Resensi: Melunasi Janji Kemerdekaan; Biografi Anies Rasyid Baswedan

Anies Baswedan dikenal sebagai rektor sekaligus pendiri Gerakan Indonesia Mengajar (GIM). Kepedulian dan kegigihannya kepada dunia pendidik dan kependidikan mewaris dari sifat sang kakek; Abdul Rahman (A.R.) Baswedan.

Sang kakek nekat masuk sekolah kakaknya di usia lima tahun tanpa mendaftar lebih dahulu. Sang ayah; Rasyid; berjalan kaki sejauh dua kilometer ke Voorbels (setingkat TK) sendirian dan ikut belajar di sana tanpa mendaftar lebih dulu. Anies pun memiliki keras kepala yang sama; merengek ingin sekolah di usia tiga tahun. Ibunya; Aliyah; yang seorang dosen pun berkonsultasi dengan psikolog UGM dan mendapat lampu hijau untuk keinginan Anies masuk TK Aisyiyah Bustanul Athfal di Yogyakarta. Setahun di sana, Anies dipindah ke TK Masjid Syuhada. Di sana Rasyid-Aliyah bertekad menguji kemandirian Anies berangkat dan pulang sekolah sendiri (tidak diantar) dengan menggunakan jasa becak. Dan Anies benar-benar mandiri.

Bagi Anies, pendidikan adalah kunci. “Mau membangun bangsa, bangun manusianya.”

Keluarga besar Anies berdomisili di Taman Joewana di tengah kota Yogyakarta; jalan Malioboro. Sebuah kawasan elit yang dirintis Hadji Bilal. Kakek Anies; A.R. Baswedan terobsesi menyudahi percekcokan antar komunitas Arab di Indonesia dengan beragam cara. Salah satunya melalui media cetak (meskipun bubar karena pengelolanya sekaligus pendiri Indo-Arabische Verbond tak pandai mengelola).

Obsesi A.R. tentang mengindonesiakan keturunan Arab diwujudkan dalam Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab (4 Oktober dikenang sebagai Hari Kesadaran Arab-Indonesia). A.R. juga mendirikan Persatuan Arab Indonesia yang pada kemudian hari menjadi Partai Arab Indonesia. Saat Jepang menduduki Indonesia, PAI ikut terberangus. Kisah heroik A.R. Baswedan sudah dipaparkan dalam buku Biografi A.R. Baswedan.

Sejak kelas 3 SD, Anies sudah dikenalkan dengan mesin ketik. Bahkan Anies sering menjadi juru tulis A.R. Baswedan dalam menulis surat dengan mesin ketik. Kepergian A.R. sangat memukul jiwa Anies. Seorang kakek yang menjadi panutannya membangun rasa nasionalisme, kecintaan membaca, dan kegigihan meraih cita-cita. Anies sempat sakit demam dan mengigau menyebut nama kakeknya tersebut saat demam tinggi sesaat sepeninggal sang kakek.

Dari sejak kecil, Anies jago berantem. Namun dilakukannya dengan alasan yang benar. Sejak kecil, orangtua Anies membiasakan anak-anaknya menceritakan pengalaman penting sehari itu kepada keluarga. Tak jarang Anies menyusul ibunya ke kampus untuk menceritakan kesulitan belajarnya. Tetapi Aliyah sering membiarkan Anies memecahkan masalahnya sendiri dengan lebih tenang dan bertahap. Ayah Anies; Awad Rasyid Baswedan; lahir di Kudus, 21 September 1932. Ibu Anies; Aliyah; lahir di Kuningan, 20 Maret 1940. Pada Maret 1968, Rasyid dan Aliyah menikah. Anies Rasyid Baswedan lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1969. Sejak kecil, pembawaan Anies sok jagoan. Tetapi semua menganggap hal itu wajar sebagai kekakuan anak-anak saja.

Budaya diskusi dan debat di meja makan menjadi hal yang khas di keluarga A.R. di mana Anies ada di tengah mereka. Sikap elegan dan saling menghargai pendapat yang berbeda menjadi hal yang tertanam dalam pribadi Anies. Penguasaan diri Anies saat berdiri di depan banyak orang dia dapatkan selama menemani kakek-neneknya ketika berceramah.

Meski tak pernah menjuarai akademik, Anies didorong untuk aktif ikut organisasi agar terbentuk jika kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi efektif. Anies sering berinteraksi dengan para mahasiswa yang bertamu ke rumahnya karena ibunya sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi dan ayahnya sebagai dekan Fakuktas Ekonomi UII. Sehingga Anies menjadi dewasa lebih dini.

Kecintaan Anies pada buku ditanamkan A.R. Baswedan sejak Anies kecil dengan membawanya ke toko buku maupun berkunjung ke perpustakaan. Anies pun menjadi anggota perpustakaan anak Kedaulatan Rakyat sejak kelas 3 SD. Buku yang berkesan bagi Anies berjudul “Lateral Thinking” karya Edward De Bono; berbeda dengan cara berpikir dunia pendidikan yang vertikal.

Semasa sekolah, Anies memiliki kesempatan untuk mematangkan diri. Kegiatan apa yang menjadi pilihannya, menjadikannya seorang pelajar yang memiliki jiwa kepemimpinan. Keterpilihannya sebagai Ketua OSIS di SMA bukanlah menjadi target tertingginya. Kebutuhan Anies hanyalah agar dapat berkontribusi positif bagi organisasi. Namun begitu, ia mampu mendistribusikan tugas-tigas keorganisasiannya dengan baik kepada perangkat kepengurusan. Bahkan dia dengan senang hati turun tangan membantu perangkatnya jika membutuhkan bantuan. Ia bahkan menjadi pemimpin rombongan perwakilan ketua OSIS SMA se-Yogyakarta dalam Penataran Pengurus OSIS Tingkat Nasional 1985.

Anies mendapat undangan pemerintah Amerika dalam program pertukaran pelajar yang diprakarsai AFS Intercultural Program di Nebraska selama hampir satu tahun. Sepulang dari sana, Anies lebih kritis. Ia sering memulai ‘pertempuran’ dan menamatkannya. Anies pun mendapat kesempatan bergabung pada program “Tanah Merdeka” yang diselenggarakan TVRI Yogyakarta. Sebuah acara dari-oleh-untuk remaja berprestasi. Di sana, Anies menorehkan kinerja yang brilian.

Masuk dalam perguruan tinggi, potensi Anies makin terasah saat bergabung dalam HMI MPO dan senat mahasiswa. Bahkan Anies membuat terobosan mengakurkan sekaligus mengakomodir dua kubu organisasi kemahasiswaan di UGM (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi dan Unit Kegiatan Mahasiswa) dalam satu payung organisasi bersama; Badan Eksekutif Senat Mahasiswa. Dan berhasil. Anies sempat mengkritisi terkait pencalonan rektor dalam daftar calon sementara anggota legislatif dari Golkar yang dinilainya adanya politisasi kampus. Anies juga membuat terobosan berupa penelitian terkait pemasaran dan distribusi cengkeh yang sistemnya sangat tidak sehat melalui keputusan kongres senat. Hal ini menjadi penegas bahwa UGM sebagai kampus kerakyatan. Peran keorganisasian mahasiswa yang dimainkan Anies sering di 'pinggir jurang’. Beragam teror dia dapatkan, meski Anies punya jaringan pertemanan dengan aparat dan militer sekali pun.

Anies pernah tertarik hati ke perempuan semasa kuliah. Tapi ia tak terhanyut dalam imajinasi liar. Kegiatan kemahasiswaan lebih ia pilih untuk mengalihkan lamunan itu. Dan S1 dapat dia selesaikan di UGM. Tetapi untuk menjadi dosen di UGM, minimal harus S2. Dan Anies mengebut untuk mendapatkan itu. Jelang ia berangkat ke Jepang, Anies menyatakan maksud hati ke Fery; sepupunya sendiri. Dan gayung bersambut.

Masa pacaran? Anies bukan seperti umumnya. Jika ada kesempatan, Anies lebih memilih berlibur bersama adik-adiknya. Jika pun ‘apel’, Anies lebih sering menceritakan rencana-rencana ke depannya daripada melantur tidak tentu. Setelah menikah, pengantin baru ini berangkat ke Universitas Maryland demi memanfaatkan beasiswa Fullbright-nya.

Selama menyelesaikan studi S2 dan S3 di Amerika, Anies dikaruniai 3 anak. Episode selama hidup di Amerika, Anies sekeluarga tidak bisa disebut sengsara, tetapi sangat prihatin. Dan berkat kesabaran dan kemampuan komunikasi (jejaring sosial) Anies, semua itu dapat dilaluinya. Meski di negeri orang, Anies tetap menjaga komunikasi dengan teman-teman di Indonesia melalui email. Sesekali Anies juga menulis opini dan dikirim ke media cetak di Indonesia. Anies lebih sering menyentil praktik politik di Indonesia terutama bertema membatasi kekuasaan dan masa jabatan presiden.

“Takutlah kepada para sejarawan yang akan menulis di kemudian hari, bukan kepada jurnalis yang menulis hari ini.” (Anies Rasyid Baswedan)

Anies menggulirkan usulan bentuk demokrasi di Indonesia: desentralisasi dan perubahan sistem pemilu. Anies pun membuat sudut pandang baru ketika Lee Kwan Yeuw ‘menuduh’ Indonesia sebagai sarang teroris pasca Tragedi WTC. Anies memperkenalkan dua istilah di ranah politik: sekuler-eksklusif dan sekuler-inklusif. Yang pertama mengabaikan agenda berbau Islam, yang kedua mengakomodir asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila.

Sepulang dari Amerika, Anies sudah menyandang gelar Ph.D. Untuk sementara, Anies menumpang tinggal di Jakarta. Beragam tawaran mengajar datang, tak terkecuali UGM. Dan dia menolak. Anies lebih memilih bekerja jadi peneliti. Ketergabungan Anies dalam The Partnership for Governance Reform bentukan UNDP mengantarkannya pada sebuah realitas lapangan di Indonesia yang tak sesejahtera di pusat pemerintahan. Dalam pemahaman Anies, isi UUD 1945 bukanlah ‘harapan’, tetapi ‘janji kemerdekaan’.

Sejak awal pendirian Universitas Paramadina(-Mulya), seteru dan mismanajemen sudah begitu berlarut. Pada akhirnya, Anies masuk bursa rektor dan terpilih —pasca meninggalnya Nurcholis Majid. Dan Anies berupaya menyembuhkan luka tersebut. Anies pun menginisiasi mata kuliah anti-korupsi di Universitas Paramadina. Anies juga menelorkan kebijakan diadakannya beasiswa di Paramadina. Tujuan Anies, agar generasi muda lebih fokus mementingkan kualitas pendidikan daripada memikirkan biaya hidup dan biaya kuliah.

Anies menjadi rektor Paramadina selama 2 periode. Masih di periode pertama, Anies mendirikan Gerakan Indonesia Mendidik. Aktivitas Anies pun makin menyesakkan buku agendanya. Setelah program Paramadina Fellowship dinilai berhasil, Anies masuk pada program berikutnya: memberdayakan mahasiswa terdidik tersebut untuk mengatasi masalah pendidikan —di tempat terpencil— dalam Gerakan Indonesia Mendidik (pada masa berikutnya, ‘Mendidik’ diganti menjadi ‘Mengajar’).

 

Daftar Isi

Ibu Kita Masih Melahirkan Pejuang

Bab I¾Akar

Bab II¾Bocah

Bab III¾Sekolah

Bab IV¾Pegiat

Bab V¾Anies Pacaran?

Bab VI¾Percikan Gagasan

Bab VII¾Kiprah

Bab VIII¾Tenun Kebangsaan

 

Resume Baca

Bab: Ibu Kita Masih Melahirkan Pejuang

Anies Baswedan dikenal sebagai rektor sekaligus pendiri Gerakan Indonesia Mengajar (GIM).

Kepedulian dan kegigihannya kepada dunia pendidik dan kependidikan mewaris dari sifat sang kakek; Abdul Rahman (A.R.) Baswedan.

Sang kakek nekat masuk sekolah kakaknya di usia lima tahun tanpa mendaftar lebih dahulu. Sang ayah; Rasyid; berjalan kaki sejauh dua kilometer ke Voorbes (setingkat TK) sendirian dan ikut belajar di sana tanpa mendaftar lebih dulu. Anies pun memiliki sifat keras kepala yang sama; merengek ingin sekolah di usia tiga tahun. Ibunya; Aliyah; yang seorang dosen pun berkonsultasi dengan psikolog UGM dan mendapat lampu hijau untuk keinginan Anies masuk TK Aisyiyah Bustanul Athfal di Yogyakarta. Setahun di sana, Anies dipindah ke TK Masjid Syuhada. Di sana, Rasyid-Aliyah bertekad menguji kemandirian Anies berangkat dan pulang sekolah sendiri (tidak diantar) dengan menggunakan jasa becak. Dan Anies benar-benar mandiri.

Bagi Anies, pendidikan adalah kunci. “Mau membangun bangsa, bangun manusianya.”

Awal perekrutan guru GIM untuk disebar ke pelosok negeri hanya 500 guru. Ternyata antusias guru sejumlah 1.383 pendaftar. “Mereka pejuang. Ibu-ibu kita masih melahirkan pejuang.”

Bab: 1. Akar

• Keluarga besar Anies berdomisili di Taman Joewana di tengah kota Yogyakarta; jalan Malioboro. Sebuah kawasan elit yang dirintis Hadji Bilal.

• Kakek Anies; A.R. Baswedan terobsesi menyudahi percekcokan antar komunitas Arab di Indonesia dengan beragam cara. Salah satunya melalui media cetak (meskipun bubar karena pengelolanya sekaligus pendiri Indo-Arabische Verbond tak pandai mengelola).

• Obsesi A.R. tentang mengindonesiakan keturunan Arab diwujudkan dalam Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab (4 Oktober dikenang sebagai Hari Kesadaran Arab-Indonesia). A.R. juga mendirikan Persatuan Arab Indonesia yang pada kemudian hari menjadi Partai Arab Indonesia. Saat Jepang menduduki Indonesia, PAI ikut terberangus. Kisah heroik A.R. Baswedan sudah dipaparkan dalam buku Biografi A.R. Baswedan.

• Sejak kelas 3 SD, Anies sudah dikenalkan dengan mesin ketik. Bahkan Anies sering menjadi juru tulis A.R. Baswedan dalam menulis surat dengan mesin ketik.

• Kepergian A.R. sangat memukul jiwa Anies. Seorang kakek yang menjadi panutannya membangun rasa nasionalisme, kecintaan membaca, dan kegigihan meraih cita-cita. Anies sempat sakit demam dan mengigau menyebut nama kakeknya tersebut saat demam tinggi sesaat sepeninggal sang kakek.

• Anies jago berantem. Namun dilakukannya dengan alasan yang benar. Sejak kecil, orangtua Anies membiasakan anak-anaknya menceritakan pengalaman penting sehari itu kepada keluarga.

• Ayah Anies; Awad Rasyid Baswedan; lahir di Kudus, 21 September 1932. Ibu Anies; Aliyah; lahir di Kuningan, 20 Maret 1940. Pada Maret 1968, Rasyid dan Aliyah menikah. Anies Rasyid Baswedan lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1969.

Bab: 2. Bocah

• Sejak kecil, pembawaan Anies sok jagoan. Tetapi semua menganggap hal itu wajar sebagai kekakuan anak-anak saja.

• Budaya diskusi dan debat di meja makan menjadi hal yang khas di keluarga A.R. di mana Anies ada di tengah mereka. Sikap elegan dan saling menghargai pendapat yang berbeda menjadi hal yang tertanam dalam pribadi Anies.

• Penguasaan diri Anies saat berdiri di depan banyak orang dia dapatkan selama menemani kakek-neneknya ketika berceramah.

• Meski tak pernah menjuarai akademik, Anies didorong untuk aktif ikut organisasi agar terbentuk jika kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi efektif.

• Tak jarang Anies menyusul ibunya ke kampus untuk menceritakan kesulitan belajarnya. Tetapi Aliyah sering membiarkan Anies memecahkan masalahnya sendiri dengan lebih tenang dan bertahap.

• Anies sering berinteraksi dengan para mahasiswa yang bertamu ke rumahnya karena ibunya sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi dan ayahnya sebagai dekan Fakuktas Ekonomi UII. Sehingga Anies menjadi dewasa lebih dini.

• Meninggalnya adik Anies; Eva; di bandara menjadi pukulan terberat keluarga Anies. Bahkan ibunya mengalami gangguan stres pascatrauma yang berangsur mulai normal setelah dua bulan menjalani terapi psikologi.

• Anies yang bergabung dengan klub sepak bola Fakultas Olahraga UGM menginisiasi “Kelompok Anak-anak Berkembang” (Kelabang). Agenda utamanya berupa permainan bola dengan mengedepankan sportivitas.

• Kecintaan Anies pada buku ditanamkan A.R. Baswedan sejak Anies kecil dengan membawanya ke toko buku maupun berkunjung ke perpustakaan. Anies pun menjadi anggota perpustakaan anak Kedaulatan Rakyat sejak kelas 3 SD. Buku yang berkesan bagi Anies berjudul “Lateral Thinking” karya Edward De Bono; berbeda dengan cara berpikir dunia pendidikan yang vertikal.

• Selama di SMP, Anies gemar mengotak-atik elektronik. Setelahnya, fokus Anies tersita pada kegiatan OSIS dan Bela Negara.

Bab: 3. Sekolah dan 4. Pegiat

• Semasa sekolah, Anies memiliki kesempatan untuk mematangkan diri. Kegiatan apa yang menjadi pilihannya, menjadikannya seorang pelajar yang memiliki jiwa kepemimpinan. Keterpilihannya sebagai Ketua OSIS di SMA bukanlah menjadi target tertingginya. Kebutuhan Anies hanyalah agar dapat berkontribusi positif bagi organisasi. Namun begitu, ia mampu mendistribusikan tugas-tigas keorganisasiannya dengan baik kepada perangkat kepengurusan. Bahkan dia dengan senang hati turun tangan membantu perangkatnya jika membutuhkan bantuan. Ia bahkan menjadi pemimpin rombongan perwakilan ketua OSIS SMA se-Yogyakarta dalam Penataran Pengurus OSIS Tingkat Nasional 1985.

• Anies mendapat undangan pemerintah Amerika dalam program pertukaran pelajar yang diprakarsai AFS Intercultural Program di Nebraska selama hampir satu tahun. Sepulang dari sana, Anies lebih kritis. Ia sering memulai ‘pertempuran’ dan menamatkannya.

• Anies mendapat kesempatan bergabung pada program “Tanah Merdeka” yang diselenggarakan TVRI Yogyakarta. Sebuah acara dari-oleh-untuk remaja berprestasi. Di sana, Anies menorehkan kinerja yang brilian.

• Masuk dalam perguruan tinggi, potensi Anies makin terasah saat bergabung dalam HMI MPO dan senat mahasiswa. Bahkan Anies membuat terobosan mengakurkan sekaligus mengakomodir dua kubu organisasi kemahasiswaan di UGM (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi dan Unit Kegiatan Mahasiswa) dalam satu payung organisasi bersama; Badan Eksekutif Senat Mahasiswa. Dan berhasil.

• Anies sempat mengkritisi terkait pencalonan rektor dalam daftar calon sementara anggota legislatif dari Golkar yang dinilainya adanya politisasi kampus.

• Anies juga membuat terobosan berupa penelitian terkait pemasaran dan distribusi cengkeh yang sistemnya sangat tidak sehat melalui keputusan kongres senat. Hal ini menjadi penegas bahwa UGM sebagai kampus kerakyatan.

• Peran keorganisasian mahasiswa yang dimainkan Anies sering di 'pinggir jurang’. Beragam teror dia dapatkan, meski Anies punya jaringan pertemanan dengan aparat dan militer sekali pun.

• Sepulang dari program Asia Forum Scholarship dari JAL, Anies merintis Center for Student and Community Development (CSCD).

Bab: 5. Anies Pacaran? dan 6. Percikan Gagasan

• Anies pernah tertarik hati ke perempuan semasa kuliah. Tapi ia tak terhanyut dalam imajinasi liar. Kegiatan kemahasiswaan lebih ia pilih untuk mengalihkan lamunan itu. Dan S1 dapat dia selesaikan di UGM. Tetapi untuk menjadi dosen di UGM, minimal harus S2. Dan Anies mengebut untuk mendapatkan itu.

• Jelang ia berangkat ke Jepang, Anies menyatakan maksud hati ke Fery; sepupunya sendiri. Dan gayung bersambut.

• Masa pacaran? Anies bukan seperti umumnya. Jika ada kesempatan, Anies lebih memilih berlibur bersama adik-adiknya. Jika pun ‘apel’, Anies lebih sering menceritakan rencana-rencana ke depannya daripada melantur tidak tentu.

• Setelah menikah, pengantin baru ini berangkat ke Universitas Maryland demi memanfaatkan beasiswa Fullbright-nya.

• Selama menyelesaikan studi S2 dan S3 di Amerika, Anies dikaruniai 3 anak. Episode selama hidup di Amerika, Anies sekeluarga tidak bisa disebut sengsara, tetapi sangat prihatin. Dan berkat kesabaran dan kemampuan komunikasi (jejaring sosial) Anies, semua itu dapat dilaluinya.

• Meski di negerinorang, Anies tetap menjaga komunikasi dengan teman-teman di Indonesia melalui email. Sesekali Anies juga menulis opini dan dikirim ke media cetak di Indonesia. Anies lebih sering menyentil praktik politik di Indonesia terutama bertema membatasi kekuasaan dan masa jabatan presiden.

• Quote: “Takutlah kepada para sejarawan yang akan menulis di kemudian hari, bukan kepada jurnalis yang menulis hari ini.” (Anies Rasyid Baswedan)

• Anies menggulirkan usulan bentuk demokrasi di Indonesia: desentralisasi dan perubahan sistem pemilu. Anies pun membuat sudut pandang baru ketika Lee Kwan Yeuw ‘menuduh’ Indonesia sebagai sarang teroris pasca Tragedi WTC.

• Anies memperkenalkan dua istilah di ranah politik: sekuler-eksklusif dan sekuler-inklusif. Yang pertama mengabaikan agenda berbau Islam, yang kedua mengakomodir asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila.

Bab: 7. Kiprah dan 8. Tenun Kebangsaan

• Sepulang dari Amerika, Anies sudah menyandang gelar Ph.D. Untuk sementara, Anies menumpang tinggal di Jakarta. Beragam tawaran mengajar datang, tak terkecuali UGM. Dan dia menolak. Anies lebih memilih bekerja jadi peneliti. Ketergabungan Anies dalam The Partnership for Governance Reform bentukan UNDP mengantarkannya pada sebuah realitas lapangan di Indonesia yang tak sesejahtera di pusat pemerintahan.

• Dalam pemahaman Anies, isi UUD 1945 bukanlah ‘harapan’, tetapi ‘janji kemerdekaan’.

• Sejak awal pendirian Universitas Paramadina(-Mulya), seteru dan mismanajemen sudah begitu berlarut. Pada akhirnya, Anies masuk bursa rektor dan terpilih —pasca meninggalnya Nurcholis Majid. Dan Anies berupaya menyembuhkan luka tersebut. Anies pun menginisiasi mata kuliah anti-korupsi di Universitas Paramadina. Anies juga menelorkan kebijakan diadakannya beasiswa di Paramadina. Tujuan Anies, agar generasi muda lebih fokus mementingkan kualitas pendidikan daripada memikirkan biaya hidup dan biaya kuliah.

• Anies menjadi rektor Paramadina selama 2 periode. Masih di periode pertama, Anies mendirikan Gerakan Indonesia Mendidik. Aktivitas Anies pun makin menyesakkan buku agendanya.

• Setelah program Paramadina Fellowship dinilai berhasil, Anies masuk pada program berikutnya: memberdayakan mahasiswa terdidik tersebut untuk mengatasi masalah pendidikan —di tempat terpencil— dalam Gerakan Indonesia Mendidik (pada masa berikutnya, ‘Mendidik’ diganti menjadi ‘Mengajar’). #selesai


Bibliografi

Judul: Melunasi Janji Kemerdekaan; Biografi Anies Rasyid Baswedan

Penulis: Muhammad Husnil

Tebal: 300 hlm.

Cetakan: I, 2014

ISBN: 978-602-1687-10

Penerbit: Zaman, Jakarta

 

Posting Komentar

0 Komentar