber tertulis, baik lokal maupun asing. Duabelas studi hasil penelitian di antaranya berkaitan dengan program penelitian arkeologi yang dijalankan di antara tahun 2001 dan 2005 oleh École française d’Extrême-Orient (EFEO) bersama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Indonesia.

Buku ini memperkenalkan hasil-hasil utama survei dan penggalian, sebuah esai tentang perkembangan ruang situs permukiman di daerah Barus, serta sebuah katalog temuan yang lengkap. Dia juga memuat dua studi yang dijalankan di laboratorium atas sekitar 200 temuan, sebuah esai tentang sejarah seni makam Islam di Barus di antara pertengahan abad ke-14 dan pertengahan abad ke-20 yang dilengkapi dengan kajian epigrafi inskripsi berbahasa Arab yang belum dikenal sebelumnya. Publikasi ini juga memuatkan edisi pertama sebuah teks setempat berkaitan dengan sejarah Barus, serta sebuah studi epigrafi mengenai sebuah prasasti Tamil dari abad ke-13, yang berasal dari wilayah Aceh juga dibahas dalam buku ini.

Akhirnya, semua data di manfaatkan untuk menulis sebuah sintesis tentang beberapa aspek sejarah Barus, terutamanya identifikasi dan perkembangan permukiman di daerah Barus, struktur umum permukiman utama, berbagai aspek budaya kebendaan dan kehidupan sosial, inti dan perkembangan perdagangan jarak jauh, serta hubungan bukan komersial yang dijalin Barus dengan dunia luar, dari Timur Dekat ke Tiongkok.

Ringkasan
Bab 1-Ekskavasi di Bukit Hasang, Kedai Gedang, dan Lobu Dalam
Heddy Surachman, Daniel Perret, Untung Sunaryo, Sophie Péronnet, Ery Soedewo, Nenggih Susilowati, Deni Sutrisna, Repelita Wahyu Utomo
Empat situs permukiman kuno di daerah Barus, Sumatera Utara, digali dari tahun 2001 sampai 2004: Bukit Hasang, dua situs di Kedai Gedang dan Loba Dalam. Di Bukit Hasang, sekitar 470 m2 di gali di 24 sektor. Ditemukan terutama sebuah parit pertahanan sepanjang hampir 300 meter, banyak lubang, sebuah pekuburan di atas sebuah gundukan buatan, serta sebuah struktur berarah utara/selatan, yang dibuat dari batu dan bongkahan batu karang.

Bab 2-Perkembangan Ruang Situs Permukiman di Barus
Daniel Perret, Heddy Surachman, Marie-France Dupoizat
Suatu tafsiran kronologi dan perkembangan ruang situs permukiman di Barus di antara abad ke-12 dan abad ke-17 diusulkan di sini berdasarkan hasil-hasil penggalian dan keramik impor kuno yang dapat ditanggali (lebih dari 30.000 serpihan). Bukit Hasang dan Kedai Gedang (sektor D) mulai dihuni pada abad ke-12. Mungkin dilindungi sebuah parit pertahanan sejak zaman itu, Bukit Hasang mengalami peningkatan jumlah penduduk yang pesat di antara akhir abad ke-13 dan abad ke-14. Luas bagian tengah situs permukiman mencapai 15 hektar. Kedai Gedang ditinggalkan pada peralihan abad ke-15. Setelah parit pertahanan ditimbun pada abad ke-15, luasnya maksimal hunian di Bukit Hasang diperkirakan mencapai 65 hektar, dan kepadatan permukiman sangat rendah. Kedai Gedang dihuni kembali mulai pada akhir abad ke-15 (sektor A), sebelum ditinggalkan pada tahun 1539-an, seperti Bukit Hasang, Benteng Lobu Datam satu-satunya peninggalan dari abad ke-17 di dataran rendah, bersama beberapa titik hunian di tanah tinggi sebelah barat laut dan tenggara Bukit Hasang.

Bab 3-Keramik Berbahan Batuan dan Porselen
Marie-France Dupoizat
Penggalian menghasilkan sekitar 46.000 serpihan keramik berbahan batuan dan porselen. Separuhny aberasal dari tempayan, sisanya berasal dari berbagai jenis wadah, terutamanya mangkuk. Kronologi temuan meliputi periode abad ke-12 hingga abad ke-19. Barus, serpihan keramik Cina dari abad ke-12 hingga abad ke-13, berjumlah sedikit. Jumlahnya meningkat dengan pesat mulai akhir abad ke-13 dan tetap tinggi sampai abad ke-15 (terutamanya dari Dehua, Longquan, dan Jingdezhen). Barus juga mengimpor keramik dari Vietnam dalam jumlah yang lumayan pada abad ke-14 dan ke-15. Sebaliknya, jumlah keramik Thai sedikit, diwakili wadah yang bertarikh di antara abad ke-14 dan awal abad ke-16. Beberapa serpihan keramik dari Birma (abad ke-16) dan Jepang (paruh kedua abad ke-17) juga diidentifikasi.

Bab 4-Tembikar
Daniel Perret, Heddy Surachman, Sophie Péronnet, Dayat Hidayat, Ery Soedewo, Nenggih Susilowati, Repelita Wahyu Utomo, Deny Sutrisna, Untung Sunaryo
Sekitar 138.000 serpihan tembikar ditemukan sewaktu penggalian dan survei. Lebih dari 400 temuan digambarkan dalam katalog. Terdapat 15 bentuk umum yang dibagi ke dalam sekitar 200 tipe. Tiga kumpulan utama dibedakan berdasarkan kawasan produksi yang diusulkan: Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Dunia India Barat Laut-Persia. Di Bukit Hasang, kumpulan pertama merupakan kumpulan terbesar dari segi jumlah dan berat. Enam wilayah asal diusulkan untuk temuan dari Asia Selatan: Tamil Nadu, Sri Lanka, Andhra Pradesh-Orrisa, Benggala, Kerala, dan Gujarat. Tampaknya sejumlah tembikar berglasir juga berasal dari Gujarat. Jumlah temuan dari Dunia India Barat Laut-Persia sangat sedikit.

Bab 5-Tinjauan Geokimia Bahan-bahan Tembikar
Anne Schmitt
Terdapat 87 serpihan tembikar, kebanyakan temuan dari Bukit Hasang, dianalisis dengan teknik X-Ray fluorescence. Dendrogram yang dihasilkan menunjukkan sekurang-kurangnya 15 kelompok geokimia. Hasil ini mencerminkan keanekaragaman tempat asal tembikar yang ditemukan di situs. Dari perbandingan hasil ini dengan klasifikasi tipologis, analisis ini membantu untuk mengusulkan sejumlah wilayah asal untuk setiap kelompok geokimia.

Bab 6-Kaca
Daniel Perret & Heddy Surachman
Sekitar 1.400 pecahan kaca kuno ditemukan sewaktu penggalian yang dilakukan di Bukit Hasang dan di Kedai Gedang. Katalog temuan memuat deskripsi sebanyak 169 pecahan wadah yang mewakili teknik yang digunakan (koleksi didominasi kaca yang ditiup) dan hiasan, serta deskripsi gelang dan manik-manik. Walau pun tidak ditemukan wadah utuh, koleksi wadah terdiri dari botol, karaf, botol kecil, tempayan kecil, mangkuk, gelas, dan piala. Wadah yang didatangkan di Barus di antara abad ke-12 dan abad ke-14 berasal dari Timur Tengah, Timur Dekat, dan kemungkinan besar dari Asia Selatan.

Bab 7-Analisis Komposisi Bahan Kaca Kuno
Laure Dussubieux
Lebih dari 100 sampel kaca, kebanyakan pecahan wadah asal Barus (Lobu Tua dan Bukit Hasang), dianalisis dengan teknik Laser Ablation - Inductively Coupled Plasma - Mass Spectrometry (LA-ICP-MS). Hasilnya mengungkapkan rumitnya jaringan perdagangan kaca di Sumatera selama paruh pertama milenium kedua Masehi. Tampaknya kaca yang ditemukan di Lobu Tua berasal dari terutamanya dari Timur Tengah dan sedikit dari Timur Dekat. Di Bukit Hasang tidak ditemukan kelompok kimiawi yang mendominasi koleksi di Lobu Tua, sedangkan terdapat kesinambungan untuk kelompok kimiawi yang sedikit diwakili di Lobu Tua. Selain itu, Bukit Hasang menerima wadah buatan Asia Selatan sejak sekurang-kurangnya abad ke-14.

Bab 8-Logam
Daniel Perret & Heddy Surachman
Kebanyakan temuan dari logam yang ditemukan dalam penggalian di Bukit Hasang dan di situs-situs lain terdiri dari serpihan besi, diikuti serpihan dari perunggu. Katalognya memuatkan deskripsi 68 fragmen paku dan pasak, lempengan dan pegangan, wadah, mata kail, alat-alat, perhiasan dari besi, serta gelang, dan pengikat, wadah, dan paku dari perunggu.

Bab 9-Koin-koin Tionghoa
Claudine Salmon
Duapuluh tiga keping koin dari perunggu ditemukan sewaktu penggalian. Kesepuluh koin yang diidentifikasi dan digambarkan dalam katalog berasal dari zaman dinasti Song Utara (8), dan dari zaman dinasti Song Selatan (2). Mereka menambah jumlah temuan yang sudah diketahui dari situs-situs lain di Sumatera dan di kawasan Selat Melaka.

Bab 10-Terakota
Daniel Perret & Heddy Surachman
Di dalam bab ini digambarkan temuan terakota yang bukan wadah hasil penggalian di Barus. Katalognya memuat deskripsi 34 serpihan artefak, kebanyakan dari tungku (sebuah tipologi diusulkan), tetapi juga dari alas wadah, pemberat jala, kowi dan pipa tungku pandai besi, serta satu fragmen cangklong dan figurin perempuan yang kemungkinan besar berasal dari Asia Selatan, terakhir fragmen miniatur binatang.

Bab 11-Fauna
Rokus Due Awe
Lebih dari 900 sisa fauna, dengan berat mendekati 10 kilogram, ditemukan sewaktu penggalian. Kebanyakan sisa berasal dari Vertebrata, terutama kerbau, diikuti Suidae, Cervidae, Equidae, Capridae, Tragulidae, Aves, Testunidata, Chelonidae, dan ikan. Hewan ternak hadir di Barus sejak abad ke-12/13.

Bab 12-Batu yang Dibentuk dan Temuan-temuan Lain
Daniel Perret & Heddy Surachman
Katalog memuat deskripsi 42 artefak yang ditemukan sewaktu penggalian di Barus. Artefak ini terdiri dari perhiasan, wadah dari batu, pensil alis (?), batu yang diukir dalam, batu dari granit yang dipahat, cakra yang berlubang atau tidak, pipa tungku besi, batu giling dan penggilingan, batu asah, batu api, kelereng, serpih, dan batu nisan.

Bab 13-Enam Abad Seni Makam Islam di Barus
Daniel Perret & Heddy Surachman
Kajian tipologi ini berdasarkan kumpulan 294 batu nisan yang ditemukan di daerah Barus, dan ditanggali antara pertengahan abad ke-14 dan awal abad ke-20. Sejak pertengahan abad ke-14, Barus mengembangkan satu kesenian makam Islam dari batu tufa, yang indikasi awalnya diwakili oleh sebuah batu nisan tertanggal tertua di daerah Barus. Kesenian ini, yang mulai merosot pada pertengahan abad ke-16, hadir bersama satu tradisi yang menggunakan batu granit dan hampir pasti berasal dari luar Barus. Justru pada pertengahan abad ke-16, satu seni makam yang berasal dari Aceh mulai hadir. Kesenian ini cepat berkombinasi dengan tradisi kesenian setempat, sebelum hilang, kemungkinan besar pada awal abad ke-18. Periode ketiga dalam kesenian makam Islam di Barus bermula pada tahun 1820-an dan berakhir pada paruh pertama abad ke-20. Tahap ini menunjukkan ditinggalkannya pekuburan-pekuburan kuno, peniruan tipe-tipe batu nisan yang diimpor dahulu, khususnya jenis “batu Aceh”, dan mencerminkan perubahan mentalitas.

Bab 14-Syair Sultan Fansuri
Henri Chambert-Loir
Tulisan ini memuat edisi pertama suatu syair yang disalin di Barus oleh H.N. van der Tuuk pada pertengahan abad ke-19. Kunjungan seorang wakil East India Company, yang dipanggil oleh pemimpin Barus, menjadi pokok syair ini. Sebuah perjanjian tolong-menolong ditandatangani pada kesempatan itu. Syair ini juga memuat satu versi peristiwa-peristiwa sejarah Barus sebelumnya, yang bersifat legenda atau realistis, yang dapat dibandingkan dengan isi kronik-kronik setempat. Selain itu, teks ini mengungkapkan kesulitan yang dihadapi Barus sejak beberapa abad untuk bertahan dengan menyesuaikan diri dengan ekspansionisme kerajaan-kerajaan di ujung utara dan di barat Sumatera.

Bab 15-Sebuah Prasasti Perkumpulan dan Hubungan Luar
Y. Subbarayalu
Teks bagian yang masih terbaca dari prasasti Tamil yang ditemukan pada tahun 1990 di pinngir kota Banda Aceh, diterbitkan untuk kali pertama di sini bersama terjemahannya. Berdasarkan paleografinya, dokumen ini ditanggali dari akhir abad ke-13, dan kemungkinan besar dihasilkan oleh perkumpulan pedagang India bernama Ayyāvoḷe – Ke-500. Perkumpulan yang sama yang menghasilkan prasati Tamil di barus (Lobu Tua) pada tahun 1088 M. Tampaknya sebagian dari teks ini berkenaan dengan peraturan kegiatan mencari dan memproses emas.

Bab 16-Barus: Masyarakat dan Hubungan Luar (Abad ke-12 - Pertengahan Abad ke-17)
Daniel Perret
Data-data arkeologi, kronik dan tradisi setempat, kumpulan inskripsi dan sumber-sumber tertulis asing ditelaah di sini untuk menghasilkan suatu sintesis mengenai berbagai aspek sejarah Barus. Sejumlah tema dibahas: didirikannya kembali Barus dan identifikasi permukiman, sejarah toponimi Barus, struktur umum permukiman, berbagai aspek budaya kebendaan dan kehidupan sosial, komponen dan perkembangan perdagangan jarak jauh, hubungan di antara Barus dan dunia luar: ujung utara dan pantai barat Sumatera, Padang Lawas, Jawa, Selat Malaka, Asia Selatan, Timur Tengah, Timur Dekat, dan akhirnya Tiongkok.

Judul: Barus Negeri Kamper; Sejarah Abad ke-12 hingga Pertengahan Abad ke-17
Penyusun: Daniel Perret & Heddy Surachman
Penerjemah: Daniel Perret
Tebal: 702 hlm. (berbonus CD halaman lampiran gambar pada buku dengan format pdf)
Dimensi: 18x27,5 cm
Cetakan: I, 2015
ISBN (Indonesia): 978-979-91-0981-1
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta

Posting Komentar

0 Komentar